Puncta 11 November 2024
PW St. Martinus dari Tours
Lukas 17: 1-6
BATU KILANGAN (Hibrani: רֵחַיִם – REKHAYIM) adalah sejenis gilingan biji-bijian gandum, jelai, untuk membuat tepung roti di daerah Timur Tengah zaman dahulu. Sejak zaman Abraham, alat ini sudah dipakai oleh Sarah dan kaum perempuan untuk menggiling gandum.
Batu itu cukup berat; harus digerakkan oleh dua orang perempuan. Agar bisa menggisar biji-bijian yang dimasukkan sehingga menjadi tepung. Hampir setiap keluarga memiliki batu kilangan di rumahnya.
Yesus menyebut batu kilangan untuk memperingatkan orang agar jangan sampai menyesatkan sesamanya.
Menyesatkan adalah perbuatan dosa yang berat. Hukumannya adalah dilemparkan ke dalam laut dengan memakai batu kilangan.
Maka disarankan agar tindakan dan perilaku kita jangan sampai menyesatkan orang lain. Yesus mengajak murid-murid-Nya untuk tidak menghukum tetapi rela mengampuni. Bahkan kalau saudara kita berbuat salah sampai tujuh kali, dan dia minta ampun. Kita harus mengampuni tujuh kali pula.
Angka tujuh adalah simbol bukan hanya soal jumlah. Tujuh adalah simbol kesempurnaan, tanpa batas. Maka pengampunan juga harus dilakukan tanpa batas. Dasarnya adalah Allah yang selalu mengampuni kita tiada henti.
Yesus berpesan, “Jagalah dirimu. Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia. Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia.”
Mengampuni itu tidak mudah, maka para murid mohon agar diberi karunia iman. Hanya karena kekuatan imanlah kita mampu mengampuni sesama kita. Tanpa iman yang kuat kita tidak mampu memberi pengampunan.
Mari kita juga mohon iman yang teguh dan lapang, agar kita mampu mengampuni orang lain.
Doa di Taman Pahlawan Wonogiri,
Menabur bunga mawar dan melati.
Niat hati selalu mau mengampuni,
Namun adanya hanyalah sakit hati.
Wonogiri, rela mengampuni
Rm. A. Joko Purwanto, Pr