Minggu, 11 Februari 2024.
- Im. 13:1-2,45-46;
- Mzm. 32:1-2,5,11;
- 1Kor. 10:31-11:1;
- Mrk. 1:40-45
TIDAK ada orang di dunia ini yang ingin merasakan sakit atau terpapar virus. Semua ingin sehat sehingga bisa beraktivitas secara normal kapan pun hingga memiliki usia panjang.
Orang sakit umumnya mencari kesembuhan sesuai dengan keyakinan dan kekuatan finansialnya (keuangannya).
- Ada yang langsung pergi ke dokter. Ada yang cukup ke mantri kesehatan atau ke perawat terdekat. Ada yang ke tukang pijat.
- Ada juga yang pergi ke paranormal. Ada yang menanti sampai agak parah penyakitnya. Kepercayaan (keyakinan) seseorang terhadap pilihannya, juga ikut mempengaruhi kekuatan penyembuhan penyakitnya.
“Banyak orang yang ingin hidup sehat, tetapi mengabaikan gaya hidup sehat dengan makan makanan yang tidak sehat dan tidak pernah berolahraga,” kata seorang sahabat. “Hal tersebut yang terkadang membuat seseorang mudah jatuh sakit,” lanjutkan.
“Merasakan sakit tentu tak enak. Kesembuhan menjadi hal yang berharga saat sedang sakit,” katanya lagi. “Bahkan, tak sedikit orang yang rela mengeluarkan banyak uang agar bisa diangkat penyakitnya,” sambungnya.
“Namun tetap harus diingat bahwa menyembuhkan penyakit tidak hanya bergantung pada obat-obatan yang kita konsumsi, namun juga melalui semangat dan kemauan diri kita untuk sembuh,” ujarnya.
“Itulah yang saya alami, ketika saya mulai berani percaya dan membuang keraguan terhadap dokter, perawat, rumah sakit setelah lebih sebulan saya bolak-balik ke rumah sakit,” tegasnya.
“Penyakit kanker yang saya derita, mungkin tetap ada, tapi kini saya lebih yakin dan percaya diri, lebih sumeleh, hingga saya bisa lebih tenang, gembira dan hati tidak takut serta was-was lagi,” lanjutnya.
“Yang membuatku bangkit adalah keyakinan bahwa Tuhan pasti tahu apa yang terbaik bagiku,” tegasnya lagi.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan
tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: Aku mau, jadilah engkau tahir.”
Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir.”
Penderita kusta tak ubahnya mayat hidup. Secara jasmaniah hidup, namun dianggap mati. Lebih tepat, dimatikan masyarakatnya. Bahkan, mereka tidak diizinkan mengikuti ibadah karena dianggap tidak bersih. Dengan kata lain, penderita kusta tak pernah beribadah.
Di tengah penolakan yang keras terhadap orang kusta dari orang Yahudi. Tuhan Yesus punya sikap yang lain.
Sikap belas kasihan Tuhan Yesus merupakan dasar dari seluruh karya-Nya. Itulah isi hati Tuhan kita Yesus Kristus yang berbelas kasih ketika melihat kesengsaraan manusia, sehingga Dia hadir juga dalam dunia ini, “menyentuh” kita yang berdosa dan membebaskan kita dari belenggu dosa dan maut. Belas kasih-Nyalah yang mengalahkan segalanya.
Belajar dari orang kusta, cukup dibutuhkan kemauan dan keyakinan. Ketika Yesus mendengar permohonan dan jeritan doa dari orang yang malang. Dia lalu bergerak penuh belas kasih seperti yang dia tunjukkan kepada si kusta dan sembuhlah ia seketika.
Orang itu menyampaikan permohonannnya sambil berlutut di hadapan Yesus. Berlutut adalah ungkapan kerendahan hati. Dan permohonan yang disampaikan dengan kerendahan hati mendapat jawaban yang positif. Maka Yesus pun menjawab, “Aku mau, jadilah engkau tahir.”.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku percaya sungguh pada Tuhan Yesus bahwa Dia bisa menyembuhkan diriku dari segala penyakit?