Home BERITA 50 Tahun Imamat Romo A. Dhani Indrata SCJ: Semua Dirasakan, Dibuat Senang

50 Tahun Imamat Romo A. Dhani Indrata SCJ: Semua Dirasakan, Dibuat Senang

0
Ekaristi syukur atas pesta 50 tahun imamat Romo A. Dhani Indrata SCJ di Telukbetung, Lampung. (Sr. Fransiska Agustine FSGM)

SETELAH beberapa kali berubah tanggal, akhirnya panitia menetapkan Pesta Syukur atas 50 Tahun Imamat Romo Ambrosius Dhani Indrata SCJ pada hari Selasa, 6 Desember 2022. Diselenggarakan di Gereja Paroki Ratu Damai, Telukbetung, Lampung.

Ini disebabkan karena kondisi mata Romo Dhani, sapaan akrabnya, pasca operasi katarak di RS Charitas, Palembang, kurang baik. Selain itu, panitia juga harus menyesuaikan waktu kontrol pemeriksaan matanya; karena harus melakukan perjalanan pulang pergi Lampung-Palembang.

Perayaan Syukur ini dihadiri oleh Uskup Emeritus Mgr. Aloysius Sudarso SCJ dan Provinsial SCJ Romo Andreas Suparman SCJ.

Romo A. Dhani Indrata SCJ di tahun 2022 ini merayakan pesta emas tahbisan imamatnya di Telukbetung, Lampung. (Sr. Fransiska Agustine FSGM)

Sederhana

Romo Dhani lahir di Yogyakarta, 12 April 1944. Anak k tiga dari empat bersaudara ini merupakan buah cinta dari Yohanes Parikin Sarirejo dan Elisabeth Parinem Sarirejo.

Benih-benih panggilan tumbuh bersemi di sanubari Dhani kecil berkat cinta dan peran orangtua yang melahirkannya. Keluarga Parikin hidup dalam kesederhanaan.

Keluarga Dhani kecil hidup dalam suasana religiusitas berciri abangan. Artinya, belum “beragama” secara definitif. Maksudnya, Muslim tidak; Katolik pun juga tidak. Meski ayahnya, Parikin Sarirejo, saat itu sudah banyak mengenal imam.

Foto diri Romo A. Dhani Indrata SCJ saat berumur lebih muda. (Ist)

Bergeming

Suatu hari, Parikin Sarirejo pernah diminta agar bertemu dengan pastor paroki supaya dibabtis. Bahkan, dijanjikan akan diberi fasilitas berupa pekerjaan. Namun, Parikin tetap bergeming. Ia tak mau. “Tidak siap,” begitu ungkapnya dengan jujur.  

Seiring waktu, kakaknya Romo Dhani yang pertama dibabtis di keluarga itu. Disusul Dhani kecil, yang saat itu duduk di kelas V SD (11 tahun).  

Setelah menyelesaikan Sekolah Rakyat (SR), sekarang Sekolah Dasar (SD), Dhani kecil, ditanya oleh kakaknya yang saat itu menjalani pendidikan guru di Muntilan, apakah tidak ingin menjadi seorang romo.

Pertanyaan kakaknya itu semakin mendorong Dhani kecil untuk menjadi seorang imam. Lalu ia memberanikan diri mengutarakan keinginannya itu pada orangtuanya. Tanpa tawar-menawar, ayahnya langsung mendukungnya. Saat itu  ayahnya sedang persiapan untuk dibabtis.

Oleh ayah, Dhani kecil dihantar ke pastor paroki. Lalu ke Seminari St. Paulus Palembang lewat Mgr. Albertus Hermelink Gentiaras SCJ. Saat itu, Romo Dhani SCJ masuk seminari Palembang bersama temannya, Romo Ignatius Ciptaharsaya SCJ.

Mozaik kehidupan keluarga Parikin Sarirejo ini, menyiapkan Dhani kecil menanggapi jalan panggilan imamatnya. 

Setia

Perjalanan 50 tahun imamat bukanlah waktu yang singkat. Banyak hal telah terjadi. Dan Tuhan memang membiarkan semuanya terjadi. Agar semakin nyatalah kuat kuasa-Nya.

Lewat pelayanan kepada umat, menjadi salah satu faktor Romo Dhani setia pada panggilannya. Terlebih dalam pelayanan dua sakramental yakni: Sakramen Permandian dan dan Sakramen Perkawinan.

Bingkisan cinderamata dari Provinsial SCJ Romo Andreas Suparman kepada sang yubilaris Romo A. Dhani Indrata SCJ yang di tahun 2022 merayakan pesta emas tahbisan imamatnya. (Sr. Fransiska Agustine FSGM)

Ketika membabtis, Romo Dhani senantiasa menjelaskan kepada umat, bahwa dibabtis sekali untuk seumur hidup. Sekali Katolik, tetap Katolik.

Begitu pula saat memberkati perkawinan. Sekali mengikat janji perkawinan, satu kali untuk seumur hidup. Pelayanan dua sakramental ini dilakukannya dengan sungguh-sungguh; tidak sekedar upacara saja.

Ini menjadi salah satu pijakan kuat Romo Dhani untuk setia dalam panggilan. “Kalau saya mengajari orang lain untuk setia, maka saya juga harus setia pada janji imamat saya. Apa yang kamu percaya, kamu ajarkan. Apa yang kamu ajarkan, kamu lakukan,” ungkapnya.

Menikmati

Bagi Romo Dhani, hidup itu mengalir. Jadi, tantangan tidak dipandang serius sebagai hal yang menakutkan dan dirasa berat. Pokoknya, jalani saja, seberat apa pun tugas pengutusan, lama-kelamaan kita pasti dapat menikmatinya.

Sepanjang 50 tahun imamat, Romo Dhani SCJ tidak pernah merasa jenuh atau bosan. Resepnya, semua dijalankan dengan segala daya kekuatan yang ada, tanpa banyak pertimbangan.

Semua akan terasa enjoy. Melayani umat juga harus dengan hati tulus. Kalau tidak tulus, membuat kita malas.

Romo Dhani Indrata SCJ tinggal di Rumah SCJ di Jln. Dr. Cipto Mangunkusumo, Telukbetung. Di masa lanjut usianya, ia mendapat tugas pengutusan sebagai Pendamping Rohani bagi para Devosan dan Suster-suster FSGM di Keuskupan Tanjungkarang.

Baginya, tugas pelayanan itu cukup menantang. Artinya, Romo Dhani tidak bisa menutup-nutupi diri agar tampak suci. Ia melayani ada adanya, sejauh menghayati panggilan imamatnya. Meski begitu, di satu sisi, tantangan ini justru memurnikan dan menyuburkan hidup rohaninya sebagai orang Kristiani Katolik dan imamatnya.

Bersama Superior SCJ Wilayah Lampung: Romo Y. Sukamto SCJ. (Sr. Fransiska Agustine FSGM)
Acara hiburan mengiringi pesta ramah tamah merayakan pesta 50 tahun imamat Romo A. Dhani Indrata SCJ. (Sr. Fransiska Agustine FSGM)

Daun kates 

Menjadi romo itu pastilah berpindah-pindah tempat tugas pengutusan. Tak bisa memilih tempat. Tak bisa pula memilih siapa konfrater yang akan tinggal bersama kita.

Romo Dhani sendiri menjalani tugas panggilan tidak pernah dengan rasa senang atau tidak senang. Krasan atau tidak krasan. Semua dijalani sejauh ia bisa jalani.

“Sejauh saya bisa merasakan, saya rasakan, tetapi bukan krasan,” ujarnya.  

Ketika di tempat tugas pengutusan yang baru dan tak jarang umat bertanya, apakah Romo Dhani sudah krasan di tempat ini. Romo yang berumur hampir kepala delapan ini, senantiasa menjawab dengan santai, “Bukan krasan, bukan senang. Tetapi, dirasakan. Dibuat senang.”

Jawaban itu ia ibaratkan seperti meminum air pepaya. Daun pepaya ditumbuk, diberi garam sedikit. Lalu diperas. Airnya diminum untuk obat. Menyembuhkan. Rasanya pahit.

Tetapi lama-kelamaan kita bisa menikmati rasa pahitnya itu. Dan, tidak merasakan pahitnya lagi.

Seperti itulah Romo Dhani menjajaki jalan-jalan panggilan hidupnya. Semua dirasakan. Semua dibuat senang. Satu yang ia yakini: Tuhan tidak pernah meninggalkannya.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version