Home BERITA 25 Tahun Meninggalnya Ibu Teresa, Kardinal Suharyo dan KKIT-ITM Indonesia Ajak Umat...

25 Tahun Meninggalnya Ibu Teresa, Kardinal Suharyo dan KKIT-ITM Indonesia Ajak Umat Teladani Semangat Hidupnya (2)

0
Kardinal Suharyo saat memimpin Perayaan Ekaristi dalam rangka peringatan 25 tahun meninggalnya Ibu Teresa dari Calcutta. (Hidup TV)

YANG namanya berbuat baik itu tidak ada putus-putusnya. Sejarah manusia akan mencatatnya terus-menerus.

Demikian pula yang terjadi dengan sosok perempuang Orang Kudus bernama Santa Ibu Teresa (1910-1997) dari Calcutta, India. Perempuan mungil asal Albania dan tokoh perintis berdirinya Missionaries of Charity (MC) ini meninggal dunia tanggal 5 September 1997.

Ia dinobatkan sebagai Orang Kudus dengan predikat Santa oleh Paus Fransiskus tanggal tanggal 15 Maret 2016. Sebelumnya di tahun 1979, ia mendapat penghargaan berkelas Nobel Perdamaian.

Pengalaman spiritual tentang Yesus yang “haus”

Ibu Teresa mengalami visiun panggilannya melalui suara “Aku haus” yang mengacu pada kondisi Yesus yang terbaring lemah dan menderita di atas salib.

Sejak itu, pengalaman spiritual “I thirsty” ini selalu menjadi dasar fundamental sebagai motivasi dasar bagi Kongregasi Suster MC. Yakni, kegiatan mempraktikkan semangat pelayanan belarasa mereka kepada orang-orang yang secara sosial-ekonomi “ditinggalkan” dan “tidak dipedulikan” oleh banyak orang: kaum gelandangan miskin di jalan-jalan.

Kongregasi MC engan semangat sukacita mau merawat mereka dan mengobatinya. Bilamana kaum miskin-papa ini akhirnya meninggal, para Suster MC -perintis dan penerus spiritualitas “I Thirsty”- akan menguburkan mereka secara layak dan terhormat.

Singkat kata, ingin selalu memperlakukan manusia secara terhomat adalah inti spiritualitas pengikut Bunda Teresa dari Calcutta.

KKIT-ITM, Mother Teresa’s Co-workers di Indonesia

Di sejumlah kota di seluruh Indonesia, semangat spiritualitas “I Thirsty” itu dipraktikkan oleh kelompok-kelompok kecil independent yang menyebut diri “Mother Teresa’s Co-Workers”. Atau dalam istilah yang mereka pakai sejak eksis lebih dari tiga dekade lalu sampai sekarang adalah Kelompok Kerabat Kerja Ibu Teresa – Gerakan Aku Haus (KKIT-ITM) Indonesia.

“ITM” tidak lain adalah “I Thirsty Movement” atau Gerakan Aku Haus.

Penggerak komunitas KKIT-ITM Indonesia adalah mereka yang ingin meneladani semangat Bunda Teresa dengan spiritualitas “I Thirsty” itu. Mereka datang dari berbagai macam profesi, tingkatan umur berbeda-beda dengan latar belakang bermacam-macam.

Satu hal selalu menyatukan mereka yakni keinginan untuk menolong sesama dan terutama mereka yang terpinggirkan secara sosial-ekonomi.

Perayaan Ekaristi peringati 25 tahun meninggalnya Ibu Teresa

Hari Senin petang tanggal 5 September 2022 lalu, Uskup Keuskupan Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo menggelar Perayaan Ekaristi bersama KKIT-ITM Indonesia untuk peringatan 25 tahun meninggalnya Santa Bunda Teresa.

Gelaran ekaristi ini merupakan “puncak” dari serangkaian acara yang digelar selama sembilan hari sebelumnya: Novena St. Bunda Teresa. Kegiatan doa berkesinambungan ini melibatkan sejumlah uskup dan para imam yang menggantikan peran uskup mereka karena berhalangan ikut serta.

Dalam homilinya saat gelaran Perayaan Ekaristi di Gereja Katedral Jakarta, Senin (5/9/2022) lalu, Kardinal Suharyo sekali lagi mengingatkan akan pengalaman spiritual Bunda Teresa ketika mengalami visiun yang kemudian disebutnya sebagai “panggilan keduanya”.

Ia kemudian meninggalkan biara Loreto di mana dulu ia bergabung dan kemudian merintis berdirinya Kongregasi Suster MC.

Lagi-lagi, kata Kardinal Suharyo, di situ ada “muatan” sangat penting yang ingin ditonjolkan yakni pengalaman Yesus “Aku haus” saat di atas kayu salib.

Pengalaman spiritual itulah yang akhirnya menggerakkan motivasi dasar Ibu Teresa untuk melayani sesama yang “putus harapan” tanpa membeda-bedakan siapa yang dia layani. Ia lakukan sejak tahun 1948 di jalan-jalan kumuh di Khaligat, Calcutta, India.

“Pengalaman berupa pertemuan dengan Kristus yang Tersalib itulah yang mengubah hidup dan memberi daya semangat baru dalam pelayanan Ibu Teresa,” papar Kardinal Suharyo.

Edith Stein dan bapak sepuh ingin dibaptis

Dua contoh berbeda kemudian dipaparkan oleh Uskup KAJ ini. Yakni, Edith Stein -seorang pemikir ateis berdarah Yahudi- yang karena “melihat” ketabahan temannya saat merawat suaminya sampai kematiannya akhirnya “bertobat” dan berubah paradigma hidupnya.

Ia tinggalkan sikap ateisnya, masuk biara, dan -karena berdarah Yahudi- ia dikejar-kejar oleh Nazi dan akhirnya dieksekusi mati.

“Edith Stein mati sebagai seorang suster biarawati Karmel Tak Berkasut dengan nama biara Sr. Teresa dari Salib,” kata Kardinal Suharyo.

Kisah kedua adalah pengalaman sederhana yang dia dengar dari seorang pastor paroki saat sekali waktu sebagai Uskup KAJ datang berkunjung ke sebuah paroki di Jateng.

Pastor Paroki berkisah bahwa ada seorang bapak sepuh yang minta dibaptis secara Katolik hanya karena dia “melihat” setiap kali misa selesai selalu dikesankan pasutri Katolik dan semua anak-anaknya “bisa berdoa bersama” dan pulang bersama-sama dengan wajah-wajah sumringah.

“Pengalaman bertemu dan melihat peristiwa nyata itulah yang memotivasi bapak sepuh itu ingin menerima Sakramen Baptis,” papar Kardinal Suharyo.

Kisah Bunda Teresa dari Calcutta dengan visiunnya akan Yesus yang “kehausan” itu telah mendorong para suster Kongregasi MC mampu melakukan hal-hal yang “tidak biasa” namun istimewa.

Demikian pula di Indonesia ada komunitas kelompok Kerabat Kerja Ibu Teresa – Gerakan Aku Haus (KKIT-ITM).

“Mereka ini melakukan hal-hal yang sangat “tidak biasa”, namun hal itu selalu dikerjakan dengan semangat luar biasa. Karena dasar motivasinya adalah keinginan mulia untuk bisa berbagi kasih,” kata Kardinal Suharyo.

Semangat itulah yang ingin kita teladani dan tiru dari sosok Orang Kudus Ibu Teresa dari Calcutta yang dalam misa ini kita peringati 25 tahun meninggalnya.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version