Senin, 30 Agustus 2021
1Tes. 4:13-17.
Mzm. 96:1.3-5.11-13.
Luk. 4:16-30
MARAH selalu ada sebabnya. Jika orang marah-marah tanpa sebab mungkin bisa digolongkan sebagai ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa)
Orang-orang yang dihadapi Yesus hari ini marah. Karena mereka tidak terima dengan apa yang dikatakan Yesus.
Pada awalnya, semua orang bisa menerima apa yang dikatakan Yesus.
Tetapi ketika Yesus mulai menyentuh pengalaman lama, mereka mulai tidak menerima.
Mereka marah dan hendak membinasakan Yesus.
Seorang teman menceritakan bahwa dia sering kali harus pindah pekerjaan. Karena tidak bisa mengendalikan amarahnya.
“Sebelum berumur 40 tahun, saya ini menjadi pribadi yang temperamental. Mudah marah, meski disulut masalah kecil,” katanya mengawali syering.
“Saya tahu bahwa kemarahanku kadang tanpa alasan yang mendasar. Namun saya sulit mengendalikannya,” lanjutnya.
“Saya didorong oleh isteriku pergi ke psikolog untuk minta bantuan. Isteriku yang menyakinkanku, bahwa ini bukan aib. Tetapi aku akan lebih bahagia jika bisa mengendalikan amarahku,” ujarnya.
“Tabiatku yang suka marah itu sangat mengangguku. Bahkan saya kehilangan banyak teman, karena tabiat itu,”ujarnya.
“Perjumpaan dengan psikolog serta pendampingan isteriku membuat saya bisa menemukan akar yang memicu saya jadi mudah marah. Masa laluku penuh luka. Dan dalam dasar hatiku tersimpan kebencian dengan teman-temanku waktu kecil yang telah mem-bully dan menyakitiku bahkan secara fisik,” kisahnya.
“Setelah menemukan luka itu serta menjalani pedampingan akhirnya saya bisa mulai bisa menyambut orang lain dalam hidupku dengan terbuka,” ujarnya
“Saya dulu begitu agresif dan gampang marah, suka menghina serta menuntut orang lain seperti yang saya mau. Semua itu dikendalikan oleh luka masa laluku dan di bawah alam sadarku,” ujarnya lagi.
“Setelah aku bisa berdamai dengan masa laluku, hubunganku dengan orang lain menjadi lebih menyenangkan dan membahagiakan,” katanya.
“Tidak ada penolakan lagi dari diriku karena aku melihat orang lain seperti adanya bukan seperti yang aku mau. Aku mau mengenal dan menerima orang lain seperti adanya,” katanya lagi.
Orang Farisi dan Ahli Taurat tidak mau menerima Yesus; bahkan mengusirnya.
Mereka tidak bisa menerima apa yang dikatakan Yesus.
Karena Yesus mulai menyentuh pengalaman masa lalu nenek moyang mereka.
Pengalaman ketika kebaikan Allah justru diterima dan dialami oleh bangsa lain. Oleh bangsa yang mereka anggap kafir.
Mereka kecewa dengan yang terjadi pada masa lampau. Tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
Sitausi yang terjadi pada masa lalu sangat menyedihkan. Namun mereka tak berdaya untuk mengubahnya.
Dan kini, Yesus menyamakan nasib mereka dengan masa lalu nenek moyang yang menyedihkan itu.
Kenyataan batin seperti itulah yang mendorong mereka marah. Bahkan ingin membinasakan Yesus.
Bagaimana denganku?
Adakah pengalaman masa lalu yang melukai hidupku?
Apakah pengalaman itu masih membuatku marah jika mengingatnya?