BERIKUT ini informasi dari Krisssantono, alumnus Seminari Mertoyudan CP tahun 1957, untuk memberi klarifikasi sekaligus keterangan tambahan agar ‘duduk perkara’ tentang kabar ‘hilangnya’ Romo Djonowasono Pr dari Wisma Kasepuhan “Santo Petrus” menjadi jelas bagi semua pihak.
Latar belakangnya
Rabu malam kemarin (29/11) dan ketika hari sudah sangat larut menjelang pergantian malam, Redaksi banyak menerima notifikasi dan pertanyaan dari puluhan pembaca dan umat mengenai validitas sebaran ‘maklumat’ yang dirilis Romo Rektor Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan Yogyakarta.
Baca juga: Sempat Diberitakan “Hilang” Jejak, Romo Ign. Djonowasono Pr Sudah Ditemukan Kembali
Pesannya ‘maklumat’ itu sangat jelas, demikian sebaran Romo Djoko Setyo Prakosa Pr selaku Rektor Seminari Tinggi, agar siapa pun yang tahu keberadaan Romo Djonowasono Pr agar bisa segera menontak beliau. Sebaran itu disertai nomor kontak Romo Rektor Seminari Tinggi Kentungan dan pada pukul berapa Romo Djonowasono mulai dinyatakan ‘tidak ada’.
Sesaat menjelang tidur namun karena terjadi urgensi berita, Redaksi segera mengontak beberapa imam senior diosesan KAS menjelang pergantian hari. Namun, hanya seorang imam di Seminari Tinggi yang akhirnya merespon pertanyaan soal validitas sebaran tersebut. Hingga Kamis malam tidak ada imam diosesan lain yang merepon pertanyaan Redaksi soal validitas sebaran ‘maklumat’ hilangnya Romo Djonowasono Pr.
Klarifikasi Krissantono
Berikut ini keterangan Krissantono –alumnus CP tahun 1957 Seminari Mertoyudan di Magelang—perihal berita “hilangnya” Romo Djonowasono Pr tersebut.
“Izinkan saya mau meralat berita Sesawi Net atas berita “hilangnya” Romo Djono Wasono Pr. Tidak ada “reuni mendadak” CP 57. Reuni ini sudah lama kami rencanakan. Romo Rektor Mertoyudan dan Superior SJ di Girisonta sudah kami lapori,” demikian keterangan tertulis Krissantono kepada Redaksi usai pergantian hari, Jumat (1/12/17) pukul 01.15 WIB.
Masalahnya adalah bahwa Panitia Reuni CP 57 itu tidak tahu kondisi kesehatan terakhir Romo Djonowasono Pr yang ternyata sudah sering mengalami dementia.
“Jadi, waktu kami jemput beliau, kami juga tanyakan kepada beliau: Apakah sudah izin atasan atau belum. Dan dijawab: ‘sudah’,” demikian tulis Krissantono.
“Dan kami anggap itu jawaban benar,” tulisnya lebih lanjut.
Krissantono tidak sependapat dengan istilah tanpa ba-bi-bu terus dibawa, seolah-olah ajakan itu mirip ‘menculik’ pastor.
“Namun memang ada ‘keanehan’,” tulis Krissantono lagi, “karena beliau (baca: Romo Djonowasono Pr) tidak membawa selembar ganti pakaian dll dan karenanya lalu kami carikan ganti pakaiannya,” tulisanya.
Reunian kangen-kangenan itu sendiri berlangsung hangat di Seminari Mertoyudan sampai pukul 14.00 WIB dan lalu diteruskan ke Girisonta untuk kemudian nyekar para guru para alumni CP 1957 yang sudah sumare (meninggal dan dimakamkan) di Kerkop Girisonta.
Rombongan peserta reunian CP 1957 juga menyempatkan diri sowan Bapak Kardinal Julius Kardinal Darmaatmadja SJ dan & Julianus Kema Sunarka SJ –keduanya rekan para anggota reunian itu.
“Nah, dalam perjalanan pulang dari Girisona menuju Yogyakarta itulah, kami baru tahu bahwa ada berita Romo Djoko Setyo Prakosa –Rektor Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan— telah mencari-cari dimana keberadaan Romo Djonowasono Pr,” tulis Krissantono.
“Usai kami melakukan komunikasi dengan Romo Rektor Seminari Tinggi Kentungan dan Romo Rektor Seminari Menengah Mertoyudan, maka semua masalah menjadi clear bagi semua,” tulis Krissantono.
Syukur atas 60 tahun
Reunian itu diadakan dalam rangka syukur 60 tahun, karena para alumnus CP 1957 itu telah menerima semen –kata bahasa Latin untuk ‘bibit’—yang sama di Seminari Mertoyudan.
Dan bibit-bibit itu telah bersemi dan bertumbuh sampai kini.
Karena itu, para anggota acara reunian CP 1957 itu mengadopsi tema reuni “Bersemi dan Bertumbuh Sampai Kini”.
Meski, benih-benih itu (pada awalnya) sama, namun ternyata menurut kehendak-Nya, bibit-bibit itu akhirnya menjadi pohon jenis-jenis berbeda-beda. Ada ‘pohon’ dengan label sebagai imam, lawyer, wartawan, seniman, politisi, dosen.
“Saya pikir (semangat seperti) ini bukan saja milik CP 57, tetapi berlaku untuk kita semua grup Merto ini. Demikian sedikit penjelasan dari saya sebagai ‘bidel’ (baca: ketua kelompok baya) CP 57. Berkah Dalem,” tulis Krissantono mengakhiri keterangannya.
Dengan demikian ‘duduk perkaranya’ sudah menjadi jelas bagi kita semua.