Puncta 06.12.21
Senin Advent II
Lukas 5: 17-26
SUATU hari kami ziarah ke Gua Maria Penolong Abadi di Stasi Pojok Klepu, DIY. Saya tertarik dengan patung Maria yang menggendong Yesus kecil.
Patung itu berdiri di sebuah bilik dengan atap dari anyaman daun tebu. Di sampingnya ada lesung dan alu, alat untuk menumbuk padi.
Sungguh manusiawi, jika Maria sangat dekat dengan alat-alat rumahtangga seperti itu.
Saya agak terkejut dengan bulu mata Maria yang terpasang. Saya tidak tahu apakah itu bulu mata palsu atau eyelash extension.
Saya yakin Maria tidak terlalu berpikir tentang penampilan luar.
Yang dipikirkan Maria adalah bagaimana membuat orang lain bahagia, selamat, tidak dipermalukan seperti kasus perkawinan di Kana.
Hati Maria lebih tajam menembus kalbu daripada bulu mata palsu itu.
Begitu pula dengan Yesus. Ia tidak mudah mengadili apa yang nampak di luar. Tetapi Yesus mampu melihat apa yang dipikirkan orang.
Pikiran Yesus melampaui segala peristiwa yang terjadi. Ia tidak cepat menghakimi orang atau suatu peristiwa.
Ia dapat membaca apa yang dipikirkan orang. Ia menembus pikiran hati orang.
Ia sedang mengajar dan banyak orang berdesakan mendengar-Nya, termasuk para ahli Taurat dan Kaum Farisi. Mereka duduk mendengarkan, sambil mencari kesalahan.
Ketika ada beberapa orang mengusung orang lumpuh di atas tempat tidurnya, mereka itu tak beranjak sedikit pun, memberi jalan.
Terpaksa mereka membongkar atap rumah dan menurunkan orang lumpuh itu dekat kaki Tuhan.
Yesus tidak menyalahkan atau menghakimi mereka, tetapi justru menghargai usaha dan kreativitas mereka demi keselamatan sesama yang sakit.
Yesus berkata dengan kuasa, “Hai saudara, dosamu sudah diampuni.”
Kaum Farisi dan Ahli Taurat yang sejak tadi duduk mendengarkan langsung mengernyitkan dahi dan menuduh Yesus menghujat Allah.
Walaupun tidak disampaikan, mereka hanya berpikir dalam hati, Yesus tahu apa yang mereka pikirkan.
Jalan pikiran kaum Farisi, orang lumpuh itu orang berdosa. Karena itu ia dihukum Allah dengan sakitnya itu.
Yesus datang sebagai Allah yang mengampuni dosa. Karena itu oleh kaum Farisi Dia dianggap menghujat Allah.
Belum habis ketercengangan mereka, Yesus sekali lagi membuktikan kuasa ilahi-Nya.
“Supaya kalian tahu bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa, lalu Yesus berkata kepada si lumpuh, “Aku berkata kepadamu: Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumah.”
Yesus adalah Allah yang berkuasa mengampuni dosa. Oleh masyarakat, lumpuh, buta, bisu, timpang, kusta dianggap sebagai kutukan atau hukuman karena dosa.
Pikiran dan tindakan Yesus tidak terjebak oleh pikiran atau anggapan orang banyak. Ia melampaui pikiran dan hati manusia.
Ia tidak hanya duduk berpangku tangan saja seperti para ahli kitab dan kaum Farisi, namun Ia mengampuni dan menyembuhkan si lumpuh.
Mungkin hati dan pikiran kita juga lumpuh. Bisa jadi kita juga hanya duduk-duduk saja dan menghakimi orang lain seperti kaum Farisi.
Kita butuh tindakan Tuhan yang mengampuni dan menyembuhkan kelumpuhan kita.
Menulis surat dengan tinta biru.
Menumpahkan rasa penuh haru.
Tuhan ampunilah dosa-dosaku.
Di saat menanti kedatangan-Mu.
Cawas, Tuhan lihatlah hatiku….