Home BERITA Berhati Damai

Berhati Damai

0
Memaafkan. (Ist)

Selasa, 4 Mei 2021

Bacaan I: Kis 14:19-28
Injil: Yoh 14:27-31a

“SAYA tidak akan membicarakan masalah yang pernah ada dengan dia,” kata seorang ibu yang telah dikhianati suaminya.

“Ibu marah dan masih dendam dengan ayah?,” kata anak perempuannya.

“Saya tidak ada lagi rasa marah atau dendam. Saya sudah tidak mengingat apa yang telah ayahmu lakukan pada kita,” kata ibu itu.

“Ibu tidak merasa disia-siakan ayah,” tanya anak perempuannya.

“Tidak sama sekali. Ini pilihan ibu. Juga pisah dengan ayahmu, maka ibu tidak pernah mengajari kalian membeci ayahmu. Karena tidak ada mantan ayah dalam hidup ini,” jawab ibu itu.

“Sekarang saya mengerti, Bu. Mengapa ibu tidak pernah dendam dan menaruh kebencian dengan ayah?,” kata anak perempuannya.

“Kalau cinta kepada pasangan mungkin ibu sudah tidak punya lagi. Namun demi saya, anak ibu, ibu tetap berusaha menjaga hubungan yang baik dengan ayah. Bahkan tetap menghargai ayah meski telah dilukai,” lanjut anak perempuannya.

“Setelah berjalan lima belas tahun, sekarang ayahmu baru menyadari kekeliruannya. Bahkan penuh rasa sesal melihat kamu sudah besar dan dewasa serta berhasil dalam hidupmu,” kata ibunya.

“Saya melihat wajah ibu lebih damai dari ayah,” kata anak perempuannya.

“Saya selalu bersyukur bahwa di tengah segala kesulitan dan hinaan sejak kita pergi meninggalkan ayahmu, ibu boleh memilih hidup bersamamu dan bisa menyekolahkanmu sampai selesai,” kata ibu itu.

“Ibu merasakan anugerah damai yang luar biasa, ketika kamu pun tumbuh menjadi gadis yang baik. Terlebih kamu juga bisa memaafkan ayahmu,” lanjut ibunya.

“Memang ada alasan untuk marah dan membenci bahkan mendendam dengan ayahmu yang tidak bertanggungjawab. Namun jika perasan itu yang kuturuti, hidup kita tidak pernah damai,” kata ibu itu menyampaikan apa yang dia rasakan.

Damai yang datang dari Tuhan itu menuntut sikap batin yang jelas, yakni hati yang bersedia mengampuni dan tidak mendendam, meski sakit dan terluka.

Damai dari Tuhan itu berakar dalam kasih. Bukan atas dasar rasa puas bisa membalas dendam dan merasa menang atas orang lain.

Damai yang dari Tuhan punya dampak yang panjang dan membahagiakan bukan hanya sementara dan semu.

Apakah saya berani mengusahakan damai yang sejati yang datang dari Tuhan?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version