TANGGAL 9 Juli 2018 lalu sungguh merupakan hari bersejarah bagi pasutri Bapak Agustinus Suwarno Warnomiharjo dengan Ny. Maria Poniyem Warnomiharjo.
Pada hari itu, mereka berdua menerima Berkat Apostolik hadiah Ulang Tahun
ke-50 Perkawinan mereka. Hadiah istimewa itu dikirim oleh Mgr. Robertus Rubiyatmoko, Uskup Agung Semarang.
Romo Wahadi Pr, imam lokal di Dusun Semagung, Paroki Promasan, Banjaroyo, Kalibawang, Kulon Progo, menyerahkan “Sertifikat Berkat” tersebut usai perayaan Misa Syukur 50 Tahun Ijab (Perkawinan) pasutri Katolik ini.
Keluarga sebagai tanda penyelamatan
Acara syukuran diadakan di rumah keluarga Agustinus Suwarno Warnomiharjo, Semagung, Sendangsono, Paroki Promasan. Itu diawali dengan Perayaan Ekaristi.
Rumah itu terletak di lereng bagianatas Gua Maria Sendangsono; kurang lebih satu kilometer dari Gereja Santa Perawan Maria Lourdes Promasan.
Dalam sapaan pembukanya, Romo Sariyanto Wiryo Putro menekankan antara lain sebagai berikut: “Perkawinan Katolik adalah Sakramen; tanda kehadiran Tuhan yang menyelamatkan,“ ungkap alumnus Seminari Mertoyudan elas KPA tahun 1981 ini.
“Keluarga Katolik harus menjadi tanda dan sarana yang menyelamatkan. Itu berarti menyelamatkan keluarga sendiri, juga menyelamatkan keluarga-keluarga tetangga di lingkungannya,” imbuh imam diosesan KAS yang juga berasal dari kawasan ini.
Hadir dalam perayaan syukur itu warga Dusun Semagung, anak serta cucu-cucu, beberapa ibu dari Rumah Panti Jompo Boro, para suster Kongregasi OSF Komunitas Boro.
Anak kembar
Hampir seluruh keluarga di Dusun Semagung ini hidup sebagai petani. Mereka menanam ubi, jagung, dan memelihara ternak ala kadarnya seperti beberapa ekor kambing dan ayam atau sapi. Hidup mereka diunggah dari hasil pertanian, keluarga sederhana.
Dari keluarga seperti itu, 80 tahun yang lalu Agustitus Suwarno dilahirkan sebagai anak kembar dampit: lelaki dan perempuan.
Saudari kembar Suwarno oleh orangtuanya diberi nama Suwarni. Di kemudian hari, Suwarni ini menjadi suster biarawati Kongregasi Suster Santo Fransiskus dari Tobat dan Cinta Kasih Kristiani (OSF Semarang). Ia kemudian memakai nama biara Sr. M. Yosea OSF.
Selama tujuh tahun terakhir ini, Sr. Yosea OSF berkarya menjadi pendamping rumah jompo di Komunitas Suster OSF Boro.
Selain merayakan pesta HUP ke-50, sepasang saudara kembar dampit ini yakni Agustinus Suwarno Warnomiharjo dan Sr. M. Yosea OSF juga mendapat anugerah istimewa. Mereka diberi umur panjang merayakan hari kelahirannya yang ke-80.
Merantau
Masa remaja Suwarno dihabiskan di luar tempat kelahirannya. Pada tahun enam puluhan, ia memutuskan merantau ke Pontianak Kalbar, setelah sebelumnya menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Guru Bawah (SGB) di Jakarta. Terakhir, ia menjadi guru di salah satu sekolah kota di Kalimantan Barat.
Karena tidak kerasan, ia akhirnya memutuskan kembali ke tanah kelahirannya dan kemudian menikah. Pernikahannya memberinya empat anak: Tiga putra dan yang bungsu perempuan.
Dekat dengan Dewi Maria
Hidup bersama keluarga dijalaninya dengan memasrahkan diri kepada Tuhan melalui Bunda Maria. Ia mengaku sungguh tidak mudah menjalani hidup sebagai keluarga muda dengan kerja serabutan.
Karena memiliki ketrampilan bertukang, maka sekali waktu dia diajak alm. Romo YB Mangunwijaya Pr bekerja di lingkungan Gua Maria Sendangsono.
“Meskipun saya bekerja di lingkungan Gua Maria, sore hari saya harus bekerja di tegalan (ladang), untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga,” demikian Suwarno menceritakan pengalaman hidupnya.
“Saya juga harus berusaha keras, bekerja apa saja untuk bisa membiayai sekolah anak-anak,” sambungnya.
“Secara bersama-sama; anak-anak, isteri, saya selalu menyempatkan doa bersama dalam keluarga,” terangnya lagi.
Selain masalah-masalah keluarga, Suwarno muda juga dipercaya menjadi salah satu Ketua RT di Dusun Semagung. Sebelum mau menangani masalah-masalah antarwarga, ia selalu datang ke Ibu Maria.
Pernah pada suatu ketika ia benar-benar hilang gagasan untuk bagaimana bisa memecahkan masalah yang dihadapi warganya yang sedang berselisih.
“Waktu itu sudah larut malam. Saya bingung bagaimana bisa mengatasi perselisihanitu. Pikiran benar-benar buntu untuk beberapa saat. Namun, tiba-tiba terlintas dalam pikiran untuk bertemu Ibu Maria di Gua. Saya lalu duduk di hadapan patung Ibu Maria dan bicara kepadanya ‘Bagaimana ini Ibu?,” demikian ia mengenang peristiwa itu.
Dua keluarga yang berselisih akhirnya berdamai.
Keluarga sebagai Gereja Kecil
Sebelum menyerahkan “Sertifikat Berkat Apostolik” dari Uskup Agung Semarang, Romo Wahadi Pr, pastor Paroki Promasan, mengingatkan demikian. ”Keluarga adalah Gereja Kecil atau Gereja Rumah Tangga, dalam bahasa Latin disebut Ecclesia Domestica,” terangnya.
Kemudian dijelaskan bahwa Keluarga Katolik merupakan tempat penyemaian dan pengembangan iman anak, agar anak menjadi manusia seutuhnya. Inilah tempat setiap orang mengalami kehangatan cinta, saling menghormati, maka dalam Keluarga Katolik harus ada belas kasih, kasih sayang, ketulusan dan kedamaian. Perlu bersedia untuk saling berkorban. “Keluarga ini telah berusaha untuk menjadi Gereja Kecil,” demikian sambungnya.
Bersyukur dan berterima kasih
Agustinus Suwarno Warnomiharjo dan Maria Poniyem Warnomiharjo merasa tersanjung boleh menerima Berkat Apostolik dari Bapak Uskup Agung Semarang.
Bersama keluarga, mereka bersyukur. Itu mereka ungkapkan, meskipun mereka menjalani hidupnya biasa-biasa saja. ”Saya dan keluarga menjalani hidup ini seperti yang lain juga, biasa-biasa saja. Kami berdua bersyukur karena dalam usia yang telah lanjut ini masih dikaruniai kesehatan.”
Mereka juga berharap agar anak serta cucunya dapat menjadi berkat bagi orang lain selama menjalani hidupnya di dunia ini.
“Terima kasih atas perhatian dan berkat dari Bapak Uskup Agung”, ungkapnya.
“Ini benar-benar anugerah,” sambungnya lagi.
Semagung, Agustus 2018
Br. B. Sukasta MTB