Minggu, 20 Maret 2022
- Kel. 3:1-8a.13-15.
- Mzm: 103:1-2.3-4.6-7.8.11.
- 1Kor. 10:1-6.10-12.
- Luk. 13:1-9
KITA sering membicarakan kemalangan orang lain dengan mengatakan amit-amit, yang menunjukkan bahwa kemalangan itu jangan sampai menimpa kita.
Kadang pula kemalangan orang lain justru kita jadikan sumber gosip dan bahan pembicaraan yang seru dan heboh.
Kita sebarkan kekurangan orang lain, seakan-akan kita ini orang paling bersih yang tidak memerlukan pertobatan.
Inilah kesombongan rohani yang tersembunyi yang kerap kali membuat kita cepat mengadili orang lain.
“Amit-amit ya jangan sampai anak kita seperti anak pak ketua,” kata seorang ibu.
“Tidak bisa menjaga nama baik orangtua, perbuatannya seperti melempar kotoran di muka orang tuanya sendiri,” lanjut ibu itu.
“Anak pertama ketua kita tertangkap polisi, karena memakai narkoba dengan teman-temannya laki-laki dan perempuan,” urai salah seorang ibu.
“Amit-amit ya, anak perempuan berperilaku seperi itu, jangan sampailah anakku seperti itu,” sahut salah satu ibu.
“Itu bisa terjadi pada siapa pun, bahkan anak kita. Kejadian seperti ini menjadi keprihatinan kita semua,” sela salah satu ibu.
“Pak ketua kita sudah mendidik anaknya dengan baik, tetapi ini terjadi karena pergaulan dan mungkin karena bujuk rayu teman-temannya,” lanjut ibu itu.
“Kita mestinya menaruh empati kita pada ketua sekeluarga bukan malah menjadikan kejadian ini sebagai bahan gosip di setiap waktu dan setiap tempat,” sambungnya lagi dengan mantap.
“Semoga kejadian ini tidak terulang lagi, dan anak pak ketua bisa kembali kuliah serta menjadi pribadi yang baru,” ujar ibu itu.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia.”
Berbuat salah adalah manusiawi. Tetapi, terus-menerus melakukannya tanpa ada penyesalan dan kesediaan bertobat tentulah perbuatan roh jahat.
Kita perlu mendukung orang lain untuk memurnikan hidup mereka dan tidak cepat mengadili mereka.
Tidak cukup hanya menjadikan orang lain sebagai bahan gosip, namun terlebih hendaknya kita menjadi rekan untuk bangkit dari keterpurukan.
Gereja menganugerahi Sakramen Pertobatan bagi kita untuk selalu memeriksa dan membenahi diri.
Allah adalah Bapa yang Maharahim. Ia selalu memberi kesempatan bagi manusia untuk membenahi diri dan mendekati-Nya.
Yang perlu kita lakukan sebagai umat-Nya adalah bertobat dengan menggunakan kesempatan yang selalu dicurahkan Tuhan bagi kita.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku menggunakan kesempatan yang diberikan Tuhan untuk membangun hidup yang lebih baik?