NAMANYA adalah Avigan. Obat pabrikan Jepang. Gunanya untuk membasmi coronavirus (Covid-19) yang kini sudah menjadi “wabah global” di seluruh dunia.
Akibatnya, WHO (Badan Kesehatan Dunia) resmi menyatakan dunia tengah mengalami pandemi. Artinya, wabah penyakit terjadi secara “internasional”. Ada di mana-mana pada saat berbarengan dengan jumlah kasus plus jumlah korban meninggal dunia banyak.
Avigan ini obat hasil pabrikan Jepang ini konon diklaim Pemerintah Tiongkok sebagai obat paling joss gandhos untuk membasmi coronavirus.
Ini setidaknya yang muncul dalam laporan berbagai media massa internasional terbitan Jepang dan kawasan Asia Timur seperti Nikkei Asian Review dan CNBC.
Tiongkok bahkan mengklaim telah melakukan serangkaian uji coba klinis terhadap Avigan produksi Fujifilm Holdings di Jepang.
Nama dagang dan nama generik
Avigan adalah nama merek dagangnya. Sementara, favipiravir adalah nama generiknya.
Yang mengembangkan Avigan ini adalah Fujifilm Toyama Chemical, anak perusahaan Fujifilm Holdings.
“Hasilnya aman dan tampaknya berdampak positif,” demikian Zang Ximin, Direktur Kementerian Ilmu Pengetahuan Bidang Pengembangan Bioteknologi dalam konperensi pers di Ibukota Beijing, hari Rabu pagi waktu Tiongkok sebagaimana kemudian dikutip oleh harian Nikkei Asian Review.
Menurut laporan media Negeri Matahari Terbit ini, proses pengembangan obat anti coronavirus bernama Avigan atau favipiravir sudah mulai dirintis sejak tahun 2014 lalu.
Obat ini juga sudah diujicobakan pada sejumlah pasien terpapar Covid-19 di Jepang sejak Februari 2020 lalu.
Karena pengumuman ini, saham Fujifilm sampai melonjak 14,4 % di pasar saham di Tokyo pada waktu petang hari ini. Esok paginya, pasar saham sementara distop sembari menunggu “kabar baik” yang sedang terjadi di Beijing.
Ujicoba di Wuhan dan Shenzen
Media Jepang melaporkan dan mengutip pejabat Tiongkok, Avigan sebenarnya sudah diujicobakan paling tidak pada 200-an pasien penderita Covid di dua kota berbeda. Sejumlah rumah sakit di Wuhan dan Shenzhen menjadi lokasi rujukannya.
Hasilnya tokcer. Sejumlah pasien yang mengaku diri menjadi “kelinci percobaan” ini merasa dirinya kembali sehat. Gejala pneumonia (ada cairan di rongga paru-paru) mulai berkurang dan tes covid-19 merujuk pada hasil neatif.
Menurut Zhang Ximin, konsumsi Avigan setidaknya harus berlangsung selama empat hari berturut-turut dan barulah kemudian hasil tokcer itu muncul.
Sejauh ini, kata Zhang Ximin, belum ada dampak negatif muncul.
Sejumlah pasien di RS Wuhan konon bisa sembuh hanya dua hari setelah mengkonsumsi Avigan ini. Gejala batuk-batuk juga berkurang sejak 4-6 hari mengkonsumsi obat baru ini.
Ini lebih awal dibanding mereka yang tidak “mau” mengkonsumsi dan juga sembuh lantaran daya tahan tubuhnya kembali membaik.
Reaksi berbeda
Lain di Tiongkok, lain pula di Jepang.
Respon sangat positif terjadi di Negeri Panda. Sedangkan di Negeri Matahari Terbit, responnya justru negatif. Masih sangat Jeblok.
Meski sudah mendapat lisensi produksi sejak tahun 2014, namun obat itu baru boleh dikonsumsi umum kalau Otoritas Kesehatan di Jepang resmi memakainya untuk “melawan” penyakit flu “jenis anyar”.
Hasil studi farmasi di Jepang, konon kabarnya menurut Nikkei Asian Review, bisa mempengaruhi nyawa janin manusia atau mengalami cacat. Dampak pengaruh ini bisa ditransfer dari lelaki ke isterinya melalui cairan air mani.
Otoritas Korsel hingga saat ini juga enggan mengimpor obat baru produk negeri jirannya. Kantor Berita Korea Yonhap menuturkan hingga saat ini belum ada hasil uji klinis memadai.
Hingga berita ini muncu ke permukaan di Tiongkok hari Rabu ini, belum jelas betul bagaimana nantinya prosedur impornya ke Tiongkok yang sudah menyambut positif.
Menurut jubir Fujifilm Holdings, pihaknya tidak “tahu-menahu” perihal uji klinis yang dilakukan Tiongkok.
Namun ia mengakui pihaknya memang pernah meneken kontrak tentang produksi Avigan dengan Zhejian Hisun Pharmaceutical pada tahun 2016 lalu. Namun kontrak dagang itu kemudian dianulir tahun 2019.
Meski demikian, kata dia, Jepang dan Tiongkok masih tetap “berhubungan baik”.
Pihak Beijing mengklaim telah menerima hak untuk boleh memproduksi “barang istimewa” pembunu virus corona ini sejak Februari 2020 lalu.
Namun sayangnya pihak Jepang mengatakan, hak paten produksinya tetap ada di Jepang dan hak produksi di Tiongkok sudah kedaluwarsa tahun lalu.
Mungkin karena telah “kehilangan” hak paten yang sudah kedaluwarsa itu, Tiongkok kini mencoba memproduksi sendiri menurut rumus kimia dasarnya secara generik.
Uji klinis di Jepang juga sudah dilakukan sejak Maret 2020 lalu dan hasil uji klinis di sejumlah rumah sakit di Jepang itu akan muncul tidak lama lagi.
Tidak perlu menunggu waktu berbulan-bulan.
Sumber: Nikkei Asian Review