Tak semua mungkin dengan serta merta dapat menjawab pertanyaan ini. Untuk mempermudah, mungkin Anda akan setuju jika ada yang menjawab bahwa kita beragama karena harapan akan hidup kekal kelak setelah kita mati. Singkatnya kita ingin masuk surga dan beroleh hidup kekal.
Bicara tentang surga dan hidup kekal, banyak orang katolik salah mengira bahwa surga atau hidup kekal adalah pahala alias upah perbuatan baik kita. Berbuat baik akan beroleh pahala. Itu terlihat ketika orang menolak bertobat karena belum tua dan mau mati. “Nanti lah, kalau mau mati baru bertobat dan berbuat baik.”
Atau, “Nantilah dibaptis, kalau sudah dekat ajal.” Padahal kita semua tahu bahwa tak seorang pun tahu kapan ajal menjemput.
Berbuat baik diyakini akan beroleh pahala. Pahala dibutuhkan untuk masuk surga. Itulah kesalahan pertama.
Surga, kerajaan Allah adalah anugerah Allah, bukan usaha manusia. Perbuatan baik bukanlah tiket masuk surga ataupun alat untuk menyuap Tuhan.
Perbuatan baik adalah ekspresi iman yang dipenuhi cinta kasih. Iman yang tidak hanya di otak dan hati serta mulut yang selalu bergumam ‘Tuhan, aku percaya, aku beriman,’ tetapi juga terungkap lewat tangan dan kaki, lewat perbuatan nyata bagi sesama.
Beriman berarti percaya bahwa Tuhan akan menganugerahkan surga karena cintanya kepada kita, dan kepercayaan itulah yang mendorong kita untuk menghadirkan Tuhan yang mencinta itu kepada dunia.
Kesalahan kedua: menganggap surga itu nanti, dan dunia itu sekarang, dan keduanya tidak terlalu berkaitan. Surga adalah tempat dimana Tuhan meraja dan ciptaan bersatu dalam kemuliaanNya.
Ungkapan Yesus, Aku akan membangun Yerusalem baru bagimu, berarti adalah pesan bahwa kita diajak membangun kerajaan Allah sejak di dunia ini. Surga dimulai sekarang di tempat kehidupan kita. Dengan demikian, surga dan dunia amat terkait erat.
Kesalahan ketiga, terlalu berpusat pada manusia. Kita sering lupa bahwa Tuhan menciptakan dunia ini beserta segala isinya. Dan, semuanya diciptakan baik adanya dan seimbang. Kerusakan alam, eksploitasi habis-habisan kekayaan mineral, polusi, semua menunjukkan kesalahan itu. Karena manusia dianggap sebagai pusat, maka segala sesuatu, lingkungan dianggap tak penting dan boleh dirusak demi kepentingan manusia.
Santo Fransiskus Assisi adalah salah satu santo tercepat yang dinobatkan sebagai santo pada abad ke-12 tak lama setelah kematiannya. Namun, baru pada tahun 1979, Gereja menobatkan Santo Fransiskus Assisi sebagai pelindung lingkungan hidup.
Apa itu artinya? Artinya, Gereja pun terlambat menyadari bahwa merawat lingkungan hidup adalah bagian dari iman akan Tuhan. Itulah yang sering dinamakan pertobatan ekologis.
Ketiga kritik terhadap kesalahan yang sering menjangkiti kita itulah yang perlu kita lihat dalam masa Prapaskah ini. Semoga kesadaran akan kesalahan itu akan dapat menjadi bahan untuk mawas diri dan pertobatan.
Disarikan kembali dari homili
Romo Al. Andang Listyo Binawan, SJ
di Gereja St. Fransiskus Asisi, Tebet
Minggu, 18 Maret, 2012
Kesalahan ketiga mungkin bukan lah karena terlalu terpusat pada manusia melainkan Gereja kurang mengajar kita seperti Yesus mengajar ;bahwa kita mendapatkan kasih Allah itu dari Matahari yang memberikan cahayanya , dari hujan dan sungai 2 yang memberikan air , dari semua sesama spt pak Tani yang menyediakan nasi putih .
Dari beberapa manusia sadar saya mendengarkan kesalahan lain spt Gereja lebih melihat pada kerajinan umat datang ke Gereja , mengikuti pertemuan . memberikan kolekte dsb , tetapi tidak apakah umat itu Happy , apakah umat itu mempunyai Damai sejahtera Allah apakah umat itu melayani sekaligus belajar untuk mendapatkan kerendahan hati ?
Yesus bukan tuhan
Terus kemana dasar iman kristiani harus bertopang, kalau Yesus disebut “bukan” Tuhan?