PAUS Benediktus XVI menulis dalam Porta Fidei no 4:
“Saya memutuskan mengumumkan suatu Tahun Iman. Tahun Iman itu akan dimulai tanggal 11 Oktober 2012, peringatan 50 (lima puluh) tahun pembukaan Konsili Vatikan II, dan akan berakhir pada hari raya Kristus Raja Semesta Alam, tanggal 24 November 2013.
Tanggal 11 Oktober 2012 itu juga menandai 20 (dua puluh) tahun terbitnya Katekismus Gereja Katolik, yang dipromulgasikan oleh pendahulu saya, Beato Yohanes Paulus II [3], yang memaparkan keluhuran dan keindahan iman kepada seluruh umat. Sebagai buah otentik Konsili Vatikan II, Katekismus ini dikehendaki langsung oleh sinode luar biasa para uskup tahun 1985 sebagai sarana bagi pelayanan katekese [4] dan merupakan buah hasil kerjasama semua uskup Gereja Katolik. Apalagi, tema Sidang Umum Sinode para Uskup yang telah saya umumkan untuk bulan Oktober 2012 adalah: “Evangelisasi baru untuk mewartakan iman kristiani.”
John L. Allen Jr (dalam A Biography of Joseph Ratzinger) menulis:
Ketika Vatikan II dibuka tahun 1962, Joseph Ratzinger berusia 35 tahun. Waktu itu ia sudah hampir 10 tahun menjadi teolog yang ahli di bidangnya. Untuk mengetahui bagaimana Ratzinger bisa masuk ke dalam lingkaran penting Vatikan II, kita perlu ingat pepatah lama: Yang penting bukan apa yang anda tahu, melainkan siapa yang anda kenal.
Ratzinger mengenal Herbert Luthe, teman lama waktu di seminari, dan ia telah menjadi sekretaris pribadi Kardinal Joseph Frings dari Cologne. Sekarang Luthe adalah Uskup di Esse, Jerman. Ketika Ratzinger pindah ke Universitas Bonn tahun 1959, ia pindah ke Keuskupan Cologne dan Luthe mengatur supaya Ratzinger dapat bertemu dengan Kardinal Frings. Mereka berdua kemudian sangat cocok dan kapan pun Frings membutuhkan masukan teologis, ia bertanya kepada Ratzinger.
Kardinal Frings adalah salah satu uskup yang sangat berpengaruh bahkan sebelum Konsili Vatikan II dimulai. Ia terkenal sampai ke Dunia Ketiga karena kedudukannya sebagai Ketua Konferensi Para Uskup Jerman, dan ketua lembaga donor untuk luar negeri yang bernama Misereor dan Adveniat yang memberikan bantuan sangat besar kepada Gereja di negara-negara miskin.
Maka para uskup di Brazil, India, Nigeria mengenalnya dengan baik. Dan karena keuskupan Cologne termasuk yang kaya di Eropa, maka Frings juga menempati tempat terhormat di antara para uskup di benua Eropa. Ia juga dikenal dekat dengan Paus Yohanes XXIII. Ketika pulang dari konklaf tahun 1958 yang memilih Paus Yohanes XXIII, Kardinal Frings mengatakan kepada sekretarisnya Luthe bahwa nanti akan ada konsili, dan informasi itu menyebar. Ketika hal itu benar terjadi, maka ketenaran Frings sebagai orang lingkaran dalam Vatikan semakin diketahui umum.
Menjelang Konsili dimulai segeralah terkenal para uskup yang namanya menonjol antara lain: Kardinal Suenens dari Belgia, Köning dari Austria, Alfrink dari Belanda, Helder Cámara dari Brasil, Döpfner dan Frings dari Jerman, dan Frings adalah yang paling berpengaruh.
Pada hari pertama kerja konsili, 13 Oktober 1962, rencana Curia Roma adalah memilih komisi-komisi konsili. Rencana itu mengandaikan bahwa lebih dari 2000 uskup akan membuat voting untuk memilih para anggota komisi itu padahal mereka belum saling mengenal dan keadaan belum teratur. Frings bersama Kardinal Liénart dari Lille, mengusulkan untuk menunda voting itu sehingga para kandidat anggota komisi bisa lebih dikenal. Suasana menjadi agak gaduh karena usulan itu, namun akhirnya diterima dan ini adalah test pertama dari pengaruh Kardinal Frings.
Pengaruh Ratzinger sebagai Peritus (penasehat ahli Kardinal Frings) dan kepada para uskup Jerman sudah mulai ketika tgl 10 Oktober 1962, sehari sebelum pembukaan konsili itu sendiri, Ia tampil sebagai sumber utama para uskup berbahasa Jerman. Pada hari itu semua uskup dari Jerman, Austria, dan Luxembourg, berkumpul di Anima (the German College) untuk membicarakan strategi. Ratzinger memberi ceramah memberikan gambaran tentang draft dokumen tentang Wahyu Ilahi. Dengan itu Ratzinger menyiapkan penampilan perdana kelompok uskup Jerman di dalam Konsili Vatikan II yang ternyata kemudian menjadi kelompok uskup yang paling berpengaruh di dalam konsili. Demikian pula pengaruh ratzinger menjadi semakin kuat. Ratzinger sendiri tidak mempunyai hak bicara di dalam konsili, namun buah pikirannya dibawa oleh para uskup Jerman itu ke dalam Konsili.
Setelah keputusan menunda pemilihan komisi-komisi disetujui tgl 13 Oktober itu, maka Ratzinger dan Karl Rahner bekerja di balik layar untuk menyiapkan dokumen tentang Wahyu Ilahi sebagai usaha menghadang draft yang sudah disiapkan oleh kuria dan sangkanya tinggal minta persetujuan saja dari konsili. Akhirnya setelah pelbagai pembahasan dan intervensi, pada sessi yang terakhir tgl 18 November 1965, maka draft yang disusun oleh Ratzinger – Rahner itu menjadi inti dari dokumen Vatikan II yang disebut Dei Verbum. Dalam dokumen itu Ratzinger berperan sangat penting (John L. Allen. Jr, Pope Benedict XVI, Continuum, New York – London, hlm 51 – 56). (Bersambung)
Artikel terkait: