Aturan vs Kemurahan Hati

0
Ilustrasi (Ist)

Puncta 19.07.24
Jum’at Biasa XV
Matius 12: 1-8

BEBERAPA umat sering bertanya, “Romo, apakah boleh kami menikah pada masa Adven atau Prapaskah?” Ada lagi umat yang mengeluh, “Kami tidak diizinkan menikah pada masa Adven.”

Ada pastor yang dengan galaknya mengatakan, “Pokoknya tidak boleh ada pesta-pesta perkawinan pada masa Adven dan Prapaskah. Ini adalah aturan Gereja. Titik.”

Umat mengalami kebingungan karena di paroki atau keuskupan lain ada yang diperbolehkan mengadakan penerimaan Sakramen Perkawinan pada masa Adven atau Prapaskah.

Kanon 213 secara eksplisit menyatakan bahwa adalah hak umat beriman kristiani (ius est christifidelibus) untuk menerima dari para gembala suci bantuan rohani yang berasal dari harta spiritual Gereja; terutama dari Sabda Allah dan sakramen-sakramen.

Lebih lanjut dalam Kanon 843, §1 ditegaskan bahwa pelayan suci tidak dapat menolak (denegare non possunt) pelayanan sakramen-sakramen kepada orang yang memintannya secara wajar, berdisposisi yang semestinya, serta tidak terhalang oleh hukum untuk menerimannya.

Dalam dokumen Paschalis Solemnitatis dinyatakan secara eksplisit bahwa ada dua hari yang tidak diperbolehkan untuk merayakan sakramen perkawinan, yakni Jumat Agung dan Sabtu Suci: Pada Jumat Suci, semua perayaan sakramen dilarang, kecuali Sakramen Rekonsiliasi dan Pengurapan Minyak Suci. Pada Sabtu Suci, perayaan perkawinan dilarang.

Jadi sebetulnya hanya pada dua hari itu saja waktu penerimaan penerimaan sakramen perkawinan dilarang.

Berdasarkan dokumen Paschalis Sollemnitatis, umat tidak dilarang untuk menikah pada Masa Prapaskah dan Masa Adven, kecuali Jumat Agung dan Sabtu Suci.

Dalam Injil hari ini, orang-orang Farisi mempermasalahkan murid-murid Yesus yang memetik gandum pada hari sabat. Melihat itu, berkatalah orang-orang Farisi kepada-Nya: “Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada Hari Sabat.”

Yesus menjawab, “Tidakkah kamu baca dalam Kitab Taurat, bahwa pada Hari-hari Sabat, imam-imam melanggar Hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah? Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah.”

Marilah kita lebih menekankan belaskasihan dan kemurahan hati bukan aturan-aturan yang menghambat atau mempersulit orang.

Jangan menambahi beban-beban yang sulit kepada umat. Apa yg mudah janganlah dipersulit dan diperberat dengan macam-macam kepentingan pribadi.

Di sawah banyak burung pipit,
Dikejar-kejar burung garuda.
Apa yang mudah jangan dipersulit,
Belaskasih di atas segalanya.

Cawas, utamakan belaskasihan
Rm. A. Joko Purwanto, Pr.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version