Home BERITA Belajar Bermisi bersama Putri : Motto 2D2K (1)

Belajar Bermisi bersama Putri : Motto 2D2K (1)

0
Ilustrasi (Ist)

PADA tahun 2000,  saat masih frater dan masih kuliah S2, saya sempat nyantrik misi pada Sr. Xaveria PIJ, Dirdios KKI (Karya Kepausan Indonesia)  Keuskupan Malang kala itu. Usai tahbisan pun,  saya masih membantui Karya Kepausan Indonesia (KKI) Keuskupan Malang. Dan ketika pulang studi kitab suci dari Roma, saya malah diminta almarhum Mgr. Pandoyoputro untuk menangani KKI Keuskupan Malang sampai keberangkatan saya kemarin ke Manila.

Tugas utama KKI adalah menanamkan semangat misi kepada semua lapisan umat, dengan pelbagai cara. Intinya, berkat Sakramen Baptis dan Krisma, kita semua diutus mewartakan Injil, dengan meninggalkan egoisme diri dan terarah pada kebutuhan orang lain.

Di kalangan anak dan remaja, semangat KKI sangat terkenal dengan singkatan 2D2K: doa–derma–kurban-kesaksian. Dalam pelbagai kesempatan,  pengajaran pada umat pun saya menyinggung semangat ini.

Jujur, terkadang sempat ada keraguan dalam hati, jangan-jangan semboyan 2D2K ini hanya indah di omongan, tetapi tidak juga terwujud dalam kenyataan.

Cuplikan pengalaman

Alkisah, saya bertemu dengan seorang puteri cilik, namanya Irene Putri Ivaniasari. Panggilannya Putri. Kisah selengkapnya perjumpaan kami sudah saya tulis di refleksi: Apakah Sekedar Kebetulan?

Dalam kesempatan ini, saya mau berbagi, bagaimana saya justru belajar bermisi dari anak kecil ini.

Terus-terang, saya sendiri sebenarnya tidak banyak kenal dia; kalaupun  beberapa kali ketemu, bahkan keluar bareng ke MOG dan MATOS, yang kami omongkan hanya hal-hal biasa, soal sekolahnya, teman-temannya, kesukaannya. Itu saja.

Habis komuni pertama, dia tidak daftar jadi anggota misdinar, karena rumahnya jauh untuk bertugas misa harian.

Ketika saya singgung apakah nanti pengin jadi suster, dia bilang cita-citanya ingin jadi guru. Dengan berseloroh saya katakan,  “Iya, ntar bisa sering ngunjungi Romo, kalau Romo sudah tua.”

Agaknya saat mengikuti misa kaul perdana para Suster Passionis (14 Agustus 2014) – kebetulan dia ikut ibunya menulis naskah Pelangi Kasih di Seminari Praja dan kami semua ikut misa kaul itu – dia mencoba duduk di depan dan berusaha untuk ambil gambar.

Adakah terbersit keinginannya jadi Suster? Entahlah. Yang pasti, saat kecil tiap pagi-sore ia dititipkan di Tempat Penitipan Anak asuhan Suster Pasionis di Jl. Ciliwung. Beberapa kali diajak keluarganya mengunjungi para Suster Misericordia yang sepuh.

Akan tetapi, sejak dia didiagnosis oleh dokter bahwa dia memiliki kelainan dan harus dioperasi, cerita lain kemudian bergulir. Apa yang saya ceritakan berikut ini, justru saya ketahui dari keluarganya, setelah Putri dipanggil Tuhan.

Selama kontak dengan almarhum Putri, saya tidak pernah omong hal-hal rohani.  Usai menerima komuni pertama, memang dia saya hadiahi  buku: Komuni Pertamaku: Kenangan Terindah (Obor, 2005). Bisa jadi setelah membacanya, dia mendapatkan peneguhan. Tetapi yang saya tulis itu kan lebih pada wacana, sama seperti kalau saya memberi seminar tentang misi.

Contoh hidupnya justru saya temukan dalam puteri cilik ini.  Bahkan bisa jadi, dia sudah melakukannya jauh sebelum membaca buku itu.

Kepolosan seorang anak

Sebelum dioperasi di RKZ, saya melayani almarhumah Putri dengan Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan orang Sakit. Sama seperti saya, kelas 6 SD sudah menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit.

Kepolosan seorang anak, mungkin itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan jiwanya. Ketika akan dipindahkan ke ruang operasi, dengan diam-diam perawat menyuntikkan obat bius (semoga saya tidak keliru mengingatnya) pada tangannya.

Entah karena terkejut atau marah, kata-kata yang keluar dari mulut Putri adalah “Berdosa”

Saya sempat tertegun, biasanya orang jengkel dan marah, bisa jadi akan mengumpat atau omong kotor. Tapi kata itulah yang keluar dari mulutnya, yang bisa jadi “kosa kata: suci-dosa” itu yang ada di benaknya.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version