Home BERITA Belarasa 15 Tahun Hidup di Milan, Inilah Suka-duka Merasakan Lockdown di Milan

15 Tahun Hidup di Milan, Inilah Suka-duka Merasakan Lockdown di Milan

0
Ilustrasi: Social distancing by Readsector

SUDAH sebulan lebih terakhir ini, semua warga Italia tidak boleh meninggalkan rumah keluar sejenak –kecuali urusan darurat–semenjak Pemerintah Italia menerapkan sistem keamanan lockdown dalam menghadapi epidemi virus korona di negara indah ini.

Warga diizinkan boleh keluar rumah, hanya untuk  kondisi darurat seperti untuk ke apotik, ke dokter, ke supermarket dan ke tempat kerja dengan membuat sertifikat yang memberi informasi asal dan tujuan kota, alasan keluar rumah, keterangan tidak sakit korona dan tidak sedang dalam masa karantina 14 hari dan membawa surat keterangan dari pihak kantor.

Selama 15 tahun hidup di Italia, saya pun merasakan pertama kalinya larangan keluar rumah ini.

Sekali waktu keluar rumah hanya untuk ke gereja yang masih tetap dibuka untuk doa pribadi saja, semua ibadah misa, adorasi dan prosesi untuk sementara ditiadakan dulu.

Atau, jika kebutuhan pangan kami habis dan jika perlu membeli obat ke apotik.

Semacam “surat jalan” yang setiap kali harus diisi saat berlangsung lockdown di Italia.

Tentu saja ada sedikit kerepotan dan keresahan, jika harus keluar rumah untuk pergi dengan kendaraan pribadi karena setiap kali harus menyiapkan sertifikat dan harus mengenakan masker ke manapun tujuan, orang-orang pun saling menjauh dan tidak lagi seperti dulu ramah dan saling menyapa karena rasa takut tertular.

Jaga jarak setidaknya satu meter satu sama lainnya.

Di supermarket para pengunjung diharuskan berdiri berjarak satu meter satu sama lain untuk menghindari penularan sehingga terdapat antrian yang panjang, baik sebelum masuk maupun di kasir.

Di apotik juga kita harus mengikuti aturan untuk masuk satu per satu tidak boleh sekaligus.

Tetap bersyukur

Namun saya amat bersyukur masih dapat mengucapkan “terima kasih” kepada Tuhan atas kesehatan yang baik dan kemudahan dalam melakukan pekerjaan kantor di rumah dengan baik, suami juga tetap bekerja dengan sistem “smart working”.

Saya bersyukur memiliki banyak waktu untuk membereskan dan membersihkan rumah kami, juga untuk berkebun menebarkan bibit-bibit tanaman untuk musim panas nanti, berolahraga dan mencoba berbagai resep masakan sehat.

Saya bersyukur atas kehadiran teman-teman warga Italia dari fraternitas Persekutuan dan Pembebasan (CL) di mana kami menjadi anggota, yang selalu aktif dalam komunikasi dan video-conference via whatsapp di mana kami dapat berbagi cerita dan pengalaman iman khususnya saat ada kawan yang sakit.

Ini sangat berharga bagi saya. Begitu pula dengan kehadiran teman-teman warga Indonesia di Utara Italia yang tergabung dalam Komunitas Umat Katolik Indonesia Utara Italia di mana saya menjadi salah satu anggotanya, yang setia menemani dan berbagi suka duka seperti keluarga sendiri.

Saya merasakan kesedihan yang amat sangat karena aktivitas di paroki semakin berkurang bahkan hampir tidak ada sama sekali karena tidak ada misa harian dan mingguan khususnya pada Masa Prapaskah.

Gereja paroki kami di Milan, Italia.

Namun, saya bersyukur karena Pastor Paroki kami, l’Arciprete don Enea Cassinari, adalah seorang gembala yang baik.

Don Enea setiap hari berdiri di depan gereja paroki kami untuk memberikan berkat Ekaristi bagi kota kami, walaupun tanpa kehadiran umat.

Hanya satu atau dua orang yang hadir untuk membantunya menyiapkan monstran dan jubahnya. Sekali waktu saya dan suami ikut menghadiri dan merasakan sukacita yang luar biasa.

Inisiatif-inisiatif doa dari Paus Fransiskus dan Gereja Italia juga menjadi penghibur utama bagi kami umat beriman, terutama dengan hadirnya misa online dari keuskupan dan tayangan misa di Tv2000.

Paus berdoa di depan salib usai doa bersama melawan coronavirus by ist

Meskipun saya masih aktif bekerja dan aktif pula di gereja sebagai lektris, dan dalam kondisi lockdown mengalami kesulitan, tapi saya menyadari ini semua demi kebaikan dan keselamatan banyak orang, saya harus ikut peduli.

Apalagi sebagai pengikut Kristus, saya perlu ikut berkorban dengan diam di rumah. Dan dengan demikian membantu para dokter dan perawat yang tengah berjuang di rumah sakit-rumah sakit memberikan pertolongan dan perawatan kepada orang-orang yang positif Covid-19.

Saya berdoa agar Tuhan berkenan mendengarkan doa-doa dari umatNya yang memohon pertolongan dalam menghadapi tantangan dan kesulitan ini.

Semoga wabah virus korona dapat segera berakhir dan semoga Tuhan membolehkan saya, anda, kita semua dalam keadaan layak memasuki PekanSuci dan menatap dengan penuh pengharapan Kebangkitan Tuhan.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version