KARYA-karya seni merupakan buah proses kreatif para seniman. Proses kreatif adalah proses oleh rasa yang bersumber dari keresahan atau keprihatinan akan sesuatu. Keresahan atau keprihatinan yang menusuk dan menggelegak mencari kanal (saluran). Maka hasil kreatifnya adalah ungkapan rasa dalam kalbu yang menggelegak bagai magma.
Dalam khasanah kesusastraan Jawa, salah satu “kanal” gelegak kalbu adalah tembang macapat. Tembang macapat adalah kidung dengan aturan-aturannya yang khas yang disering disebut guru lagu dan guru swara.
11 tembang
Ada 11 macam tembang macapat yang sering kali dikaitkan dengan perjalanan hidup manusia, sejak lahir hingga kembali dalam keabadian. Tembang macapat sering berisi tentang nasehat kehidupan, akan tetapi juga merupakan wujud dari ungkapan hati yang terdalam. Ketika gelegak kalbu tak terungkap dengan tuturan biasa maka tembang macapat menjadi ‘kanal’. Pilihan jenis tembang ungkapan simbolik atas perasaan yang terungkap selain apa yang tersurat dalam tembang itu sendiri.
Tembang pangkur
Gunarti, petani di Pegunungan Kendeng Jawa Tengah yang bertemu Presiden Joko Widodo di istana bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara menyerahkan kertas kecil berisi tembang pangkur (Kompas, 23 Maret 2017).
Tidak jelas apa isi tembang pangkur itu, namun bahwa pilihan menyerahkan tembang pangkur adalah sebuah simbol perlawanan dan harapan dari mereka yang sering kalah dan dikalahkan. Kata ‘pangkur’ berasal dari kata ‘mungkur’ yang berarti pergi atau meninggalkan Filosofi dalam tembang pangkur adalah penggambaran dari kehidupan yang seharusnya mungkur, menghindari berbagai hawa nafsu, keserakahan dan angkara murka.
Pangkur juga menggambarkan seseorang yang sudah mulai bersiap untuk meninggalkan segala hal bersifat keduniawian untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Tembang pangkur memiliki watak atau karakter yang gagah, kuat, perkasa dan hati yang besar.
Gunarti ketemu Jokowi bawa pangkur
Tembang pangkur ini menjadi tembang yang cocok untuk mengungkapkan kisah kepahlawanan, perjuangan juga peperangan. Pilihan tembang pangkur yang diserahkan oleh Gunarti menyampaikan pesan simbolik yang tegas dan jelas.
- Pertama, itu mengungkapkan sikap para petani Pegunungan Kendeng, bahwa perjuangan mereka tidak pernah akan kenal lelah dan pantang menyerah. Mereka menempuh perjuangan tanpa kekerasan, bukan berdasar pada kebencian tetapi atas dasar cinta. Cinta akan lingkungan, cinta akan tanah, ibu pertiwi yang memberi hidup dan cinta akan anak cucu. Perjuangan mereka bukan soal urusan materi tetapi perjuangan keresahan nurani yang sering kali dibungkam oleh mereka yang diliputi nafsu angkara.
- Kedua, harapan para petani kepada Presiden, pemimpin dan pelayan negeri ini. Harapan agar Presiden melihat persoalan penolakan pabrik semen di Pengunungan Kendeng bukan dari mata ekonomi dan materi tetapi dari mata nurani. Ada kekuatan angkara yang membayang dibalik semua peristiwa ini. Presiden hendaknya bijak dalam melihat dan meneliti semua kajian tidak hanya berdasar pada akal budi tetapi juga melibatkan hati. Kejujuran hati pada nurani menjadi penerang akal budi.
Presiden Joko Widodo yang kental dengan tindakan-tindakan simbolik akan lebih memahami simbol yang diberikan oleh Gunarti yang mewakili sekian banyak rakyat yang seringkali tidak punya cara untuk mengungkapkan kegelisahan nurani yang seringkali dibungkam kekuatan angkara. Semoga.
Iwan Roes