BANYAK orang merasa senang kalau hartanya kian bertambah banyak. Kalau perlu, harus bisa menumpuk kekayaan lebih banyak lagi. Untuk bisa diwariskan kepada anak-cucu sampai tujuh turunan.
Tapi tidak banyak orang –pada tahap memiliki jumlah kekayaan tertentu— lalu merasa diri cukup. Enough is enough. Atau, lebih baik lagi, orang sadar diri akan hal ini. Kini, sudah sangat cukup. Dan malah berlebih. Selanjutnya, kelebihan itu lalu dia bagikan kepada sesama.
Bukan untuk show off agar bisa diliput media. Juga bukan sekedar pengin eksis di medsos. Juga bukan untuk bisa mendapatkan predikat selebriti.
Tapi, untuk menghidupi semangat hidup Kristiani. Seyogyanya, setiap orang Katolik harus punya purpose tertentu. Setidaknya bisa menjadikan hidup ini semakin meaningful.
Bukan hanya bagi dirinya sendiri. Tapi terlebih untuk orang lain. Ini karena keberadaan dan hidup kita di dunia ini selalu “ada-bersama-dengan-orang lain”.
Exister, c’est co-exister. Berada selalu berarti ada-bersama-sesama.
Demikian inti gagasan prinsip persekutuan (communion) menurut pemikiran filosof eksistensialis Perancis Gabriel Marcel (1889-1973). “Aku” bertemu dengan “Engkau” dan bersama-sama menjadi “Kita”.
Itu persis yang selalu dikatakan dan juga sangat diyakini oleh Gabriel Marcel sendiri. “Les circonstances et la rencontre d’autrui ne sont pas des faits contingents; ells font partie de notre être-au-monde, de notre emergence dans le monde,” demikian Marcel sebagaimana dikisahkan oleh Simone Plourde dalam buku terlengkap tentang filsafat Gabriel Marcel (Mathias Hariyadi: 1994, hlm 71).
Secara singkat, hidup manusia pada intinya terangkum dalam tiga kata penting ini: Esse est co-esse.
Sangat bertolak belakang dengan keyakinan Jean-Paul Sartre yang melihat orang lain itu sebagai objek tatapan (le regard) dan eksplotasi sehingga muncullah istilah l’enfer, c’est les autres. Neraka adalah orang lain dalam naskah drama Huis Clos.
95 tahun Pandji Wisaksana, 91 tahun Trijuani
Hari Sabtu tanggal 27 Juni 2020 ini, Pandji Wisaksana dikaruniai berkat kehidupan usia panjang. Hidupnya mencatat umur tepat 95 tahun.
Sedangkan Trijuani Pandji, isterinya, pada Juli 2020 mendatang merangkai umur genap 91 tahun.
Mencermati hidup dan semangat Pandji Wisaksana dan isterinya selama kurang lebih enam tahun terakhir ini, menjadi sangat jelas tentang gagasan (when) enough is enough dalam artian positif.
Juga prinsip hidup iman Kristiani bersemangatkan compassio dengan sesama.
Kosa kata modern sekarang ini mengenalkan istilah filantropi. Sedangkan, pada era pasca Perang Dunia II, Gabriel Marcel sering bicara konsep esse est co-esse.
Dan tahun-tahun terakhir ini, kepada penulis, Pandji Wisaksana selalu antusias bicara tentang pentingnya the spirit of personal social responsibility.
Dua dekade terakhir ini, sudah sangat lazim orang bicara tentang corporate social responsibility atau CSR. Perusahaan-perusahaan diimbau (oleh moralitas bangsa dan agama) dan diwajibkan secara hukum untuk berbagi demi sesama dan lingkungan.
Kali ini, jangkauan seruan moral esse est co-esse semakin digaungkan merambah ke wilayah pribadi masing-masing orang.
Dan tentang hal ini, Pandji Wisaksana sudah memulainya beberapa puluh tahun silam. Tanpa banyak kehebohan. Juga tanpa merasa perlu ada publikasi atas perbuatan-perbuatan baik dan menyemai semangat kebajikan ini.
Semuanya demi hidup yang purposeful. Juga menjadikan hidupnya meaningful di hadapan Tuhan dan sesama.
Bapak Pralon Indonesia
Beberapa puluh tahun silam, Pandji sendiri memberi ilustrasi nyata soal itu. Ketika Om Liem Soe Liong membutuhkan lahan luas untuk mendirikan pabrik semen di Cibinong, Pandji meminjamkan lahannya dengan sukarela dengan sohib lamanya.
Belakangan, budi baik itu “dikembalikan” oleh Anthony Salim dalam bentuk sumbangan ribuan zak semen, ketika Pak Pandji membangun sebuah gedung untuk misi pelayanan umum.
Itu hanya satu contoh episode kecil sejarah hidup dan perjalanan bisnis Pandji Wisaksana. Dari buah pikirannya yang ulet, tahun 1963, meretas hadir jenis pipa plastik yang kini lazim disebut “pralon”.
Huruf “P” pada nama PT Prakarsa Pralon itu diambil dari nama Pandji. Kosa kata baru berbunyi “pralon” ini merupakan akronim nama perusahaannya yang bernama PT Pralon Prakarsa.
Ide memproduksi pipa-pipa pralon ini melekat di hati Pandji Wisaksana, ketika menyaksikan proses produk pipa sejenis keluaran Pabrik X-Plon di Jepang. Di awal tahun 1960-an, Pandji sangat kesengsem dengan produk pipa keluaran Jepang ini. Materialnya sekuatnya pipa besi, namun tidak pernah karatan dan enteng.
Melakukan sejak muda
Tak banyak orang tahu, Pandji Wisaksana telah menyumbang ribuan pipa pralon hasil produksi pabriknya secara gratis untuk pembangunan Masjid Besar Istiqlal Jakarta. Juga menyumbang emas sebanyak dua kg untuk pembangunan puncak Tugu Monas.
Jadi, memang semangat berbagi yang kini sering disebut sebagai gerakan filantropis ini sudah dilakoni Pandji Wisaksana sejak tahun 1963. Jauh-jauh dari sebelum era pentingnya personal social responsibility semakin nyaring digaungkan banyak pihak kini.
Tentu saja, Pandji Wisaksana ikut menjadi satu pihak yang ikut menggelorakan hal itu. Juga tanpa banyak publikasi dan kepentingan show off demi selebritas sebuah nama. Melainkan ingin menjadikan hidupnya semakin meaningful bagi banyak orang.
Tak heran, atas langkahnya yang “diam-diam” sering membantu banyak pihak ini, banyak orang menaruh hormat besar pada Pandji Wisaksana. Sebuah buku testimonial hasi; kompilasi berbagai pendapat dan kesan didapat dari banyak orang terkenal di negeri ini. Buku yang penulis susun beberapa tahun silam ini diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (GPU).
Tentu menjadi bukti atas sebuah legacy Pandji Wisaksana. Juga menjadi saksi atas perjalanan sejarah hidupnya yang amat panjang dan sungguh meaningful.
Terhormat di kalangan taipan
Tak kurang berbagai pengusaha papan atas nasional ikut memberi kontribusi pendapat dan kesannya tentang apa dan bagaimana Pandji Wisaksana ini. Ketika merayakan HUT-nya yang ke-91 tahun di Ballroom Hotel Mulia Senayan tahun 2016 lalu, para taipan besar Indonesia kersa rawuh (menyediakan waktu datang) menghadiri pesta keluarga ini.
Taruhlah itu:
- Mochtar Riady (Lippo Group).
- Gunadi Sindhuwinata (Indomobil Group).
- Murdaya Poo (Berca Group).
- Soetjipto Nagaria (Summarecon).
- Dato Sri Tahir (Mayapada Group).
- Irwan Hidayat (Sido Muncul), dan masih banyak lagi yang lainnya.
Sedangkan tokoh lainnya yang juga termasuk sahabat akrab juga telah diundang yakni:
- Alim Markus (Maspion).
- Tong Djoe (pengusaha kapal).
- George MK Lee (Panin).
- Eka Tjipta Widjaja (Sinar Mas).
- The Nin King (Argo Manunggal).
- Prajogo Pangestu (Barito Pacific).
- Trihatma Kusuma Haliman (Podomoro).
- Eddie Lembong (Pharos), dan lainnya.
Tokoh panutan berbagai kalangan
Hari Sabtu tanggal 27 Juni 2020 pagi ini, sejumlah orang penting juga telah menyediakan diri mau “datang” secara online dalam pertemuan virtual yang diadakan oleh Yayasan Beasiswa Trisakti untuk merayakan ulang tahun Pandji Wisaksana.
Mereka adalah para petinggi Yayasan Trisakti dan Yayasan Beasiswa Trisakti (Harry Tjan Silalahi dan Franky Welirang), Prof Bernadette Setiadi (Yayasan Bhumiksara), Ery Seda (Yayasan Bhumiksara), Liliek Oetama (Kompas-Gramedia), Wiwiek D. Santoso (Yayasan Atma Jaya), Soetjipto Nagaria (Summarecon dan Yayasan Pahoa).
Semua undangan tersebut memberikan ucapan selamat melalui rekaman video, kecuali sambutan langsung dari Harry Tjan Silalahi mewakili tuan rumah.
Selain mereka, beberapa tokoh juga telah berkenan mengirim ucapan selamat. Yakni,
- Menkes RI Letjen TNI (Purn.) dr. Terawan Putranto.
- Prof Nina Moeloek (mantan Menkes RI).
- Basuki T. Purnama.
- Rektor Unika Atma Jaya Augustinus Prasetyantoko.
- Justian Suhandinata (Trisakti).
- Mayjen TNI (Purn) Dr. Bimo Prakoso Djanadi (Ketua Badan Pengurus Yayasan Trisakti).
- George Tahija (Tahija Foundation).
- Dr. J. Kristiadi (CSIS).
- Prof. Dr. Anak Agung Gde Agung.
- Murdaya Poo.
- Ibu Sindhunata.
Dari kalangan Hirarki Gereja Katolik ada Uskup Keuskupan Agung Palembang Mgr. Aloysius Sudarso SCJ dan Romo Prof J. Sudarminta SJ (Pengurus Yayasan Perhimpunan Sint Carolus).
Uskup Keuskupan Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo –di tengah kesibukannya– telah mengucapkan “Selamat Ulang Tahun” kepada Pandji Wisaksana dengan menelponnya secara langsung.
Jasa Pandji Wisaksana terhadap Keuskupan Agung Jakarta sangat besar. Itu antara lain dibuktikan dengan berdirinya Kolese Gonzaga dan Seminari Menengah Wacana Bhakti di Pejaten Barat, Jaksel.
Adalah Uskup KAJ waktu itu yakni Mgr. Leo Soekoto SJ yang punya gagasan untuk membangun seminari menengah sendiri di tlatah KAJ. Namun agar bisa sustainable secara finansial, Pandji Wisaksana lalu mengusulkan harus ada sekolah menengah umum dan jadilah kemudian SMA Gonzaga.
“Rapat membahas berdirinya Seminari Menengah Wacana Bhakti dan SMA Gonzaga berlangsung dua kali di rumah saya. Monsinyur Leo Soekoto berkenan hadir juga di rumah,” tutur Pandji Wisaksana kepada Sesawi.Net sekali waktu.
Nah, dalam sesi memberi ucapan selamat secara virtual Sabtu pagi tadi, ikut berpartisipasi:
- David Herman Jaya (Ketua Umum Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia).
- St. Sularto (Kompas, Yayasan Matahati, Pembina Yayasan Bhumiksara).
- Dr. Johan Hutauruk (CEO Jakarta Eye Center).
- Prof. Tjahjono Gondhowiardjo (JEC, PERDAMI).
- Willy S. Dharma (Ketua Pengurus Yayasan Lions Indonesia).
- Dr. Anwar Budiman (District Governor Lions Clubs International District 307A1).
- Juswan Tjoe (International Director Lions Club International).
Ucapan selamat ulang tahun muncul dalam bentuk iklan ucapan di media koran berbahasa Mandarin Guo Ji Ri Bao yang dimiliki pengusaha papan atas Ted Siong.
Saat dikontak Sesawi.Net beberapa hari lalu di Singapura melalui sambungan telepon, Ted mengaku akan memberi ruang luas untuk mengakomodasi ucapan selamat itu.
“Saya sendiri akan memasang iklan ucapan besar dan menulis sedikit artikel tentang Pak Pandji yang saya kagumi,” tuturnya kepada Sesawi.Net.
Hari ini tidak ada pesta seperti di tahun 2016 lalu.
Di rumahnya hanya hadir sejumlah tim teknis Trisakti yang menyiapkan tayangan secara online dan ketiga anak dan menantu pasutri Pandji Wisaksana-Trijuani.
Proficiat
Hari Sabtu ini, Pandji Wisaksana genap berusia 95 tahun. Sepanjang puluhan tahun lamanya, jejak rekam compassio Pandji Wisaksana kepada sesama juga sangat panjang.
Yang pasti, Pandji Wisaksana dan Trijuani, isterinya, telah merintis jalan hidup teramat luhur dan mulia. Baik sebagai orang beriman, sekaligus warga negara yang baik dan peduli terhadap sesamanya.
Berbuat baik demi mewujudkan semangat personal social responsibility. Ini adalah value hidup keluarga agar semakin meaningful di hadapan Tuhan dan sesama. Karena pada dasarnya, esse est co-esse.
Dan hidup yang punya purpose inilah yang menjadikan Pandji menjalani hidupnya sangat bahagia. Juga sehat, karena di usia sepuh ini masih aktif fitness dan tidak ada pantangan apa pun saat makan-minum.
Acta non verba. Dengan perbuatan, bukan kata-kata. Itulah yang dihidupi Pandji Wisaksana, ketika melakoni semangat personal social responsibility.