INI auranya serasa mirip dengan apa yangpernah diungkapkan oleh Bung Karno, Sang Proklamator, dalam pidatonya bertitel Jasmerah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah).
Maka demikianlah para Suster Kongregasi Soeurs de Notre Dame (SND) diajak mensyukuri anugerah dan perjalanan sejarah para suster SND yang menjadi pionir gelombang suster misionaris SND dari Negeri Belanda ke Indonesia.
Dan kisah kenangan akan perjalanan para misionaris SND dari Negeri Kincir Angin yang sangat dramatis itu kembali membahana di hati para suster SND. Para misionaris SND pertama itu datang ke Indonesia pada tahun 1934.
Mereka datang dari kota kecil bernama Tegelen, Negeri Belanda.
Kenangan akan sejarah misi awal Kongregasi Suster SND itu terjadi pada tanggal 17 November 2019.
Itulah saatnya, ketika kami –para Suster SND dan segenap Umat Paroki St. Petrus Pekalongan di Jateng—mengungkapkan rasa syukur bersama ini dalam Perayaan Ekaristi yang dipersembahkan oleh Romo Vincensius Suranto Pr.
Intensinya adalah kami ingin merayakan peringatan 85 tahun hadirnya karya misi para Suster Kongregasi SND di Indonesia; khususnya di Kota Batik Pekalongan, Keuskupan Purwokerto, Jateng.
Pada kesempatan yang sama, kami juga membuka Tahun Syukur dan akan kami rayakan nanti tanggal 1 Oktober 2020 di Jakarta sebagai Peringatan 170 tahun SND Coesfeld di dunia.
![](http://www.sesawi.net/wp-content/uploads/2019/11/11.jpg)
Prosesi peringatan karya misi Kongregasi Suster SND itu diawali dengan barisan para misdinar, pembawa Salib Coesfeld yang menjadi ciri Salib Kongregasi Suster SND, bendera Vatikan, bendera Indonesia, lambang Kongregasi, bendera Kerajaan Belanda, vandel SND Provinsi Indonesia, bola dunia.
Kami juga membawa serta foto ke-5 misionaris Suster SND yang diikuti prosesi para Suster yang bertugas bidang liturgi Hari Minggu Biasa XXXIII.
Lima suster misionaris SND
Sejarah misi Kongregasi Suster SND dimulai dengan datangnya lima Suster Misionaris SND perdana. Ke-5 suster SND muda-muda itu naik Kapal Baluran.
Kelima suster misionaris SND itu adalah:
- Sr. Maria Irma SND.
- Sr. Maria Reginal SND.
- Sr. Maria Godefrieda SND.
- Sr Maria Alfonsina SND.
- Sr. Maria Adelberta SND.
Mereka berangkat meninggalkan Negeri Belanda tanggal 28 Oktober 1934.
Salib Coesfeld
Perpisahan dengan keluarga besar para Suster SND di Tegelen itu berlangsung mengharukan. Sebelum kelima suster misionaris SND itu mulai berangkat meninggalkan Negeri Belanda, para Suster misionaris SND itu menerima pengutusan resmi dari Moeder Maria Gracia, menerima Salib Suci, sembari mendengarkan pembacaan teks telegram ucapan selamat dan berkat pengutusan dari Bapa Suci Paus Pius XI yang diterima pada tanggal 26 Oktober.
Semua itu menjadi sumber kekuatan bagi para Suster SND misionaris yang sebentar lagi mau mengemban tugas di Tanah Misi. Padahal, gambaran macam apa tentang Tanah Misi itu belum pernah mereka dapat secara gamblang.
Mereka hanya berpikir bahwa Tanah Misi itu jelas negeri antah berantah yang konon menjadi sumber produsen rempah-rempah. Hal-hal ini juga jauh dari pemahaman bagi mereka.
21 November 1934
Dari Tegelen, Negeri Belanda, kelima suster muda misionaris SND itu berlayar menuju ke Perancis wilayah selatan; tepatnya menuju Marseille.
Pada tanggal 2 November 1934, mereka akhirnya meninggalkan Pelabuhan Marseille menuju Batavia. Setelah beberapa pekan berlayar, maka lima suster misionaris SND itu akhirnya tiba di Pelabuhan Tanjung Priok di Batavia pada tanggal 21 November 1934.
Maka hari itu pula menjadi hari bersejarah bagi Kongregasi SND Provinsi Indonesia. Yakni, resmi sudah langkah memulai karya misionaris SND di “Negeri Antah Berantah” yang hanya mereka hanya kenali sebagai negeri produsen rempah-rempah.
Hari-hari pertama, kelima suster misionaris SND itu tinggal menginap di Biara Ordo Ursulin (OSU) di Jl. Pos, Jakarta Pusat. Baru dari situ, kelima suster ini melanjutkan perjalanan naik KA –sepur klutuk—menuju Pekalongan, Jateng.
Untuk sementara waktu, saat mereka sampai di Pekalongan, para suster misionaris SND itu tinggal di sebuah rumah kontrakan di Pekalongan.
Serah terima RS Misi Hindia-Belanda
Tanggal 26 November 1934 berlangsung acara serah terima Rumah Sakit Misi Hindia-Belanda “BENDAN” Pekalongan kepada para Suster Missionaris Suster Notre Dame. Prosesi ini dihadiri oleh Mgr. B J Visser MSC.
Dapat dibayangkan perjuangan dan kesulitan yang waktu itu dihadapi para suster misionaris SND saat itu. Terjadi kendala besar dalam soal pemahaman bahasa.
Bahasa serba baru yang belum mereka pahami. Bahasa Indonesia tidak mereka kuasai, apalagi bahasa Jawa yang waktu itu menjadi bahasa sehari-hari masyarakat setempat.
Maka bisa dipahami, kalau terjadi banyak salah mengerti atau hal-hal yang lucu yang kalau diceritakan malah melahirkan aura menggembirakan.
Kisah-kisah macam ini selalu sering kami dengar dan kami praktikkan dari generasi ke generasi agar kisah-kisah sejarah Kongregasi SND ini benar-benar merasuk dalam jiwa para suster generasi penerus Kongregasi SND generasi penerus. (Berlanjut)