“Anak-anak sekolah dasar (SD) sekarang sudah banyak membawa ponsel. Anak seusia mereka sebenarnya buat apa membawa ponsel? Orang tuanya justru yang salah kalau menuruti kemauan anak seperti itu,” katanya, di Semarang, Rabu.
Ia mengakui, banyak orang tua yang beralasan memberikan anaknya ponsel agar memudahkan dalam berkomunikasi, mengecek keberadaan si anak, namun sebenarnya alasan itu menunjukkan jalinan komunikasi tak terjalin baik.
Sebab, kata dia, pemberian ponsel bagi anak-anak yang belum waktunya justru membawa pengaruh buruk, seperti terganggunya konsentrasi belajar dengan “game-game” di ponsel, apalagi ponsel canggih yang fiturnya sangat lengkap.
“Ponsel-ponsel canggih dengan fitur lengkap tentu akan menggoda anak untuk keasyikan bermain. Ini tentunya membuat konsentrasi belajar anak menjadi terganggu,” kata Wakil Rektor III Unika Soegijapranata Semarang itu.
Ferdinand menjelaskan, usia anak-anak dan remaja merupakan masa eksplorasi ketika mereka selalu ingin mencari tahu dan akan cenderung memanfaatkan alat yang dimiliki, seperti ponsel dengan fitur-fiturnya yang menggoda.
Namun, kata dia, dampak negatif paling besar dari pemberian ponsel pada anak yang belum waktunya sebenarnya membudayakan sikap konsumerisme terhadap anak, sebab seluruh kemauan anak selalu dituruti tanpa melihat kebutuhan.
“Orang tua selalu membelikan anaknya setiap ada ponsel keluaran terbaru, takut merasa anaknya tidak percaya diri jika tidak mengikuti mode ponsel terbaru. Uniknya, banyak orang tua justru bangga melakukan ini,” katanya.
Padahal, kata dia, secara tidak sadar orang tua turut mendidik budaya konsumerisme terhadap anak, sebab orang tua yang membentuk konsepsi anak, termasuk perasaan tidak percaya diri jika tidak mengikuti mode ponsel.
Karena itu, ia mendukung langkah banyak sekolah yang melarang siswanya membawa ponsel di lingkungan sekolah, terutama saat berlangsung pelajaran di kelas, mulai jenjang SD sampai jenjang sekolah menengah atas (SMA).
Orangtua protes
Masih seputar ponsel di sekolah, beberapa waktu lalu sempat terjadi orang tua seorang mantan siswi SMP Perdana Semarang memprotes sekolah gara-gara menyita ponsel yang kedapatan dibawa anaknya saat kegiatan esktrakurikuler.
Orang tua memprotes sekolah karena tidak mau mengembalikan ponsel yang disita, bahkan menyatakan akan dikembalikan setelah siswi itu lulus atau memilih pindah sekolah. Mereka kemudian memindahkan anaknya ke sekolah lain.
Menyikapi hal itu, Ferdinand mengatakan, sekolah memang harus tegas mengatur tata tertib, termasuk soal larangan membawa ponsel, namun jangan sampai otoriter, melainkan tetap menjalin komunikasi secara baik dengan orang tua.
“Sekolah harus berdialog dengan orang tua tentang larangan membawa ponsel, solusinya dicari, misalnya bagaimana nanti orang tua berkomunikasi dengan anaknya. Kalau perlu sekolah beri nomor telepon guru yang mudah dihubungi,” katanya.