Home BERITA Banyak Hal tak Mampu Kita Mengerti Sejelas-jelasnya

Banyak Hal tak Mampu Kita Mengerti Sejelas-jelasnya

0
Iustrasi.

BAPERAN-BAcaan PERmenungan HariAN

Rabu, 2 Maret 2022.

Tema: Didamaikan.

Bacaan

  • Yoel. 2: 12-18.
  • 2 Kor 5: 20-6:2.
  • Mt. 6: 1-6.

DALAM satu pelajaran agama bagi mereka yang ingin menjadi katolik, selalu ada satu pertanyaan yang menarik.

Menarik, karena yang bertanya adalah saudara kita yang terpisah.

“Romo, kita percaya akan kebangkitan. Saudara saya meninggal dan jenazahnya telah dikremasi dan kemudian dilarung di laut. Bagaimana itu?”

Dalam pemahaman iman Katolik, Paska adalah inti iman. Kristus bangkit menebus dosa-dosa kita.

Ia mengalahkan kuasa dosa dan kekuatan setan. Dengan bangkit, jalan kembali kepada Allah dimungkinkan.

Soal dikubur atau dikremasi tidaklah dipersoalkan. Tergantung budaya.

Orang yang telah meninggal, jasadnya tidak berarti lagi. Ia dari tanah kembali ke tanah. Ia berasal dari debu kembali kepada debu.

Cara mana yang dipilih tidaklah diatur oleh Gereja. Tapi kalau pilihan dikremasi, Gereja menganjurkan abu disimpan dalam sebuah tempat/guci dan ditenggelamkan. Tidak dilarung dengan ditebarkan.

“Kenapa romo. Tradisi kan biasanya malah ditebarkan.”

Justru di sinilah kebiasaan baik Gereja Katolik. Kita tetap menghargai kendati sudah menjadi abu.

Saat hidup, mereka adalah pribadi yang diciptakan utuh, satu kesatuan dalam cinta. Pribadi yang berjuang dan berusaha hidup baik, meninggalkan banyak kenangan indah dalam keluarga, dengan orang-orang yang dijumpai. Juga dalam Gereja sendiri.

Tidak ditebarkan. Gereja menyadari dan menyadari, abu ini dulunya adalah satu kesatuan tubuh yang utuh, dihormati, dicintai dan telah disucikan.

“Oh gitu ya Mo. Yang sudah telanjur, lalu gimana, Mo?”

“Ya sudah enggak apa-apa. Didoakan saja.”

“Bagaimana dengan orang yang tidak percaya?”

“Wah pertanyaan ini bagus. Kira-kira jawabnya apa ya?”

Seorang bapak mengatakan, “Wah nggak tahu Romo. Nggak pernah terpikir.”

Seorang ibu dengan jelas mengatakan, “Ya tidak diselamatkan. Kan tidak percaya. Saya ingat Yesus berkata, ‘Akulah jalan kebenaran dan hidup. Barangsiapa yang percaya akan hidup’. Dia kan tidak percaya. Jadi, ya tidak diselamatkanlah.”

Seorang ibu yang lain juga mengatakan, “Ya sulit. Dia tidak percaya. Tapi kalau dia baik dan pribadi baik, mungkinkah ya diselamatkan?”

“Yang penting kan berbuat baik, tidak curang dan tidak menyusahkan orang,” kata yang lain.

Memang banyak orang mengatakan demikian. Yang penting berbuat baik.

Dalam Kitab Suci juga ada tulisan seperti itu. Tapi kalau hanya itu kriterianya, untuk apa ada agama?”

“Agama itu kan buatan manusia. Dulunya, Yesus kan tidak pernah ‘membuat’ agama?” sela yang lain.

Betul, Yesus tidak “membuat” agama. Yesus memberi diri-Nya; mengurbankan hidup-Nya bagi keselamatan kita.

Kita diberi karunia untuk menjadi murid-murid Yesus yang dikenal hidup baik dan suci. Panggilan menjadi murid Yesus adalah panggilan hidup untuk hidup seperti Yesus.

“Bagaimana yang tidak Kristen?”

Mari kita percaya dan meyakini hal yang pokok dan dasar ini. Allah menciptakan dunia dengan baik adanya.

Manusia sebagai puncak ciptaan. Diberi kuasa untuk berkembang dan bertumbuh serta memelihara bumi sebagai rumah bagi semua.

Sebagai ciptaan yang dicintai, tentu Allah tidak ingin apa yang diciptakan dengan baik dihancurkan-Nya. Allah sedari awal berkehendak bahwa manusia pada akhirnya kembali dalam rangkulan kasih-Nya.

Maka, Ia mengutus Yesus Putera-Nya agar semua orang yang percaya di selamatkan

“Yang enggak percaya gimana?”

Marilah kita menyadari, kita tidak diberi hak untuk menghakimi orang lain; apalagi menilai agama lain. Allah dalam misteri kasih-Nya yang Agung menyelinap dalam setiap hati: mengubarkan jalan-jalan kebaikan dan kesucian tanpa kita harus tahu.

Dengan menandai salib abu di dahi, kita didamaikan kembali. Sebuah tanda liturgis betapa Ia sungguh mencintai kita.

Sekaligus komitmen kita, Gereja, untuk terbuka mau selalu diubah seturut rancangan-Nya.

Dengan menerima salib abu, kita disadarkan kendati fana dan berasal dari tanah, debu kita adalah pribadi yang dicintai sepenuh hati.

Hari Rabu Abu adalah hari di mana Allah ingin berada di samping kita, pribadi yang lemah dan berdosa sekaligus menjadi Bapa yang menguduskan kita.

Tuhan, kasih-Mu mengobarkan hidupku. Terimakasih Tuhan. Amin.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version