Home SPIRITUALITAS IGNATIAN Berdoa atau Membaca Doa? (1)

Berdoa atau Membaca Doa? (1)

0

Mathias Hariyadi | SESAWI.NET

DIAKUI atau tidak kita lebih banyak membaca doa daripada berdoa. Banyak di antara kita yang tidak terlalu peduli mempermasalahkan dua istilah berbeda yakni berdoa atau sekedar membaca doa.

 

Sejak kecil kita diajari oleh orangtua dan para katekis atau guru agama untuk berdoa dengan mengucapkan rumusan-rumusan doa yang sudah ada. Saya masih ingat ketika mau komuni pertama, saya harus hafal beberapa doa dari Padupan Kencana.

Berbeda
Tidak ada yang salah dengan rumusan doa-doa dan menghafalkan doa itu. Akan tetapi, pernahkah kita memperhatikan bahwa ada perbedaan yang sangat besar antara berdoa dan sekedar membaca doa?

Mari kita lihat apa yang dikatakan Yesus dalam Markus 11:24.: “Karena itu aku berkata kepadamu: Apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.”

Tentu saja berdoa itu tidak identik dengan meminta sesuatu. Namun, harus kita akui bahwa memang kenyataannya kita lebih banyak meminta kepada Allah dalam doa-doa kita. Sering kita sudah mempraktikkan dan melakukan perintah Yesus : “doakan”, “percaya” dan “merasa telah menerima”. Tapi, kita juga sering melupakan dua syarat agar doa kita dikabulkan.

Syarat pertama
Syarat pertama ada di ayat sebelumnya (Mrk 11:23 ) yang berbunyi: “Asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya”. Ini berarti menunjuk langsung pada seberapa besar iman kita. Apakah iman kita sudah sebesar biji sesawi? Dari mana kita bisa belajar memiliki iman sebesar itu?

Anak-anak menjadi tanggung jawab pertama dan utama para orangtua. Anak akan belajar percaya dan beriman pada Allah dari orangtuanya. Anak-anak akan merasa dan berlajar dari orangtuanya tentang bagaimana beriman atau percaya pada Allah. Hanya saja, tak jarang ada banyak orangtua yang justru lebih percaya pada paranormal dibanding pada Allah terutama pada saat-saat kritis.

Syarat kedua
Syarat kedua yang sering dilupakan ada di Markus 11:25: “Ampunilah dahulu”. Ini berarti bahwa bila kita tidak berdamai dengan diri sendiri dan sesama maka doa kita pun akan sia-sia. Lebih jelasnya, banyak orang berdoa meminta sesuatu kepada Allah dengan sungguh-sungguh, tapi pada saat yang sama mereka berenang-renang dalam dosa.

Ini senada dengan orang yang mengatakan, “Tuhan adalah bentengku, aku pasti terlindung dari bahaya” tetapi dia tidak hidup dalam firman Tuhan. Ia hidup di luar “benteng perlindungan” Tuhan, maka dia tidak terlindungi.

Dua “syarat” di atas mengartikan jelas bahwa berdoa itu menyangkut keseluruhan hidup. Orang sering mengatakan bahwa doa adalah komunikasi kita dengan Allah. Komunikasi itu akan lebih indah bila merupakan komunikasi kehidupan. Doa menjadi indah kalau merupakan ungkapan rohania atas pergulatan kita untuk tetap setia percaya pada Allah dan hidup dalam koridor firmanNya.

Ini berarti bahwa kehidupan doa kita searah dan sejalan dengan kehidupan nyata kita. Hidup dilandasai dengan doa. Sementara, doa berasal dari pergulatan hidup kita dalam mewujudkan tujuan kita diciptakan yaitu untuk memuji dan memuliakan Allah. Bila itu terjadi maka Kerajaan Allah itu sungguh terwujud dalam pikiran, dalam kata-kata, dalam tindakan, dalam hubungan kita dengan anggota keluarga dan orang-orang di mana kita terlibat. (Bersambung)

Ignatius Sunandar, pernah mengikuti Retret Agung 30 Hari di Novisiat SJ Girisonta dan kini memimpin Komunitas Sahabat Yesus di Solo, Jawa Tengah.

Photo credit: Mathias Hariyadi

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version