Belajar dari Bunda Maria

0
Hati Maria Tak Benda, by Smith Catholic Art.

Sabtu, 8 Juni 2024

Yes. 61:9-11;
MT 1Sam. 2:4-5,6-7,8abcd;
Luk. 2:41-51

SEORANG ibu pasti memproses perkembangan hidup anaknya. Bahkan tidak sedikit ibu yang sangat kuat berusaha membentuk anak-anaknya. Sang anak diikutkan berbagai les privat sesuai dengan keinginan dan harapan sang ibu. Kadang mereka pun tidak peduli dengan kelelahan sang anak. Anak tidak lagi punya waktu untuk bermain dan bersoasialisasi dengan teman sebayanya dan lingkungannya.

Mengasuh anak adalah perjalanan panjang yang membutuhkan keberanian, tekad, dan kesabaran.

“Dalam proses mendidik anak, tak bisa dimungkiri akan ada banyak lika-liku yang terjadi,” kata seorang ibu.

“Terkadang kesabaran dan ketelatenan diuji saat aku mengasuh anakku. Sering kali harapanku yang tinggi pada anakku membuat aku lupa dalam mendengarkan mereka.

Aku kecewa ketika anakku gagal dan tidak mencapai targetku. Hingga anakku kadang merasa sangat menyesal dan memaksa diri untuk berjuang bahkan sampai sakit.

Saya kadang menyesal telah menjadi orang tua yang otoriter, yang telah merampas kegembiraan anakku. Sejak itu saya berusaha mengendalian diri dan berusaha mendengar keinginan terdalam dari anakku,” syering ibu itu.

Sikap dan kata bijak dalam mendidik anak sering menjadi panduan bagi orangtua, khususnya orangtua baru, untuk membesarkan anak-anak mereka menjadi individu yang berempati dan bijaksana. Harapan yang tinggi pada buah hati juga sering membuat orangtua lupa dalam mendengarkan anak-anak.

Maka dari itu diperlukan pengendalian diri yang baik dalam mendidik seorang anak. Karena pada dasarnya, setiap anak memiliki karakter dan kepribadian yang berbeda-beda.

Maria menjadi teladan bagi orang tua dalam mendidik dan membimbing anak-anak mereka. Ketika Maria menemukan Yesus anaknya dia mendapatkan jawaban begini, “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?”

Jawaban ini tentu bisa membangkitkan amarah, kecewa dan sakit hati. Sudah capai-capai mencari malah diomongin begitu. Namun tidak untuk Maria. Ia diam dan merenungkannya. Bukan dia yang mengubah Yesus, tapi Yesuslah yang mengubahnya.

Rasanya kita tidak perlu memaksa anak kita menjadi seperti yang kita inginkan. Belajar dari Maria kita perlu menangkap dalam batin kita apa yang dimaui anak kita bagi hidupnya. Kemampuan menangkap kemauan sang anak akan membuahkan kerjasama dan hasil yang melebihi ekspektasi kita.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku memaksakan mimpi dan cita-citaku pada anakku?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version