Senin 18 Desember 2023.
- Hak. 13:2-7,24-25a;
- Mzm. 71:3-4a,5-6ab,16-17;
- Luk. 1:5-25.
PERNAH saya dengar sebuah pernyataan berikut, “Orang yang belum melupakan kesalahan orang yang diampuninya belum sungguh-sungguh mengampuninya.”
Menurut mereka yang setuju dengan pernyataan tersebut, pengampunan yang sejati harus ditunjukkan dengan kita melupakan kesalahannya dan tidak mengungkit-ungkitnya lagi.
Meskipun banyak orang yang tidak sepenuhnya setuju dengan pernyataan itu. Maka sering kita jumpai, orang yang katanya sudah mengampuni seseorang, tetapi ketika dia disakiti lagi, dia kembali mengungkit masalah lama. Juga memojokkan orang yang menyakitinya dengan perkara yang sebelumnya dia katakan sudah dia ampuni.
Kenyataan seperti itu menunjukkan bahwa orang itu belum dengan tulus hati mengampuni.
Maka jika kita mengampuni haruslah benar-benar bahwa orang yang sudah mengampuni haruslah melupakan. Bahasa kerennya, forgive and forget.
Alangkah sedihnya jika dosa dan kesalahan kita bahkan aib hidup kita selalu diingat dan diungkit-ungkit orang lain, ketika mereka kecewa atau tersinggung dengan perilaku kita.
“Menjadi orang yang pernah salah itu tidak mudah dalam menjalani hidup ini,” kata seorang bapak. “Meski saya sudah mengubah hidupku dan membangun hidup baru, tapi seakan ada cap sebagai orang salah tidak pernah bisa hilang,” sambungnya.
“Bukan orang lain yang selalu mengingat dan tidak bisa melupakannya tetapi orang terdekat, bahkan orang yang saya sayangi seakan selalu mengungkit-ungkit,” ujarnya.
“Menanggapi perlakuan seperti itu, saya hanya diam dan berusaha fokus dengan perbaikan hidupku,” katanya. “Tidak ada gunanya saya membela diri, biarlah perbuatanku menjadi penjelasan sikap hidupku, masa lalu dan masa kini,” lanjutnya.
“Saya ingin beriman tidak hanya lisan saja, namun semoga keimanan saya tertancap di dalam hati dan menjadi dasar perilaku hidup saya,” tegasnya.
“Saya tidak ingin menyakiti orang lain dengan cara menelusuri dan mencari-cari aib orang lain, kemudian diviralkan ditengah-tengah umat,” sambungnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang.”
Campur tangan Allah itu terjadi pada para Elizabeth seorang wanita yang sedang mengalami aib karena mandul. Aib yang dialaminya sebenarnya bisa menjadi ujian bagi imannya.
Ada orang yang sangat menderita karena tidak kunjung hamil dan punya anak setelah menikah. Ia sudah berdoa terus dan berupaya secara maksimal tapi belum juga berhasil. Situasi ini bisa membuat orang menjadi frustrasi. Namun tidak demikian dengan Elizabet dan Zakaria. Mereka akhirnya mampu mempercayakan diri pada rencana Allah.
Campur tangan Allah yang membawa suka cita ini juga dapat terjadi dalam persoalan-persoalan hidup kita. Tentu hal ini menuntut kerja keras dan serta kepercayaan penuh pada kuasa Allah. Tidak ada hal yang mustahil bagi Allah.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku yakin bahwa bersama Tuhan aku bisa mengubah aib menjadi berkat ?