TAHUN 2023 ini, Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi (SFS) telah membukukan keberadaan dan karyanya di Indonesia selama 90 tahun.
Terjadi sejak tahun 1933, ketika sejumlah Suster Biarawati Kongregasi Peniten Rekolektin Bergen Op Zoom (Boz) tiba di Sukabumi, Jabar. Untuk memulai karya misinya di Bumi Parahyangan; tepatnya di Sukabumi yang saat itu sudah resmi menjadi sebuah kota administratif pemerintahan.
Kalau tahun 2023 ini, sejarah keberadaan dan karya Kongregasi SFS sudah berusia 90 tahun, maka di tahun yang sama Kota Sukabumi berumur lebih tua: 109 tahun.
Hanya tinggal tiga suster Boz di Belanda
Pada kesempatan pesta perayaan 90 tahun keberadaan dan karya Kongregasi SFS di Biara Induk Sukabumi, Sabtu tanggal 5 Mei 2023, Sr. Marie-Cecile (88) menyempatkan datang ke Indonesia.
Ditemani Roos Molenaar, Sr. Marie-Cecile menyaksikan dari dekat bagaimana keberadaan Kongregasi SFS ini benar-benar merupakan “perpanjangan” generasi keberadaan Kongregasi Suster Bergen op Zoom (Boz) yang kini dan sebentar lagi hampir punah.
Itu pasti dan sungguh tidak akan lama lagi memang benar-benar akan selesai.
Di Negeri Belanda, tempat asal mula lahirnya Kongregasi Suster Boz kini hanya tertinggal tiga suster saja. Dan Sr. Marie-Cecile merupakan salah satunya.
Itu pun ia sudah sangat renta, berjalan mesti pakai tongkat dan dibantu orang.
Dua suster lainnya kondisinya juga tidak lebih “baik”.
Satu suster tertua sudah berusia 98 tahun dan tidak mungkin lagi datang ke Indonesia – sekadar menyaksikan pesta 90 tahun keberadaan Kongregasi SFS yang merupakan “perpanjangan generasi” Kongregasi Suster Boz di Indonesia.
“Satunya berumur 80 tahun, namun sudah menderita penyakit Alzheimer,” tutur Roos Molenaar, gadis semampai menjawab Titch TV dalam Program Bincang-bincang Panjang, Sabtu petang usai acara perayaan.
Tak ada lagi suasana religiusitas khas Indonesia di Negeri Belanda
Karena itu, sangat bisa dimengerti betapa haru dan bahagianya Sr. Marie-Cecile menyaksikan prosesi perayaan pesta 90 tahun keberadaan Kongregasi Suster SFS.
Ia menangis bahagia. Karena suasana “religius” dengan perayaan ekaristi super meriah di mana ratusan orang hadir menyesaki Kapel Biara Induk SFS – semuanya itu tidak akan pernah dia alami lagi di Negeri Belanda.
Belum lagi, karena ia harus mengalami hari-hari sepinya tinggal di sebuah apartemen; terpisah dari dua suster kolega Boz yang harus hidup di kota berbeda.
Tangis haru bahagia Sr. Marie-Cecile
Karena itu, ini benar-benar tangis haru bahagia Sr. Marie-Cecile. Ia takkan mengalami lagi gelora semangat umat Katolik Indonesia di Sukabumi yang gegap gempira bahagia merayakan ekaristi.
Juga kebersamaan antara kaum religius dari berbagai tarekat, umat Katolik awam, masyarakat umum dari elemen pemerintahan lokal Sukabumi serta lainnya yang hadir menyemarakkan pesta perayaan 90 tahun Kongregasi SFS.
Di Belanda sekarang ini, semua “hingar bingar” euphoria kegembiraan macam itu sudah tidak (pernah) ada lagi. Benar-benar hilang.
Arus sekularisme yang melanda Benua Eropa -termasuk Nederland- kini telah meniadakan semua elemen spiritual-religius hidup sehari-hari.
Termasuk semakin lama, jumlah “gereja” juga semakin makin sedikit. Tidak hanya dalam artian bangunan peribadatan, namun juga umat Katolik lokal juga sudah semakin tidak ada lagi.
Termasuk di sini para imam, bruder, susternya. Karena itu, menjadi sangat mengharukan menyaksikan Sr. Marie-Cecile menangis terisak-isak saat menyampaikan pidatonya.
Terakhir kali ke Indonesia?
Ini bisa jadi kunjungan terakhirnya ke Indonesia, setelah sebelumnya ia sempat empat kali telah menyambangi Sukabumi dan kota-kota lainnya.
Juga menjadi kesempatan terakhir kalinya mengalami kebersamaan dengan para suster SFS.
Ketika sudah tiba kembali di Negeri Belanda pertengahan Mei 2023 ini, Sr. Marie-Cecile akan mengalami kesendirian. Sepi.
Benar-benar sendiri di kamar.
Tidak ada lagi “kehadiran” para suster SFS yang selama dua pekan terakhir ini menjadi kawan baiknya di Indonesia.
Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi (SFS) penerus generasi
Keharuan itu semakin memuncak. Karena Sr. Marie-Cecile sungguh sadar, bahwa dalam waktu tidak lama lagi Kongregasi Suster Boz akan selesai, musnah.
Tidak ada lagi eksistensinya, ketika tiga suster Boz Belanda yang kini masih hidup nantinya akan meninggal dunia.
Karena itu, kebanggaan Sr. Marie-Cecile itu terukir sangat dalam di hatinya, justru karena tahu Kongregasi Suster Sukabumi (SFS) inilah yang sejatinya menjadi generasi penerus eksistensi Kongregasi Suster Boz Belanda.
Ternyata pula, Kongregasi SFS itu hanya ada di Indonesia.
Karena itu, Sr. Marie-Cecile dalam Program Bincang-bincang Panjang bersama Titch TV hari Sabtu jelang malam sampai menyatakan hal ini demikian.
“Moeder Suster Rosa de Bie Boz telah menjadi suster yang membuka pintu Kongregasi. Lalu, barangkali saya inilah yang nantinya akan menutup pintu Kongregasi Boz di Negeri Belanda, karena generasinya sebentar lagi sudah pasti akan selesai dan memang habis.”
Kegembiraan dan keharuan Sr. Marie-Cecile itu akhirnya “meledak” dalam tangisan yang menyedot emosi. (Berlanjut)