Minggu 15 Oktober 2023.
- Yes. 25:6-10a.
- Mzm. 23:1-3a,3b-4,5,6.
- Flp. 4:12-14,19-20.
- Mat. 22:1-14.
PERNIKAHAN adalah salah satu momen penting dalam hidup yang membutuhkan persiapan matang.
Tak hanya persiapan mental, melainkan juga persiapan untuk acara pernikahan.
Acara resepsi pernikahan di sekitar kita sering dibilang sebagai acara orang tua dan mempelai jadi seperti pajangan saja.
Pernyataan ini muncul karena biasanya tamu yang datang ke acara resepsi kebanyakan adalah rekan dari orangtua kedua mempelai dan mempelai pun banyak yang tidak mengenali para tamu itu.
Kondisi tersebut bisa jadi karena faktor biaya acara yang mayoritas berasal dari orangtua. Jadi wajar saja undangan dari sisi orangtua bakal lebih banyak.
Tak jarang juga ada pasangan yang memang menabung sejak lama dan berencana membiayai resepsi pernikahan mereka sendiri, tanpa ada campur tangan orangtua.
Ada yang memang tidak mau memberatkan orangtuanya, tapi ada juga yang berharap dengan membiayai sendiri mereka bisa mengadakan acara yang sesuai dengan harapan mereka, sehingga nantinya resepsi tersebut benar-benar jadi acara mempelai, bukan acaranya orangtua.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya.
Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang.”
Undangan pesta dalam perjamuan kawin tersebut menyatakan pemanggilan Allah kepada manusia untuk menerima kasih-Nya yang tentu saja adalah anugerah semata.
Perumpamaan ini menggugah kesungguhan kita menerima panggilan Tuhan.
Apa yang menjadi orientasi hidup kemuridan kita, apakah kita menjalani hidup sudah berorientasi pada kebenaran Tuhan atau masih tetap dalam ‘hidup lama’ yang masih berorientasi pada hidup yang hanya menyelamatkan hidup duniawi yang tidak memperdulikan keselamatan jiwa.
Panggilan mengikut Yesus menuntut kesungguhan dengan sepenuh hati untuk hidup dalam panggilan-Nya.
Tuhan tidak menginginkan kita mengikuti panggilan-Nya dengan pertimbangan-pertimbangan duniawi, sebab Tuhan tidak mau dibanding-bandingkan dengan hal-hal duniawi yang sesungguhnya adalah dibawah kuasa-Nya.
Tanpa kesungguhan dalam mengikut Yesus, maka akan ada berbagai macam alasan yang dapat kita perbuat untuk tidak hidup dalam perintah-Nya.
Banyak orang yang diundang namun mereka tidak menyadari bahwa Allah masih mengadakan inspeksi.
Dalam Pengakuan Iman kita disebutkan bahwa “… dan dari sana Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.”
Benar kita diampuni dan dibenarkan oleh Tuhan bukan karena kebaikan kita, melainkan karena darah Kristus.
Namun, adalah hal yang aneh jika manusia yang ditebus Kristus itu justru dalam hidupnya melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kehendak Allah.
Masih hidup sama seperti orang yang tidak mengenal Tuhan. Mengaku murid Yesus tetapi bertentangan dengan ajaran dan sikap hidup Yesus.
Mengaku murid Yesus tetapi tetap egois, munafik, iri hati dan sulit mengampuni.
Ini sama artinya dengan orang-orang yang diundang, ia datang ke undangan itu namun, tidak mengenakan pakaian pesta.
Oleh sebab itu Yesus mengingatkan, “Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikitnya yang dipilih.”
Jadi berusahalah menjadi murid Yesus yang menyambut panggilan-Nya dengan melakukan kehendak-Nya sepenuh hati karena kelak engkau akan memperoleh kemuliaan yang tidak dapat layu.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku menanggapi panggilan menjadi murid Yesus dengan sepenuh hati?