Puncta 19.11.22
Sabtu Biasa XXXIII
Lukas 20: 27-40
BELUM lama ini beredar video viral yang mengabarkan seorang pria dari Bogor yang meninggal kemudian hidup lagi.
Terlihat seorang pria tergeletak di peti mati kemudian “hidup kembali.” Peristiwa orang “mati suri” itu beredar luas di tengah masyarakat.
Polisi sedang menyelidiki pria bersama isterinya. Polisi sedang mendalami peristiwa US, pria yang dinarasikan sempat meninggal lalu hidup kembali.
Polisi juga menelusuri terkait dengan modus yang dilakukannya untuk menghindari utang.
“Sedang kami dalami terkait dengan utang atau yang menagih utang tersebut,” kata Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin.
Iman mendapat info dari sopir ambulans yang mengantar bahwa isteri US sempat bercerita mengenai utang yang melilitnya, termasuk terhadap sejumlah orang yang menagihnya.
Mungkin untuk menghindari utang-piutang yang cukup banyak, dan menjauhi para penagih, suami-isteri itu merekayasa kematian.
Bisa jadi orang itu punya anggapan, kalau sudah meninggal tidak akan dikejar-kejar penagih hutang. Di alam sana semua serba baru dan beda. Di dunia hidup sengsara, di alam sana hidup bahagia. Di dunia banyak hutang, di sana bebas dari segala hutang.
Dalam Injil, orang-orang Saduki yang tidak mengakui adanya kebangkitan bertanya kepada Yesus tentang hidup orang-orang di alam keabadian.
Mereka mengajukan kasus seorang isteri yang menikahi tujuh laki-laki secara berurutan, karena suaminya meninggal satu per satu.
Pertanyaan orang Saduki itu, siapakah suami dari sang isteri itu di dalam kehidupan kekal nanti karena mereka telah menjadi suaminya?
Yesus menjawab, “Orang dunia ini kawin dan dikawinkan, tetapi orang yang dianggap layak mendapat bagian dalam dunia yang lain itu, dan dalam kebangkitan dari antara orang mati tidak kawin dan dikawinkan. Sebab mereka tidak dapat mati lagi. Mereka sama dengan malaikat-malaikat dan menjadi anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan.”
Hidup menjadi anak-anak Allah berbeda dengan hidup di dunia ini. Orang yang hidupnya sudah bersama dengan Allah tidak lagi memikirkan hal-hal duniawi.
Semuanya sudah sempurna abadi. Urusan kawin dan dikawinkan itu adalah urusan duniawi. Kebahagiaan bersama Allah melebihi dan tidak ada bandingannya dengan kebahagiaan duniawi.
Kehidupan di dunia adalah awal dari peziarahan manusia. Kehidupan di alam baka adalah akhir perjalanan kita. Jika kita mengawali dengan baik dan terus setia dalam memperjuangkan kebaikan, pastilah kita juga akan mengakhiri dengan baik.
Sama halnya jika kita menabur kebaikan, kita pun akan menuai kebaikan juga.
Membeli ketupat di pulau Kalimantan,
Sangat nikmat dimakan di pinggir jalan.
Marilah kita berjuang menanam kebaikan,
Kelak kita hidup damai dalam keabadian.
Cawas, terus berjuang melakukan kebaikan…