BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.
Senin, 7 Februari 2022.
Tema: Anugerah kesembuhan.
Bacaan.
- 1 Raj. 8: 1-7, 9-13.
- Mrk. 6: 53-56.
ADA saat di mana penyakit masih dikaitkan dengan dosa. Walaupun sebenarnya tidak secara otomatis ada hubungannya.
Ada saat pula orang gampang menghubung- hubungkannya, padahal belum tentu harus terhubung.
Di mana letak ketidak hati-hatian dalam menilai? Cara pandang dan cara keberagamaan yang dihayatinya kadang tidak seimbang. Ikut-ikutan saja kata orang.
Saat ini pun terkesan banyak orang bicara soal dosa dan kuasa jahat. Setan alias iblis.
Memang ada dan dicatat dalam Kitab Suci.
- Bukankah iman kita telah mengalahkannya? Kendati senantiada waspada, hati-hati dan tidak sembrono dalam hidup.
- Bukankah kita anak-anak Tuhan?
- Bukankah lebih baik menjadi anak Tuhan dalam kenyataan?
Perantara kita hanya satu yakni Yesus Kristus, Tuhan. Bukan yang lain.
“Romo anak saya itu akhir-akhir ini sering ngamuk-ngamuk. Kesetanan. Sudah kemasukan roh jahat. Iblis.
Tersinggung sedikit saja, marahnya setengah mati. Kata-katanya tidak menyenangkan. Tidak menunjukkan bahwa dia seorang anak. Tidak menyadari, kalau ia berkata-kata begitu dengan orangtuanya sendiri,” kata umat.
“Bagaimana dia mengamuk?”
“Ya begitulah Romo. Dia seakan-akan punya kekuatan dan keberanian melawan. Kalau ditanggapi. Dia semakin nafsu untuk marah dan tak mau kalah. Egonya besar. Tidak mau pernah salah dan mengalah,” jelasnya.
“Tapi masih mau makan?”
“Masih Romo seperti biasa. Bahkan kalau kami beli makanan yang enak, dia selalu ambil duluan dan banyak. Kalau diberitahu, marah. Tindakannya malah sebaliknya. Tidak mau mengambil makanan seharian dan ngerem di kamar. Di dalam kamar berteriak-teriak,” kisahnya.
“Merusak sesuatu tidak?”
“Tidak Romo. Saya sudah tidak bisa apa-apa lagi. Betul, sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Saya sudah lelah mendampingi. Saya sudah capek. Saya tidak tahu lagi harus berbuat apa apa.
Dengan bapaknya saja, dia melawan. Pernah suatu ketika bapaknya tidak bisa menahan, lalu memukul anak.
Bukannya anak ini sadar atas kesalahan bahkan lebih dari itu dia memukul kembali bapaknya berkali-kali dengan keras.
Saya mencoba melerai, malah dia berteriak dan memukul saya,” jelasnya memelas.
“Lalu apa yang terjadi?”
“Bapaknya tidak bisa terima. Anaknya dipukul lalu diikat. Dibawa ke kamar mandi dan disiram air sampai anak kedinginan.
Saya mencoba menenangkan bapaknya anak-anak. Anak memang agak diam.
Saya memandikannya. Dia malah ketawa ketawa. Setelah itu dia masuk kamar. Seharian tidak keluar dan tidak mau makan.
Saya khawatir hal ini akan terulang kembali. Bapaknya memutuskan untuk mengirim anaknya ke rumah sakit gangguan jiwa.
Datang dan doakanlah Mo. Jangan-jangan dia kerasukan iblis,” kisah ibu yang putus asa.
“Coba agak dibaikin dulu. Ciptakan suasana yang membuat dia nyaman dan aman. Terlindungi dan merasa disayang. Tumpahkan perhatian lebih banyak lagi. Dan, setelah suasana kondusif, bawalah ke psikiater.
Nanti kita amati dan dengarkan dulu apa yang ia nasihati,” imbauanku.
“Pasti dia tidak mau. Kami, seisi rumah, sudah menganggap dia agak gila. Kami sepakat dirawat saja di rumah sakit gangguan jiwa,” jawabnya.
“Kalau begitu pas makan bersama, ajaklah psikiater itu ke rumah dan makan bersama. Mereka dapat melihat gejala-gejala awal kalau memang ada sesuatu yang mengganggu kejiwaannya,” ajakanku.
“Oh, begitu ya,” responnya.
“Dan buanglah cap atau kesan bahwa ia kerasukan setan atau agak gila. Jangan terburu-buru menilai hanya karena dia berperilaku agak aneh,” ajakku.
“Baiklah, tapi tetap kami mohon Romo mau datang ke rumah dan mendoakan kami,” pintanya.
“Di Genesaret, kemana pun Ia pergi, ke desa desa, ke kota kota, atau ke kampung-kampung, orang meletakkan orang-orang sakit di pasar dan memohon kepada-Nya, supaya mereka diperkenankan hanya menjamah jumbai jubah-Nya saja. Dan semua orang yang menjamah-Nya menjadi sembuh.” ay 56.
Tuhan, bantu dan ajari aku untuk percaya akan Kuasa Kasih-Mu. Amin.