DALAM dua tahun terakhir ini, bapak saya sudah resmi pensiun sebagai ASN di jajaran Pemda Kabupaten Ketapang, Kalbar. Padahal sebagai anak bungsu dalam keluarga, saya masih studi di SMA Katolik di kota kelahiran. Setelah lulus SMA, kakak sulung memotivasi agar sebaiknya saya meneruskan kuliah di luar Ketapang.
Harus kuliah di Jawa. Demikian kata kakak kandung. Agar wawasan hidup bertambah. Juga agar derajat keilmuan bisa semakin bertambah. Guna memantapkan kapasitas diri saya sebagai perempuan muda Dayak “kawasan pedalaman” dari Ketapang, Kalbar.
Kecemasan berakhir berkat bantuan beasiswa YKCA
Sekarang, bapak sudah pensiun. Maka, beban pembiayaan kuliah jadi “masalah”. Tapi syukurlah, Yayasan Karsa Cipta Asa (YKCA) melalui Program Pintu Depan mengabulkan permohonan saya menerima bantuan beasiswa pendidikan.
Kecemasan kalau-kalau saya tidak berhasil menyelesaikan studi karena biaya kuliah langsung “sirna”. Dengan tereliminasinya kecemasan, maka saya bisa semakin lebih fokus pada capaian nilai. Mendongkrak IPK.
Keuntungan lainnya, mengikuti jadwal perkuliahan terasa jadi terasa lebih “ringan” dan menyenangkan. Kini, saya jadi lebih bebas bisa mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan di kampus. Ikutan berpartisipasi model begini ingin terus saya jalani. Demi bisa menambah pengalaman dan jaringan relasi.
Latihan bersosialisasi dengan semakin banyak orang
Dengan mengikuti banyak kesempatan ikut berpartisipasi dalam sejumlah kepanitiaan, maka banyak sekali benefit yang langsung saya raskan. Selain bisa menambah teman lintas angkatan, saya juga bisa lebih intensif bergaul dengan para dosen.
Yang pasti, saya semakin “dimampukan” bersosialisasi dengan banyak orang. Lintas umur. Dari berbagai latar belakang budaya dan bahasa yang pasti sangat berbeda dengan akar budaya saya: seorang perempuan Dayak dari Kalbar.
Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya, sekali waktu bisa kuliah di Jawa. Untunglah di Kota Yogyakarta ini ada ribuan mahasiswa-mahasiswi dari berbagai penjuru kota dari seluruh Indonesia.
Sehingga praktis, kampus dan Kota Pelajar ini menjadi semacam “laboratorium” kecil bagi saya. Agar semakin luwes bergaul dengan banyak kolega kuliah. Dan akhirnya, saya bisa mendapatkan sejumlah teman akrab dari Tangerang, Lampung, Bangka, NTT, Bengkulu, Palu, dan masih banyak lagi.
Puji Tuhan. Di Yogja pun, saya boleh tinggal ngekos yang lokasinya tidak jauh dari kampus. Ini juga membantu saya untuk lebih disiplin mengatur waktu kuliah. Sehingga tidak ada alasan untuk telat kuliah, karena jarak kos sangat dekat dengan kampus.
Banyak orang siap membantu
Setiap hari Minggu, saya selalu menyempatkan diri untuk menghadiri perayaan ekaristi di Gereja Paroki Babarsari atau tempat lainnya. Walaupun saya tidak punya motor, namun saya selalu “dikelilingi” oleh teman-teman baik. Mereka oke-oke saja setiap kali saya boleh ikut bonceng setiap kali mau menghadiri misa. Acara mingguan ini saya taati, juga karena ayah termasuk aktivis gereja paroki.
Syukur dan terimakasih donatur YKCA
Tidak terasa, saya juga membukukan kuliah selama tiga semester di Yogya. Tentu saja, saya berharap bisa menyelesaikan kuliah ini tepat pada waktunya. Langsung kembali ke Ketapang untuk menginisiasi Gerakan membangun “industri” pariwisata di sana.
Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan syukur dan berterimakasih kepada para donatur. Karena melalui Program Pintu Depan YKCA, mereka telah membantu pembiayaan kuliah saya sampai nantinya selesai studi S-1 di STP AMPTA Yogyakarta.
Baca juga: Biarawati Kalbar Belajar di Surabaya, Dapat Beasiswa Program Pintu Depan YKCA (1)