Home BERITA “Anak yang Hilang”, Kisah Keberhasilan Anak Panti Asuhan St. Angela Delitua (1)

“Anak yang Hilang”, Kisah Keberhasilan Anak Panti Asuhan St. Angela Delitua (1)

0
Tembang dan tarian khas Tapanuli membuka pementasan seni drama teater berjudul "Anak yang Hilang" di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismal di Kuningan - Jaksel, Sabtu 6 Januari 2018 lalu. Di sini, ana-anak "Rumah Keberhasilan" Panti Asuhan St. Angela dari Delitua - Medan unjuk kebolehan bermain drama bersama mitranya dari Jakarta: Teater Katak dan EfforD. (Mathias Hariyadi)

“IL n’y a rien en dehors du texte.” Ini adalah sesanti terkenal hasil pikiran Jacques Derrida (1930-2004), filosof Perancis berdarah Yahudi kelahiran Aljazair – sang pencetus Dekonstruksionisme. Terjemahan bebasnya kurang lebih begini: “Tidak ada makna di luar konteks sebuah teks.”

Sudah barang tentu, Sr. Bernadette Saragih FSE tidak bermaksud membeberkan teori filsafat Dekonstruksionisme besutan Derrida tersebut. Namun, ketika suster biarawati anggota Kongregasi Fransiskanes St. Elisabeth (FSE) ini mulai bicara tentang filosofi karya FSE dalam mengelola Panti Asuhan St. Angela, maka cara pikir Dekonstruksionisme tersebut sebenarnya tengah dipraktikkan.

Aneka tarian khas Tapanuli mengisi awal pementasan dan rehat tanpa jeda di pertunjukan seni teater berjudul “Anak yang Hilang”. (Mathias Hariyadi)

Alih-alih tak ingin menyebut Panti Asuhan St. Angela di Delitua yang lokasinya tak jauh dari Bandara Internasional Kuala Namu –Medan ini sebagai ‘asrama penitipan anak-anak asuh’, sebutan yang kesannya membawa atmosfir peyoratif-negatif. Sebaliknya, Sr. Bernadette Saragih FSE dengan tegas menyebut Panti Asuhan St. Angela yang dia bina dan rawat itu sebagai “Rumah Keberhasilan”.

Lalu, dimana logikanya?

Kedewasaan dan kemandirian pribadi

Sr. Bernadette Saragih FSE ini dengan amat percaya diri menyebutkan, salah satu program unggulan yang selalu digaungkan oleh manajemen Panti Asuhan (PA) St. Angela di Delitua – Medan ini adalah upaya serius ‘membentuk’ anak-anak di PA sebagai pribadi-pribadi ‘baru’ yang dewasa dan mandiri.

Setelah bertahun-tahun mengurusi korban illegal human trafficking di Pulau Batam dan kemudian di Medan, kini Sr. Bernadette Saragih FSE mendapat tugas untuk merawat martabat manusia -ciptaan Tuhan– di “Rumah Keberhasilan” Panti Asuhan St. Angela di Delitua, Medan, Sumut. (Mathias Hariyadi)

Disebut ‘baru’, karena di PA St. Angela inilah mereka akan mengalami proses formatio (pembentukan dan pembinaan karakter) yang lama dan intensif dengan objektif akhir adalah menjadikan masing-masing anak PA itu sebagai pribadi-pribadi yang dewasa, matang, mandiri.

Filosofi tata kelola PA St. Angela di Delitua –Medan ini sepertinya mengadopsi kebenaran hakiki atas proses alami – sebuah keniscayaan hidup manusia – yakni proses ‘menjadi orang’ (baca: pribadi).

Karena itu, Sr. Bernadette Saragih FSE lalu meyakini  hal ini: tugas dan tanggungjawab yang telah diberikan Kongregasi FSE kepadanya untuk mengelola PA St. Angela itu itu merupakan sebuah pekerjaan sangat terhormat dan mulia.

Sungguh sebuah spiritualitas Fransiskan yang membumi: merawat kehidupan anak-anak titipan Tuhan.

Bagaimana tidak mau menyebut pendidikan anak-anak di PA itu sangat luhur, ketika yang dia lakukan bersama-sama para suster kolega FSE lainnya itu adalah proses ‘menjadikan’ anak-anak PA agar di kemudian hari bisa berkembang menjadi pribadi-pribadi yang dewasa, matang, dan mandiri.

Keyakinan iman seperti ini sudah mengakar dalam-dalam pada diri Sr. Bernadette Saragih FSE. Betapa tidak. Suster Fransiskanes St. Elisabeth Medan ini pada  tahun-tahun sebelumnya telah malang-melintang di kegiatan dan program menyelamatkan korban-korban illegal human trafficking; mula-mula di Batam dan kemudian di Medan.

“Sekarang ini, saya fokus mengurusi PA St. Angela. Ini sama-sama pekerjaan menjadikan orang lebih manusiawi dan bermartabat di mata sesama, di masyarakat, dan di hadapan Tuhan,” ungkapnya sekali waktu saat bicara hati ke hati dengan Sesawi.Net.

Aneka tarian dan lagu khas Tapanuli mengisi awal pementasan seni drama teater berjudul “Anak yang Hilang” di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail di Jl. Rasuna Said -Kuningan, Jaksel. (Mathias Hariyadi)

Bukti nyata

Melihat itu semua, maka tidak berlebihan meletakkan acara pentas drama teater berjudul Anak yang Hilang itu sebagai bukti nyata atas keyakinan tersebut. Drama musikal dengan pendekatan karikatural ini mengadopsi kisah biblis tentang “Perumpamaan Si Anak Hilang” (Luk 15:11-32).

Dua sesi pentas teater ini sukses meraup decak kagum penonton di Gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI) di Jl. Rasuna Said – Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu tanggal 6 Januari 2018 lalu. Sehari sebelumnya, satu sesi pentas digelar untuk kelompok terbatas.

Dalam pementasan yang baru pertama kalinya terjadi di Jakarta ini, anak-anak asuh anggota Teater Angela dari PA St. Angela di Delitua – Medan ini lalu menggandeng Teater Katak yang kemudian menggamit  EforD (singkatan dari ‘Everything for the Lord’) sebagai mitranya beraksi di panggung pentas Jakarta.

Jalan lapang anak-anak ‘udik’ dari Delitua sehingga bisa manggung di Jakarta ini terbuka berkat kerja keras tim duo Yosephine Fransisca “Nata” Vina dan Hidayati “Arta” Rini. Keduanya berperan sebagai aktor di balik kegiatan fund-raising.

Kain ulos dari Sr. Bernadette Saragih FSE untuk sutradara Venantius Vladimir Ivan dan isterinya Edith Liu. Di luar panggung, Arta menjadi aktor di balik kegiatan fund raising bersama Nata, sementara di panggung ia menjadi MC. (Mathias Hariyadi)

Sementara, peran penting lainnya telah dimainkan oleh Venantius Vladimir Ivan SH MH. Bapak muda yang enerjik dan berrambut gondrong ini mengemas kisah perumpamaan biblis tersebut sebagai bahan dasar untuk penulisan naskah drama teater dan lalu mementaskannya di atas panggung Ibukota.

Bersama Vladimir, anak-anak muda Generasi Millenial Jakarta ikut didapuk terlibat memproduksi pentas teater dengan konsep karikatural ini. Maka, pentas teater berjudul Anak yang Hilang di PPHUI itu layak disebut hasil kerjasama dan sinergitas yang apik.

Pentas itu berhasil memboyong tiga kelompok pecinta seni teater yang berbeda lokasi,  namun bersemangat sama untuk bisa bersinergi dalam proses kreatif.

Tarian modern kaum urban ikut mengisi panggung pertunjukan drama teater berjudul “Anak yang Hilang”. (Mathias Hariyadi)

Ketiga elemen itu adalah Teater Angela dari “Rumah Keberhasilan” PA St. Angela dari Delitua – Medan, Teater Katak yang kemudian menggandeng EforD –keduanya dari Jakarta.

Pentas teater Anak yang Hilang ini menjadi bukti nyata atas keberhasilan Sr. Bernadette Saragih FSE menjadikan ‘anak-anak titipan’ di PA St. Angela Delitua ini sebagai pribadi-pribadi yang dewasa, matang, mandiri, dan kreatif.

Dengan demikian, sah sudah menyebut PA St. Angela Delitua ini sebagai “Rumah Keberhasilan”. (Berlanjut)

Delitua di Medan dan Ibukota Jakarta adalah dua ‘dunia sosial’ yang berbeda. (Mathias Hariyadi)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version