Home BERITA Bahagia di Usia Senja

Bahagia di Usia Senja

0
Ilustrasi: Orangtua.

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN

Selasa, 8 Maret 2022.

Tema: Intimacy.

Bacaan.

  • Yes. 55: 10-11.
  • Mat. 6: 7-15.

Ada yang mengagumkan, sekaligus menyadarkan.

Tentang keikhlasan berdoa. Sebuah sikap batin untuk menjalin hubungan pribadi dengan Allah tanpa embel-embel aneka permohonan.

Hanya satu motivasi yang jelas, mendasar dan disadari, ia hanya ingin dekat dengan Allah yang telah menciptakannya.

Tidak ada motivasi yang lain. Bahkan doa permohonan pun jarang ia persembahkan. Ia hanya ingin bersyukur karena masih diberi hidup, kesehatan untuk bisa pergi hadiri misa di gereja dan ber-Ekaristi.

Bukan ia tidak butuh yang lain. Tetapi ketekunan, kesahajaan hidupnya telah menggambarkan betapa Tuhan yang diimani hidup dalam dirinya.

Di umur yang berangsur senja, bagi ibu ini bukanlah sebuah keprihatinan yang dimohonkan dari Allah Bapa.

Saya kagum atas sukacita hidupnya. Saya menyaksikan setiap pagi ia datang ke gereja. Ia membuka hari dengan membersihkan, menyapu tempat doa.

Dalam keremangan dinihari, dari penampilan tubuhnya pasti disertai doa, ia menyapu halaman tempat doa.

Lalu ia sujud dengan sikap doa. Mengambil kursi kecil dan memulai doa Rosario.

Pandangan ini menyadarkan saya betapa ibu ini dibakar oleh keheningan hatinya dan kebeningan jiwanya untuk selalu bersyukur dan membuka hari dengan doa.

Dekat dan berbicara dengan beliau, saya dapat merasakan kelembutan dan kesederhanaan hatinya.

Rupa yang mudah tersenyum dan sikap badan yang hormat ke siapa pun yang berpapasan muncul secara otomatis

“Ibu sehat?”

“Sehat Pastor. Berkat Tuhan. Juga berkat doa Pastor dan Gereja.”

Saya jarang mendoakan dia, bisik halus batinku. Tetapi ia percaya bahwa Gereja selalu mendoakan putera-puterinya. Sebuah sikap percaya dengan mengandalkan kebaikan yang lain.

“Ibu sendirian?”

“Iya Romo. Suami saya sudah lama meninggal. Kebetulan saya tidak dikaruniai anak. Maka saya bebas mengatur waktu dan hidup saya.”

“Dulu suami kerja apa?”

“Ikut orang Romo. Tetapi karena dia bekerja baik dan jujur, bosnya membangunkan rumah di mana sekarang saya tinggal. Rumah kecil kok Romo.”

“Kenapa tidak ditemani saudara-saudari yang lain?”

“Harapannya sih begitu Romo. Tapi mereka tidak pernah mengatakan. Mereka sudah berkeluarga. Tapi rumah saya terbuka kok dijadikan tempat pertemuan komunitas, kalau susah mencari tempat yang lain.

Saya bersyukur saja Romo. Walau suami saya sudah meninggal, bosnya yang adalah saudara jauhnya masih tetap membayari tagihan listrik dan memberi sembako setiap bulan.”

“Cukupkah itu Bu?”

“Ya, harus dicukup-cukupkan ta Romo. Apalagi paroki juga tidak melupakan orang-orang seperti kami.

“Apakah ibu punya nazar dengan doa setiap pagi di gereja?”

“Gak ada nazar apa pun. Saya hanya ingin membuka hari dengan berdoa, sebelum matahari terbit. Saya diajari untuk memberi hati saat tenang. Saya mendapat ketenangan di tempat ini; lebih lebih saat saya berdoa.”

“Adakah permohonan yang dihaturkan?”

“Tidak ada Romo. Paling mendoakan almarhum suami dan saudara-saudara agar Tuhan memberkati mereka dan mereka dijadikan berkat.”

“Apakah punya pengalaman yang indah dalam doa?”

“Kadang terasa singkat waktunya. Hati seperti ringan. Hati saya merasa nyaman dan bisa dekat dengan Tuhan. Dan nggak tahu Romo, tiba-tiba air mata menetes.”

“Saat apa itu Bu?”

“Itu lo Mo: Jangan jatuhkan kami ke dalam pencobaan.”

“Kenapa Bu?”

“Saya mengalami Tuhan baik. Hidup saya dengan almarhum suami dulu juga baik, tidak ada masalah. Saya ingin sampai saya mati, saya tetap hidup bersama Tuhan.

aya selalu senang dan gembira kalau berdoa. Lewat doa hati saya semakin terpikat pada Tuhan. Maka saya tidak takut pagi-pagi pukul 05.00 sudah sampai di gereja. Suasana hening membuat saya begitu merasa Tuhan yang hadir.”

Kesaksian hidup yang sederhana dan ketekunan dalam doa dari ibu ini menyadarkan saya bahwa hanya lewat doa yang terus menerus kita dapat mengalami kehadiran Tuhan yang sangat agung dan istimewa.

Yesus mengajari doa Bapa Kami. Untaian hati suci bersapa dengan Bapa-Nya. Ia begitu dekat dan mencintai. Lumer.

Yesaya pun meneguhkan, “Firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku; ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia.” ay 11a.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version