Home BERITA Catatan tentang Agats Asmat, Papua: Dahulu, Kini, dan Masa Depan (7)

Catatan tentang Agats Asmat, Papua: Dahulu, Kini, dan Masa Depan (7)

0
Naik sampan bermotor menyusuri 'kali potong' ke wilayah pedalaman di Asmat. (Albertus Istiarto)

KLB (Kejadian Luar Biasa) Campak dan Gizi Buruk di Kabupaten Asmat telah membuka mata dunia untuk mengenal lebih jauh situasi dan kondisi alam Asmat.  Itu lantaran telah terjadi kehebohan dengan berita meninggalnya 70-an anak balita dan ratusan orang  yang harus dirawat inap dan jalan karena wabah campak dengan kondisi kesehatan gizi buruk.

Berbagai perhatian dan tanggapan atas kejadian KLB itu telah berdatangan; baik dari Pemprov Papua, Pemerintah Pusat, bahkan simpatisan, relawan maupun cendikiawan atas musibah ‘tingginya angka kematian’ karena kurang asupan gizi ini.

Orang lantas berdiskusi, berseminar tentang rawan pangan, kondisi kurang gizi di sebagian wilayah Papua khususnya.

Dermaga di tepi aliran sungai-sungai besar dibangun oleh Misi dtempat kapal dan sampan motor bisa bersandar. (Albertus Istiarto)

Asmat dulu: lima landasan pacu pesawat

Dari sejarah perkembangan dan kemajuan masyarakat Asmat sejak zaman dulu, harus kita akui bahwa yang paling berperan penting di sana adalah kiprah besar para misionaris Katolik baik maupun Protestan yang berkarya di wilayah sulit ini. Dengan berbagai kemampuan dan biaya, mereka berhasil membangun landasan pesawat terbang sederhana (di atas lapangan rumput). Para misonaris ini pula yang berhasil membangun banyak dermaga di tepian aliran sungai besar di mana pos-pos Misi berada.

Sejak dulu, para misionaris asing itu bahkan berhasil membangun lima landasan pacu untuk pesawat ringan berlandaskan tanah berrumput. Landasan pacu ini hanya cocok untuk pesawat ringan jenis Cessna berpenumpang empat orang.

Kelima landas pacu untuk pesawat ringan itu berlokasi  di Ewer, Yaosakor, Senggo, Basim, dan Bayun.

Pesawat ringan jenis Pilatus milik Associated Mission Aviation (AMA) di landas pacu beralaskan pelat besi di atas tanah berumput di pedalaman Ewer, Kabupaten Asmat. (Albertus Istiarto)

Landasasan perintis di Ewer yang dulu dibuat dengan timbunan tanah dan rumput oleh Misi akhirnya ditingkatkan performanya oleh Bapak Bupati Asmat. Ini terjadi, ketika Asmat berhasilkan dimekarkan menjadi kabupaten. Caranya dengan cari menambahi pelat besi di atas tanah berrumput supaya landasannya menjadi  lebih keras dan tidak becek di waktu hujan.

Khusus di Yaosakor, kasusnya menjadi agak istimewa. Itu karena, selain lapangan rumput, ada kemungkinan juga menggunakan pesawat amfibi yang mampu mendarat di aliran Sungai Yaosakor.

Pesawat AMA mendarat di Bandara Ewer Agats difoto dari udara dan kondisi riil di lapangan. Foto dibuat di bulan Juni 2013. (Mathias Hariyadi)

Di permukiman sepanjaang aliran Sungai Yaosakor era tempo dulu itu serasa kita tengah berada bukan di negara sendiri. Itu karena di situ tersedia tempat tinggal pilot dan pendeta dari Amerika yang berkarya di wilayah ini.

http://www.sesawi.net/2018/01/28/catatan-tentang-agats-asmat-cinta-dan-peayanan-15-tahun-sr-emma-nangoy-osu-6/

Landasan pesawat dan fasilitasnya  dikelola oleh MAF. Termasuk juga di Senggo yang dikelola oleh MAF.

Sedangkan landasan pacu pesawar terbang di Ewer, Basim, dan Bayun itu dikelola oleh AMA (Associated Mission Aviation), sebuah konsorsium milik keuskupan-keuskupan di Papua. Ini karena berdirinya spot tempat  pendaratan dan penerbangan pesawat ringan ini dirintis oleh Misi Katolik.

Pesawat AMA (Associated Mission Aviation) jenis Pilatus berhasil tiba mendarat di ‘lapangan terbang seadanya’ beralasankan rumput dan sandaran baja di pedalaman Bandara Ewer. Pesawat capung tipe Pilatus buatan Swiss milik Associated Mission Aviation mendarat di Bandara Ewer tanggal 18 Juni 2013. (Mathias Hariyadi)

Meski begitu, hal itu tidak berarti bahwa lokasi-lokasi itu telah dikapling sendiri-sendiri. Bukan begitu pengertiannya. Memang, penggunaan  fasilitas itu tergantung pada pendeta atau pastor yang menggunakan alat transportasi udara.

Komunikasi dengan SSB

Dari sisi transportasi dan komunikasi,  memang peran  Misi itu sangat kuat. Ini berkat adanya SSB (single side band) yang  waktu itu digunakan. Bahkan tenaga atau aparat pemerintah pun banyak yang menggunakan jasa Misi untuk mengirim berita lewat misi via SSB atau menyewa mapi (kapal motor kecil) untuk urusan mereka.

Jenis motorboat semacam ini dulu sering dipinjam atau disewa oleh aparat kecamatan,  kalau ada kepentingan yang mendesak.

Kapal motor yang biasa disebut “Mapi” milik Keuskupan Agats yang dulu sering dipakai sebagai sarana transportasi dan angkutan logistik. (Albertus Istiarto)

Memang layak dimaklumi, karena dulu  jaringan pemerintah yang ada di Asmat paling tinggi hanya setingkat Kecamatan (Sawa Erma, Agats, Senggo, Atsj, dan Kamur). Baru setelah menjadi kabupaten,  wilayah kecamatan diperbanyak hingga 19 seperti sekarang ini.

Pendek kata zaman dulu, peran Misi itu begitu signifikan di  seluruh wilayah Asmat. Itu baik di bidang pendidijan, kesehatan, transportasi, dan komunikasi.

Misi juga membantu penyaluran gaji guru SD Inpres yang ada di seluruh Asmat.

Kami dulu juga ikut terlibat langsung menyalurkan gaji guru SD Inpres yang ada di wilayah Atsj; termasuk juga memfasilitasi mereka supaya pendidikan bisa berjalan karena kurangnya tenaga guru.

Kurang guru

Berpengalaman dari kondisi riil pernah hidup di Asmat selama kurang lebih lima tahunan, kami selalu mencermati permasalahan tentang ketersediaan  guru-guru SD di Keuskupan Agats.

Penulis pernah mengadakan kegiatan bertema “Sosialisasi Menjadi Guru di Pedalaman Asmat”. Acara ini berlangsung untuk kalangan para mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Program itu  digelar untuk mendapatkan respon  positif dari anak-anak muda. Kami juga ingin mencari informasi dan siapa tahu mereka ini lalu tertarik mengabdikan diri pada dunia pendidikan di wilayah yang terpencil seperti Asmat. (Berlanjut)

Penulis bersama Bapak Uskup Dioses Agats  Mgr. Aloysius Murwito OFM berfoto bersama dengan peserta “Sosialisasi Menjadi Guru di Pedalaman Asmat” di bulan  Oktober 2016 di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. (Ist)

 

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version