Aman

0
Ilustrasi: Kunci pintu agar aman. (Ist)

Renungan Harian
Kamis, 10 Februari 2022
PW. St. Skolastika
Bacaan I: 1Raj. 11: 4-13
Injil: Mrk. 7: 14-30

SUATU hari, saya menerima tamu seorang anak muda, yang mengatakan bahwa dirinya berumur 35 tahun. Ia memperkenalkan diri bahwa dirinya baru pindah ke kota ini dan bekerja di sebuah perusahaan keluarga.

Setelah bercerita panjang lebar pengalaman kerjanya di berbagai daerah dan bermacam-macam bidang usaha, dia menceritakan maksud kedatangannya. Dia mengatakan bahwa dirinya ingin menjadi Katolik.

Saat saya tanya alasan dia mau menjadi Katolik, dia mengatakan bahwa bosnya dan lingkungan kerja dia semua Katolik, sehingga dia tertarik untuk menjadi Katolik.

Dia mengatakan bahwa di tempat kerja dia suasana amat Katolik; setiap mulai kerja dibuka dengan doa bersama demikian pula saat pulang kerja. Bahkan saat makan siang meski tidak selalu bersama, saat beberapa karyawan berkumpul mereka berdoa bersama sebelum makan.

Suasana itu menarik baginya, dan dari semua hanya dirinya yang tidak ikut berdoa. Anak muda itu juga mengatakan bahwa di kantor dia tidak diperlakukan berbeda, meski berbeda agama. Pun pula tidak dipaksa untuk menjadi Katolik.
 
Dalam pembicaraan lebih lanjut tentang niatnya menjadi Katolik, terungkap bahwa dia ingin menjadi Katolik lebih supaya nyaman dan aman.

Saya tidak melihat sesuatu yang lebih mendalam. Tentu ini tidak bisa menjadi alasan bagi saya untuk menolak dia menjadi Katolik.

Akan tetapi ketika saya bertanya soal agama yang sekarang dianut dan bagaimana dia menghayati agamanya sekarang, jawaban dia mengejutkan saya.

Anak muda ini sudah tiga kali berpindah agama. Dia  berpindah-pindah agama bukan pertama-tama sebuah bentuk pencarian diri tentang iman, tetapi lebih karena ingin merasa nyaman dan aman. Ketika dia tinggal di suatu tempat, dan  di mana dia bekerja terutama para pemimpinnya mayoritas beragama tertentu, maka dia mengikuti agama yang dianut mayoritas itu.

Dengan cara itu dia mendapatkan kenyamanan dan keamanan bahkan fasilitas tertentu dalam bekerja.
 
Mendengar pengalaman seperti itu, saya meminta dia untuk berpikir sungguh-sungguh tentang agama dan keyakinan.

Saya meminta dia untuk tidak mempermainkan agama dan keyakinan hanya untuk mendapatkan keuntungan material semata.

Kemudian saya menjelaskan untuk menjadi katolik harus ikut pelajaran setiap minggu satu kali selama setahun. Dia agak terkejut dengan adanya aturan harus ikut pelajaran agama.

Dia berharap bahwa dia bisa segera dibaptis dan menjadi Katolik; bahkan dia mengatakan dirinya sudah siap untuk dibaptis sekarang.
 
Mungkin pengalaman anak muda ini bukanlah satu-satunya; di mana orang beragama hanya demi kepentingan sesaat dan untuk mendapatkan rasa aman dan nyaman sesaat khususnya dalam hal materi.

Dia rela mengurbankan apa yang telah diyakininya hanya untuk pemenuhan kepentingan pribadi dan sesaat. S

ebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Kitab Raja-Raja, Salomo demi rasa aman dan nyaman dirinya berhadapan dengan isteri-isterinya mulai berpaling dari Allah yang diyakininya dan dipujinya.

“Salomo melakukan apa yang jahat di mata Tuhan, dan ia tidak dengan sepenuh hati mengikuti Tuhan, seperti Daud ayahnya.”
 

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version