Sabtu, 3 September 2022
- 1Kor. 4:6b-15.
- Mzm. 145:17-18,19-20,21.
- Luk. 6:1-5.
JANGAN biarkan aturan membelenggu hati nurani, belas kasih dan cinta kita kepada Allah dan sesama.
Ikatlah aturan dengan cinta dan belas kasihan, supaya kita bisa melihat jejak Kristus.
Kita bisa merasakan kasih Yesus dan kita bisa hidup dalam semangat dan keutamaan kristiani.
Kita bisa menjadi pribadi yang kaku, egois, sombong, cepat marah dan cepat mempersalahkan orang lain, bahkan bisa mengendalikan aturan hanya demi kepentingan diri sendiri, manakala kita tidak mengalami pengalaman dicintai.
Tuhan menarik kita untuk keluar dari kekakuan dalam melakukan aturan bila aturan itu menjauhkan kita dari kasih kepada Allah dan sesama. Jika aturan justru mengerdilkan semangat berbelas kasih.
Seorang ibu mesyeringkan tentang rasa lelahnya menghadapi mertua yang sangat ketat dan keras terhadap dirinya dan anaknya.
“Jika tidak karena cinta pada suami dan anak, saya pasti sudah meninggalkan rumah,” katanya.
“Kami dengan senang hati dan penuh keterbukaan mau tinggal bersamanya sejak ayah mertua kami meninggal, supaya kami menjaga dan merawat ibu mertua, maka kami tinggal serumah,” sambungnya.
“Namun dalam perjalanan waktu ibu mertuaku sangat dominan dan mau mengatur segala sesuatu di rumah itu,” ujarnya.
“Ibu mertua sering membuat aturan, sesuai dengan maunya sendiri, hingga membuatku dan anakku lelah dan sangat terpaksa menjalani hidup bersama,” tuturnya.
“Terasa ada beban, dengan perasaan takut, tidak bebas. Bahkan terkadang ibu mertua menuntut kami mengikuti aturan sampai sedetil mungkin; dan berpikir semuanya itu demi kebaikan bersama, padahal sebaliknya,” paparnya.
“Hingga akhirnya suamiku sendiri yang bicara dengan ibunya bahwa jika kami tidak bisa mengikuti aturan yang dibuatnya,” ujarnya.
“Jika ibu memaksa harus ikut aturan, kami akan keluar rumah dan meninggalkan ibu,” lanjutnya.
“Suamiku mengajak ibu berpikir kembali, aturan itu demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan bersamam, atau semata demi aturan itu sendiri yang ternyata cuma menjadi beban, membelenggu dan tidak membebaskan,” tegasnya.
“Ibu merasa terpukul dan sedih, jika niat dia yang dibungkus dalam aturan itu ternyata malah membelenggu orang lain,” paparnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
Tetapi beberapa orang Farisi berkata: “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada Hari Sabat?”
Lalu Yesus menjawab mereka: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar.”
Aturan dan hukum itu dibuat untuk menyelamatkan jiwa manusia bukan untuk menyiksa dan membelenggu serta menghapus sukacita hidup.
Maka aturan yang baik itu harus berlandaskan cintakasih dan demi cinta kasih, demi kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.
Dengan demikian, hukum atau aturan sungguh membebaskan dan menyelamatkan manusia.
Bagi Yesus, kepedulian dan menjadi berkat untuk sesama itu jauh lebih penting untuk dilakukan daripada aturan-aturan atau tradisi kesalehan agamawi.
Bukti ketaatan dan kasih kepada Allah bukan ditunjukkan dengan seberapa banyak aturan agama yang kita lakukan. Jika kita tidak mengasihi sesama, sia-sialah semuanya itu.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku tidak memanipulasi aturan demi kepentingan pribadiku?