Senin, 17 Februari 2025
Kej. 4:1-15,25
Mzm. 50:1,8,16bc-17,20-21
Mrk. 8:11-13.
SERING kali, dalam perjalanan hidup, kita begitu ingin mendapatkan kepastian.
Kita meminta tanda, mencari petunjuk yang jelas, berharap agar Tuhan segera menunjukkan jalan tanpa harus melewati proses yang panjang.
Iman sejati bukanlah tentang melihat terlebih dahulu baru percaya, tetapi tentang percaya bahkan sebelum kita melihat. Sebab Tuhan tidak pernah terlambat.
Dia membentuk kita melalui setiap langkah, mengajarkan kita kesabaran, ketekunan, dan penyerahan diri.
Tuhan pernah menegur orang-orang yang terus meminta tanda, karena sering kali itu menunjukkan hati yang kurang percaya.
Kita lupa bahwa Tuhan bukan hanya berbicara melalui tanda-tanda besar, tetapi juga dalam keheningan, dalam setiap langkah kecil yang kita jalani dengan iman.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Maka mengeluhlah Ia dalam hati-Nya dan berkata: Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda.”
Dalam ayat ini, Yesus mengungkapkan kekecewaan-Nya terhadap orang-orang yang terus meminta tanda.
Mereka menginginkan bukti sebelum percaya, seolah-olah iman mereka bergantung pada mujizat yang nyata. Padahal, tanda-tanda yang Tuhan berikan seharusnya menuntun kita kepada iman, bukan menjadi syarat bagi iman itu sendiri.
Kerap kali kita juga bersikap seperti mereka. Saat menghadapi pergumulan, kita berkata, “Tuhan, beri aku tanda, maka aku akan percaya.”
Kita menuntut kepastian sebelum berani melangkah. Namun, iman sejati tidak membutuhkan bukti yang instan. Iman adalah kepercayaan yang teguh, meskipun kita belum melihat jawabannya.
Yesus ingin kita memiliki hubungan yang lebih dalam dengan-Nya, bukan sekadar menjadi orang yang selalu menunggu tanda.
Tanda-tanda dari Tuhan memang ada, tetapi itu bukan satu-satunya cara Dia bekerja.
Dia ingin kita berjalan dengan iman, mengandalkan firman-Nya, dan percaya bahwa setiap langkah hidup kita ada dalam tangan-Nya.
Tuhan tidak berhutang tanda kepada kita, tetapi Dia telah memberikan diri-Nya sendiri sebagai bukti kasih yang terbesar.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku sedang menanti tanda?