Tetapi Markus mencatat bahwa Yesus tinggal diantara binatang-binatang liar dan dilayani malaikat. Yang dialami Yesus dalam/atau sesudah pegulatan melawan Iblis ialah keadaan di firdaus; hidup harmonis bersama binatang-binatang dan dilayani para malaikat, seperti yang dialami Adam dan Hawa waktu masih tinggal di Firdaus. Yesus menjadi Adam baru yang melawan godaan Iblis dan menang! Dan itu yang diwartakan Yesus: Allah sudah meraja. Manusia perlu bertobat dan percaya kepada kabar gembira bahwa Allah sudah meraja!
Jadi masa Prapaskah adalah undangan untuk kembali ke firdaus; kembali ke situasi dimana Allah meraja dan hidup berdamai dengan lingkungannya dan mengalami sukacita surgawi, bersama para malaikat. Tetapi mengapa bagi kita, masa Prapaskah tidak kita rasakan seperti firdaus? Kita dibebani dengan kewajiban pantang, puasa, doa dan derma? Karena kita membayangkan firdaus sebagai situasi dimana kita hidup enak-enak, tidak perlu bekerja, semua yang kita sukai sudah tersedia secara berkelimpahan.
Firdaus adalah situasi sekitar kita, yang tersedia bagi kita tanpa usaha. Yesus mengalami firdaus di padang gurun. Tempat sepi, dimana Yesus sendirian, bertemu dengan Allah BapaNya. Dimana tempat sepi itu dalam hidup kita sekarang? Firdaus itu bukan tempat yang jauh, tetapi sangat dekat dengan kita, di dalam Hati nurani kita masing-masing. Hati nurani adalah tempat manusia seorang diri, bertemu dengan Allah yang menyapa dia.
Hanya sayang, firdaus, tempat manusia berjumpa dengan Allah, sudah dirusak oleh Iblis yang menggoda kita. Kita tidak diharapkan berjumpa dengan Allah, tetapi memenuhi keinginan dan hawa nafsu kita. Kita tidak diharapkan perduli dengan kesejahteraan bersama, dengan tanggung jawab dan panggilan hidup kita. Kita diajak untuk sibuk dengan diri sendiri.
Firdaus sudah dikeluarkan dari hati nurani kita. Karena itu, masuk dalam hatinurani kita menjadi peristiwa yang tidak menyenangkan, mengganggu, karena kita tidak nyaman berjumpa dengan Allah berdua saja. Karena itu masa Prapaskah adalah saat kita diingatkan kembali: Allah masih membuka firdaus dalam hati nurani kita dan rindu berjumpa dengan kita. Kita diajak melawan kecenderungan hidup yang menjauh dan tidak perduli dengan Allah, tetapi diajak kembali berjumpa dengan Bapa yang tersembunyi mengawasi dan menunggu kita. Kembali kepada Allah, itu inti pertobatan.
Bertobat yang diwartakan Yesus, bukan sekadar rasa sesal atas dosa, tetapi lebih sikap positip: berjuang melawan godaan Iblis bersama Yesus, agar Allah dapat meraja dalam hidup kita. Kebiasaan buruk dan dosa-dosa kita membuat Firdaus dan Surga jauh dari hidup kita; karena dengan dosa dan kebiasaan buruk itu kita merusak hubungan kita dengan alam, sesama dan Allah. Jadi bertobat merupakan undangan untuk mengalami firdaus, berjumpa dengan Allah yang mengasihi kita.
Mengalami sukacita
Jadi kalau kita pada masa ini diajak untuk bertobat, kita bukan disuruh bersusah hati. Kita diajak justru mengalami sukacita dan damai, karena kita masuk padang gurun, kesendirian kita, dimana kita dapat bertemu dengan Allah sendiri. Kalau kita berani masuk dalam hati nurani kita, maka kita ada bersama Allah, memerangi iblis itu, membuat firdaus itu menjadi surga bersama Kristus. Itu lah artinya percaya kepada Injil.
Bertobat tidak hanya berarti menyesal dan berjuang untuk menghilangkan kebiasaan buruk dan tidak berdosa lagi, tetapi terutama berarti ikut berjuang memulihkan situasi Firdaus dan Surga bersama Kristus. Kita sadar bahwa menghilangkan kebiasaan buruk yang sudah lama kita miliki, bukan pekerjaan mudah. Apalagi jika kebiasaan buruk itu menjadi dosa yang rutin dan menahun kita lakukan. Hanya berkutat disana, dapat membuat kita putus asa atau acuh tak acuh karena kegagalan yang terus menerus. Maka usaha pertobatan kita, kita arahkan untuk menciptakan situasi positip: mencoba ikut menghadirkan Firdaus dan Surga di lingkungan hidup kita.
Berdamai dengan alam, sesama dan Allah sesuai dengan kemampuan kebaikan kita yang ada. Sehingga dengan terciptanya lingkungan positip itu, terbangun juga suasana gembira, damai, menyenangkan, sehingga karena kita ikut dipengaruhi oleh suasana positip itu. kita dapat lebih mudah berjuang melawan kebiasaan buruk dan dosa-dosa kita.
Mengambil kebiasaan jelek
Aku mohon kepada Tuhan untuk mengambil kebiasaan jelekku. Tuhan menjawab: Tidak. Bukan Aku yang mengambil, kamu yang harus menyerahkannya. Aku mohon agar Tuhan menyembuhkan anakku yang cacat. Tuhan menjawab: Tidak. Rohnya sempurna, badannya hanya sementara. Aku mohon agar Tuhan memberiku kesabaran. Tuhan menjawab: Tidak. Kesabaran adalah buah sampingan dari kesulitan. Kesabaran bukan dikurniakan, tetapi dipelajari.
Aku mohon kepada Tuhan kebahagiaan. Tuhan menjawab: Tidak. Saya memberimu berkat. Kebahagiaan, terserah kamu. Aku mohon agar Tuhan membebaskan aku dari kesakitan. Tuhan menjawab: Tidak. Derita menarikmu lepas dari perhatian dunia dan membawamu lebih dekat kepadaKu.
Aku mohon agar Tuhan menumbuhkan rohku. Tuhan menjawab: Tidak. Kamu harus menumbuhkannya sendiri. Tapi aku akan memangkasmu, agar engkau berbuah. Aku mohon segala sesuatu agar aku dapat menikmati hidup. Tuhan menjawab: Tidak. Aku akan memberimu hidup agar kamu dapat menikmati segala sesuatu.
Aku mohon agar Tuhan membantuku, mencintai sesama, seperti Ia mencintai aku. Akhirnya Tuhan menjawab: Aaahh. Akhirnya kamu mengerti. Melawan kebiasaan buruk dan menghentikan dosa, masih merupakan kegiatan yang berpusat pada diri kita.
Ikut menciptakan Firdaus dan Surga di sekitar kita, membuat kita berpusat pada Allah; dan hasilnya membuat kita juga tumbuh dan bersama Kristus, mampu melawan godaan Iblis. Marilah pada masa Prapaskah ini, kita ikut menciptakan Firdaus di tengah semua perjuangan dan pertobatan kita. Sehingga kita juga ikut mengalami kedatangan Kerajaan Allah. AMIN.