Rabu, 21Juli 2021
Kel.3: 1-6.9-12.
Mat. 11:25-27.
SALAH satu karya pastoral yang cukup kami perhatian sewaktu berkarya di pedalaman Kalimantan Tengah adalah bidang pendidikan.
Kami berusaha mendukung anak-anak pedalaman untuk mau sekolah dan bisa melanjutkan pendidikan hingga jenjang SLTA dan Perguruan Tinggi.
Anak-anak yang mendapat dukungan beasiswa itu sungguh menunjukkan niat dan kemauan mereka dalam belajar.
Setiap akhir semester, mereka dengan bangga menyampaikan hasil studinya kepada kami.
Saat libur, mereka berusaha memberikan waktu untuk ikut membantu di paroki maupun berusaha aktif dalam kegiatan menggereja baik di paroki maupun di stasi.
Orangtuanya pun sangat mendukung. Karena salah satu kriteria keluarga yang mendapatkan bantuan beasiswa adalah bapaknya tidak merokok dan minum minuman keras.
“Kamu libur berapa lama?” tanya rekanku kepada salah satu anak yang datang ke pastoran.
“Hampir satu bulan, Mo. Apa yang bisa saya bantu selama saya liburan, Mo?” jawabnya setengah bertanya.
“Beberapa waktu ini, kami sedang membenahi buku-buku di perpustakaan paroki. Kalau ada waktu kamu bisa melanjutkannya,” kata temanku.
“Iya siap, Mo. Aaya ajak teman-teman ya Mo,” jawabnya.
“Boleh, silahkan saja,” sahut temanku.
Bagi kami. sikap anak-anak itu menjadi ssbuah kebahagiaan. Karena mereka tidak melupakan kebaikan yang mereka terima.
Mereka menunjukkan kesadaran untuk mensyukuri dukungan yang mereka terima, meski tidak kami minta.
Mau datang ke paroki waktu libur saja sudah sebuah tanda yang baik. Apalagi menawari diri maui membantu.
Dengan mengajak teman-temannya menata perpustakaan, ia telah menularkan kebaikan bagi orang lain.
Kebaikan itu ibarat virus. Yang mudah menyebar ke setiap hati yang terbuka olehnya.
Namun kebaikan yang tidak disyukuri dan dibagikan kepada sesama akan beku dan mati tanpa membawa berkat.
Ucapan syukur yang paling tepat adalah dengan tindakan nyata bukan sekadar kata-kata manis.
