![Mengajari anak berdoa sejak kecil adalah tugas mulia setiap orangtua Katolik dalam keluarga. (FX Juli Pramana](https://www.sesawi.net/wp-content/uploads/2021/03/WhatsApp-Image-2021-03-12-at-15.58.34.jpeg)
BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.
Jumat, 28 Januari 2022.
Tema: Pertumbuhan.
Bacaan
- 2 Sam. 11: 1-4, 5-10a, 13-17.
- Mrk. 4: 26-34
“ROMO, saya merasa pertumbuhan iman saya mandek. Doa-doa semakin kering. Akhir-akhir ini tidak betah berdoa agak lama. Kurang khusyuk,” keluh seorang umat paroki.
“Apa sedang punya beban pikiran berat?”
“Tidak juga. Biasa saja. Rasanya agak malas aja.
“Ada yang mengganjal di hati? Atau sedang punya pekerjaan yang membutuhkan banyak konsentrasi? Sampai kelelahan?”
“Rasanya tidak.”
“Apa yang dirasakan?”
“Kadang ada kecenderungan menunda waktu doa. Saya berdoa pada waktu dan jam tertentu. Ini sudah menjadi kebiasaan. Sudah sejak lama dan itu telah menjadi bagian dari hidup saya. Bukan lagi sebagai kegiatan rutin.
Saya sadar. Saya harus mempunyai relasi yang intim dengan Tuhan. Saya pun mengajak seisi rumah untuk berdoa,” jelasnya.
“Apakah dengan waktu dan cara yang sama juga?”
“Iya. Saya sedikit memaksa.”
“Apakah mereka gembira mematuhinya?”
“Kadang mereka tidak bisa dengan berbagai alasan.”
“Apakah ini merupakan sebuah kesepakatan bersama? Bahkan diinginkan bersama demi keluarga yang didambakan?”
“Iya. Rasanya sudah menjadi keputusan bersama. Kendati tidak bulat. Anak-anak sedikit keberatan, tapi tidak berani menyanggah. Apalagi, doanya juga tidak lama.
Saya hanya meminta, setiap pagi -setelah ekaristi harian- rumah harus dalam suasana doa.
Setengah jam dan tidak ada pergerakan atau kegiatan apa pun di rumah.
Saya meminta mereka jangan di kamar tidur. Ada yang duduk di ruang tamu. Ada yang di teras belakang. Ada juga di taman belakang.
Anak kami tiga,” jelasnya.
“Apakah keburu waktunya. Kan harus sekolah?”
“Itu pasti sudah kami perhitungkan.”
“Apakah mereka melakukannya dengan gembira?”
“Kadang mereka tidak melakukan. Dan itu yang membuat saya agak jengkel atau marah.”
“Kenapa?”
“Kadang mereka tidak mengerti yang saya maksud. Kami ingin membuat suasana rumah di pagi hari adalah suasana doa. Membiarkan Tuhan hadir di dalam diri kami masing-masing.
Saya percaya bahwa awal hari yang diisi dengan persekutuan dengan Tuhan akan membuat hari itu penuh dengan kesadaran dan penyertaan Tuhan?
“Apakah itu mengganggu hidupmu?”
“Iya Romo. Mereka kurang komitmen. Kurang menyadari arti pentingnya Tuhan di dalam hidup mereka,” jawabnya.
“Apa itu satu-satunya ekspresi?”
“Bagi saya, iya. Dengan sadar menyediakan waktu untuk Tuhan di awal pagi.”
“Kalau itu malah membuat hatimu galau. Doamu kacau. Suasana rumah agak sedikit perang dingin. Apakah ini tidak terbalik dengan apa yang kalian harapkan? Doa malah menjadi beban batin,” kataku mengoreksi.
“Saya sudah mengatakan itu kepada keluarga. Mereka diam saja.
Dan akhir-akhir ini pikiran saya terganggu. Ada kecenderungan untuk jengkel bahkan marah.
Saya tidak meminta apa-apa. Saya bekerja keras untuk mereka. Saya hanya minta waktu doa bersama setengah jam saja. Setiap pagi.”
“Saya kira untuk mengenyam kebahagiaan harus ada komitmen bersama. Tetapi mungkin ekspresi dan waktu bisa berbeda.
Milikililah hati yang terbuka untuk mengerti. Batin yang legowo untuk menerima, walau ada celah keadaan yang tidak ideal, tak seperti yang diinginkan,” kataku menjelaskan.
“Yang penting aku berkomitmen dengan keputusan. Aku melakukan tanpa ada atau tidak adannya dukungan dari siapa pun.
Tak peduli suasana apa pun. Aku tetap berdoa.
Bukan sebagai rutinitas yang harus dilakukan. Atau komitmen bersama yang wajib dijalankan.
Doa, sebuah ungkapan syukur bahwa Ia mencintai, menyertai dan telah menebus aku,” jelasku.
“Jadi bagaimana saya mengatasinya?”
“Berilah kebebasan mengatur waktunya. Sarankan mereka. Memberi kesempatan pagi hari merupakan langkah pertama yang baik. Dan itu akan mewarnai suasana dan keadaan rumah sepanjang hari,” ungkapku.
“Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan pengertian mereka.” ay 33.
Tuhan, Engkaulah kerinduan kami. Amin.