Home BERITA Bagaimana AI “Berpikir”: Mengenal Cara Kerja Kecerdasan Buatan (4)

Bagaimana AI “Berpikir”: Mengenal Cara Kerja Kecerdasan Buatan (4)

0
Ilustrasi: Cara kerja AI. (Ist)

INI sejumlah kiat bisa memanfaatkan AI dengan bijaksana. Berupa beberpa panduan praktis.

“Semakin besar potensi yang dibawa teknologi ini, semakin kita membutuhkan pertumbuhan dalam ‘tanggung jawab manusia, nilai-nilai, dan hati nurani'” (Antiqua et Nova, §108).

Memahami cara kerja AI tidak mengurangi kegunaannya, tetapi justru membantu kita menggunakannya dengan lebih bijak:

Untuk pendidik dan mahasiswa

  • Gunakan AI sebagai mitra dialog, bukan sumber otoritatif.
  • Ajaklah AI untuk “berdebat” tentang topik filosofis.
  • Mintalah AI menganalisis argumen dari perspektif berbeda.
  • Verifikasi selalu fakta dan referensi yang diberikan AI.
  • Latihan refleksi kritis.
  • Tanyakan: “Apa asumsi di balik jawaban ini?”.
  • Identifikasi keterbatasan dalam jawaban AI.
  • Bandingkan dengan perspektif dari tradisi pemikiran lokal Indonesia.

Untuk penulis dan pemikir

  • AI sebagai cermin, bukan guru.
  • Gunakan AI untuk mendapatkan umpan balik tentang tulisan Anda.
  • Mintalah AI mengidentifikasi kelemahan logis dalam argumen Anda.
  • Gunakan AI untuk mencari perspektif berbeda, tanpa menerimanya mentah-mentah.

Mengembangkan suara otentik

  • Bandingkan tulisan Anda dengan AI untuk mengidentifikasi keunikan Anda.
  • Gunakan AI untuk mengeksplorasi, tetapi kembangkan kekhasan Anda.
  • Latihan menulis tanpa bantuan AI secara berkala.

Untuk praktisi (psikolog, konselor, pengajar)

Batasan yang perlu disadari

  • AI tidak memiliki pengalaman hidup nyata atau pemahaman emosional sejati.
  • Dalam konseling atau pengajaran, gunakan AI hanya sebagai alat bantu, bukan pengganti.
  • Waspada terhadap bias yang mungkin ada dalam respons AI.
  • Mendeteksi dan mengatasi bias.
  • Ajukan pertanyaan yang sama dengan konteks budaya berbeda.
  • Perhatikan apakah AI menunjukkan kecenderungan tertentu dalam respon.

Bandingkan respon AI dengan perspektif lokal Indonesia

Penggunaan etis dalam praktik profesional

  • Selalu informasikan klien/murid jika menggunakan AI dalam pekerjaan Anda.
  • Jangan delegasikan keputusan etis atau profesional kepada AI.
  • Gunakan AI untuk memperkaya, bukan menggantikan, penilaian profesional

Pandangan kunci tentang AI dalam Antiqua et Nova

  • “AI tidak dapat saat ini mereplikasi penilaian moral atau kemampuan untuk membangun hubungan otentik” (§32).
  • Pendidikan sejati “bukan hanya proses menyampaikan fakta dan keterampilan intelektual: melainkan bertujuan untuk berkontribusi pada pembentukan holistik seseorang dalam berbagai aspeknya (intelektual, budaya, spiritual, dll.)” (§77).
  • “Tidak ada AI yang dapat benar-benar mengalami empati. Emosi tidak dapat direduksi menjadi ekspresi wajah atau frasa yang dihasilkan sebagai respons terhadap prompt; mereka mencerminkan cara seseorang, secara keseluruhan, berhubungan dengan dunia dan kehidupannya sendiri, dengan tubuh memainkan peran sentral” (§61).
  • “Antara mesin dan manusia, hanya manusialah yang benar-benar merupakan agen moral—subjek tanggungjawab moral yang menggunakan kebebasan dalam keputusannya dan menerima konsekuensinya” (§39).

Pembelajaran berharga dari era AI

Mungkin pelajaran terbesar dari memahami cara kerja AI adalah justru mengingatkan kita kembali tentang keunikan manusia. Kemampuan AI untuk meniru produk pikiran kita memang menakjubkan, tetapi justru dalam keterbatasannya -ketidakmampuannya untuk benar-benar mengalami, merasakan, atau memahami- kita menemukan penghargaan yang lebih dalam tentang apa artinya menjadi manusia.

AI dapat menebak kata berikutnya dengan akurasi luar biasa. Tetapi hanya manusia yang dapat bertanya: “Untuk apa semua kata-kata ini?”

Hanya manusia yang bisa merasakan keindahan pantun. Bukan hanya sebagai rangkaian kata-kata yang tepat secara statistik, tetapi sebagai ungkapan jiwa yang mencari makna.

Mungkin hikmah terdalam dari era AI adalah: melalui penciptaan ‘kecerdasan lain’, kita justru diundang untuk memahami lebih dalam keunikan kecerdasan kita sendiri.

Sebagaimana ditekankan oleh Antiqua et Nova, apa yang paling kita butuhkan saat ini adalah “kebijaksanaan hati”, yaitu “kebajikan yang memungkinkan kita untuk mengintegrasikan keseluruhan dan bagian-bagiannya, keputusan kita dan konsekuensinya.”

Kebijaksanaan ini tidak dapat dicari dari mesin, tetapi membiarkan dirinya ditemukan oleh mereka yang mencarinya dengan tulus (bdk. Keb 6:12-16; Antiqua et Nova, §114).

PS:

  • Artikel ini ditulis oleh Christoforus Yoga Haryanto. Ia merupakan seorang konsultan teknologi dan peneliti independen dengan fokus pada artificial intelligence, software engineering, dan cybersecurity. Dengan pengalaman sebagai pengelola teknologi di beberapa perusahaan di Indonesia dan Australia, ia menggunakan perspektif teknologi dan organisasi modern untuk menganalisis tantangan struktural dalam integrasi pengetahuan kontemporer.
  • Yoga adalah alumnus RMIT University Melbourne dan Universitas Pelita Harapan; pernah kuliah di La Trobe University, Bundoora dan pendidikan filsafat di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.

Baca juga: Bagaimana AI “Berpikir”: Mengenal Cara Kerja Kecerdasan Buatan (3)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version