FORUM Cripingan –arena diskusi hal-hal aktual untuk konsumsi kelompok internal— di kalangan alumni Seminari Mertoyudan di Pejompongan, Jakarta Pusat, pada hari Rabu (6/12) malam lalu berlangsung dengan atmosfir serasa lain dibandingkan acara-acara serupa sebelumnya.
Selain terasa lebih gayeng dan ramai plus hangat karena jumlah pesertanya sampai melebihi ‘kuota’ yang sudah dipagrok panitia, prosesnya pun juga sangat bergelora. Itu sangat sesuai dan serasa pas ‘membumi’ dengan topik ngetren yang hari-hari ini ramai diperbincangkan: Generasi Millenial alias anak-anak “Zaman Now”.
Beda generasi, beda pula cara pikir
Millennial alias “Now”, istilah yang sekarang lebih banyak digunakan dibanding istilah dulu ‘Gen Y’, dipakai untuk menamai orang muda kelahiran 1980-2000. Mereka lahir setelah Generasi Baby Boomers (1940-1960) dan Generasi X (1960-1980).
Lahir pada zaman berbeda tentu akan berdampak pada gaya yag beda pula dalam mencecap budaya, mengakrabi teknologi, memiliki cakupan wawasan serta dimensi persepsi. Semua itu akan menjadikan masing-masing tiga ‘spesies’ generasi tersebut lantas memiliki cirikhasnya masing-masing.
Keberagaman ‘budaya’ dan cara pikir ini – kalau tidak dipahami dan disiasati – bisa berujung bentrok dan saling tak klop antargenerasi.
Generasi Millennial alias si ‘New Kids on the Block’ ini bagi Generasi Baby Boomers merupakan generasi yang ajaib, namun sekaligus juga sering kali membingungkan. Rentang perbedaan usia dan beda gaya hidup mereka itu telah membuat para ‘sesepuh’ sering garuk-garuk kepala kalau harus menyaksikan dari dekat polah laku generasi ‘anak bawang’ ini dan apalagi harus menghadapinya setiap hari di kantor.
Pihak yang ‘senior’ lalu hanya bisa membatin, namun setengah meradang. Kata hati kedua generasi yang mungkin sering tak terucapkan adalah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
- Mengapa anak-anak muda itu suka sekali mengambil keputusan gampang banget dan cepat sekali loncat kerja? Apa nilai dasar yang memotivasi mereka?
- Sedangkan yang masih ‘bau kencur’ lantas menyuarakan: Ini ada tawaran gaji lebih tinggi, kira-kira saya mesti resign ga?
- Bagaimana cara menghadapi orangtua yang cenderung mempertahakan keseimbangan dan rasa mapan sekaligus sering kali cerewet?
Banyak pergulatan batin muncul di hati kedua belah pihak. Konflik batin dan beda kepentingan itu sebenarnya bisa diminimalisir, kalau kedua belah pihak bersedia lebih membuka diri untuk saling lebih mengenal karakter masing-masing generasi.
PGU merespon problem
Kesadaran untuk memahami Generasi Millennial “Zaman Now” inilah yang mendorong Komunitas Paguyuban Gembala Utama (PGU) – forum paguyuban para alumni Seminari Mertoyudan– lalu mendapuk Krisna untuk angkat bicara.
Krisna adalah alumnus Seminari Mertoyudan masuk tahun 1999. Ia adalah sosok tipikal generasi “Zaman Now”, namun pengalamannya di dunia kerja sudah berhasil memposisikan ‘anak bau kencur’ ini sebagai sosok profesional di dunia bisnis internasional.
Ia jelas masuk golongan Generasi Millennial. Namun, pada umur yang masih sangat muda belia itu, Krisna telah melalang buana memimpin sebuah ekspansi bisnis di enam negara di kawasan ASEAN dengan kantor pusatnya di Bangkok, Thailand.
Di forum Cripingan Mertoyudan inilah, Krisna tampil sebaga narasumber utama untuk bisa berbagi pengalaman pribadi sekaligus refleksinya. Catatan reflektif itu dia kerjakan dalam upayanya bisa memahami dan memotivasi ratusan anggota tim kerjanya yang semuanya rata-rata masuk kategori Generasi Millenial “Zaman Now”.
Krisna pernah berkeinginan menjadi imam dan karenanya masuk Seminari Mertoyudan tahun 1999 sampai rampung tahun 2003. Niatnya masuk Ordo Serikat Yesus dan seorang Jesuit dengan bergabung masuk ke Novisiat SJ di Girisonta akhirnya berbelok arah. Ia akhirnya masuk kuliah di ITB Program Studi Teknik Lingkungan.
Setelah lulus, ia meniti karier bekerja di perusahaan multinasional; bukan di bagian manufaktur, melainkan justru di bidang pemasaran dan ia bertahan sukses hingga sekarang. Di situ Krisna berhasil mengembangkan kariernya dengan cemerlang.
Ia berhasil menapaki jabatan tahap demi tahap, sampai ditugaskan sebagai Manajer Regional Asia di Bangkok selama kurang lebih tiga tahun dan kemudian ‘pulang kampung’ ke Indonesia dan tinggal di Jakarta Selatan. Sekarang ini, ia masih menduduki jabatan manajer pemasaran di salah satu perusahaan konsumsi terbesar di dunia.
Enam ‘kutukan’
Menurut Krisna yang juga kadang berbagi ilmu di sebuah lembaga studi marketing, Generasi Millennial terkena oleh apa yang dengan senang hati dia sebut sebagai ‘kutukan’ (curse).
Jumlah ‘curse’ itu ada sebanyak enam.
Menurut Krisna, keenam ‘kutukan’ yang ingin dibagikan kepada jaringan alumni Seminari Mertoyudan di Forum Cripingan itu merupakan catatan reflektif yang dia kerjakan bersama isterinya ketika sebagai pasutri katolik muda mesti menyikapi perkembangan zaman saat ini.
Utamanya, kata dia, keharusan bisa mencari format kiat-kiat manakala nanti kedua anaknya yang kini masih precil-precil ini suatu saat –15 tahun kemudian—akan menjadi Generasi Millenial “Zaman Now’ dengan cakupan wawasan dan ekspektasi kehidupan plus tatanan nilai yang barangkali sudah akan berbeda pada tahun 2017 ini. (Berlanjut)
Additional report & Editor: Mathias Hariyadi