TRADISI merayakan pesta syukur atas panen di kalangan masyarakat etnis Dayak biasa disebut Gawai Dayak. Ini sudah menjadi tradisi budaya warisan leluhur Dayak yang patut dilestarikan.
Selama beberapa dekade terakhir ini, tradisi kultural lokal di kawasan Kalimantan Barat ini digelar sebagai public exposure (dipertontonkan kepada publik). Ini dengan maksud ingin mempertahankan semangat bersyukur itu di antara masyarakat Dayak.
Mereka itu juga sangat beragam.
Dengan pewarisan nilai kultural yang sudah menjadi tradisi ini, maka Gawai Dayak lalu menjadi sebuah pentas umum yang berdampak positif. Guna bisa melestarikan ikatan persaudaraan dan persatuan yang sudah terjalin erat selama ini, maka keluarga besar masyarakat Dayak di Kalimantan Barat kembali mengelar Pekan Gawai Dayak ke-33.
Pekan Gawai Dayak ini berlangsung tanggal 20-27 Mei 2018 di Rumah Radakng di Jl. Sutan Syahrir, Kota Pontianak dan terbuka untuk umum.
Dayak dari Malaysia ikut serta
Selain diikuti oleh kelompok etnis Dayak di Kalimantan Barat, hadir juga masyarakat Dayak dari negeri tetangga: Sarawak, Sabah, dan Kinabalu (Malaysia), serta Kesultanan Brunei Darussalam.
Ketua Panitia Andreas Lani mengatakan, Pekan Gawai Dayak ke-33 tahun 2018 ini mengusung tema “Melalui Gawai Dayak, Kita Tingkatkan Soliditas dan Solidaritas Sosial”.
Sementara, sub temanya adalah “Seni Budaya Dayak sebagai Perekat Hidup Berdampingan yang Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Pancasila dalam Bingkai NKRI di Kalimantan Barat”.
“Kegiatan Pekan Gawai Dayak ini merupakan simbol perekat, simbol penghormatan kepada para leluhur, simbol sukacita dan syukur kepada Tuhan, oleh karena itu mari kita jaga suasana damai, aman,” ungkap Andreas Lani.
Berikut ini jadwal aneka kegiatan selama Pekan Gawai Dayak ke-33 tahun 2018 di Kota Pontianak:
- Ritual dan upacara tradisional otentik khas Suku Dayak.
- Parade budaya warna-warni di sekitar Kota Pontianak.
- Aneka permainan tradisional dan kompetisi keterampilan di antaranya keterampilan tradisional berburu dengan sumpit, pemintalan topi tradisional (pangkak gasing), lukisan tato, ukiran kayu, perisai tradisional, dan lomba tenun manik.
- Kompetisi menarik dan unik yaitu menangkap babi. Agar lebih menantang lagi, babi-babi itu akan diolesi minyak sehingga membuat tubuhnya licin hingga lebih sulit ditangkap.
- Pertunjukan kerajinan tradisional dan presentasi kuliner, pertunjukan seni, fashion show dengan kostum tradisional Dayak dan mode tren menggunakan kain tradisional Dayak, tarian tradisional, lomba lagu tradisional Dayak, dan pawai ala Bujang Dara Gawai.
Festival tradisional Gawai Dayak ini akan berlangsung selama sepekan.
Intinya bersyukur
Kemarin, Pekan Gawai Dayak ke-33 di Kota Pontianak ini dibuka dengan misa syukur bersama Uskup Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus Pr. Ikut bersama dalam Misa Konselebrasi ini sejumlah imam mewakili empat Keuskupan di Kalimantan Barat: Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Sintang, Keuskupan Ketapang, dan Keuskupan Sanggau.
Berbicara menyapa seluruh umat yang hadir, Mgr. Agus selaku gembala umat mengajak agar umat Katolik –istimewanya umat Katolik Dayak– selalu bersyukur kepada Tuhan, juga mengingat nenek moyang dan leluhur.
Prelatus etnis Dayak kelahiran 22 November 1949 ini mengatakan, sebagai pengikut Kristus kita wajib memelihara budaya bersyukur apa pun profesinya dan statusnya. Sebab Sang Guru Agung selalu mengajarkan pengikut-Nya selalu bersyukur baik dalam susah maupun senang.
“Makna terdalam dari Perayaan Gawai Dayak ini adalah syukur. Jika budaya bersyukur sudah mengakar di hati kita, saya pastikan bahwa meskipun kita hidup di zaman yang serba modern, syukur itu tidak akan pudar tergerus oleh zaman,” ungkap Mgr. Agus.
Jangan ikut arus zaman
Pesan Uskup pada misa pembukaan Pekan Gawai Dayak ke-33 ini juga ditujukan kepada segenap Orang Muda Katolik (OMK) sebagai generasi penerus tradisi leluhur ini.
Mgr. Agus mengajak orang muda agar tidak mudah ikut arus di zaman modern ini dan gampang melupakan budaya asalnya. “OMK jangan sampai melupakan budayanya, leluhurnya bahkan tuhannya. Sebab tiga elemen inilah yang akan mempersatukan kita dari generasi ke generasi,” ungkap Uskup yang terkenal suka bernyanyi.
Dalam kesempatan ini Mgr. Agus menyampaikan harapannya ke depan bahwa perayaan misa syukur Pekan Gawai Dayak akan dipercayakan kepada Keuskupan sebagai koordinator.
“Saya berharap bahwa tahun depan misa syukur disusun dengan konsep atau model khusus Gawai Dayak secara katolik yang mudah-mudahan bisa menjadi acuan bagi paroki-paroki dan keuskupan, misalnya lagu dan bahasanya menggunakan bahasa Dayak,” ungkap Mgr. Agus penuh semangat.
Kredit foto: Vincent Dimas.