Dalam sebuah wawancara dengan majalah Newsweek beberapa tahun silam, Oksana yang kini hidup menikmati masa pensiunnya di Ukrania berujar: “Ketika masuk Libya, tak satu kata bahasa Arab saya kuasai. Bahkan saya tak bisa membedakan mana itu Libanon mana itu Libya. Pokoknya, sama sekali buta,” paparnya.
Dalam perkembangan waktu, selain menjalankan profesinya sebagai juru rawat pribadi ternyata Sang Kolonel merasa aman dalam ‘perlindungan’ Oksana. Saking akrabnya, Oksana pun tak segan menyapa Sang Kolonel dengan sebutan manja: “Papik” yang dalam bahasa Rusia berarti “ayah kecil”.
“Papik selalu bermurah hati kepada saya,” ungkap Oksana menggambarkan dermawannya Sang Kolonel. Apa pun yang dia minta, Papik selalu menyediakan dalam jumlah berlimpah. “Sekalipun berlimpah, namun keseharian hidup pribadiku tetap dalam pengawasan intel,” sambung Oksana.
Selama tiga bulan pertama, Papik melarangnya masuk Istana. “Saya pikir itu karena permaisuri Sang Kolonel ada rasa cemburu…,” jelas Oksana seraya menggambarkan tugasnya adalah menjaga agar Sang Kolonel tetap prima kondisi ragawinya.
“Saya bukan gundik!”
Hidup mewah di Istana Tripoli dan menjadi anggota lingkaran dalam Sang Kolonel membuat Oksana gerah ketika dituduh pers Ukraina sebagai “gundik” Khaddafi. “Tuduhan itu murahan. Tak pernah satu pun perawat ‘naik pangkat’ menjadi kekasihnya,” sergahnya atos.
“Sentuhan fisik hanya terjadi kalau saya harus mengukur tekanan darahnya,” jelas Oksana.
Mengapa Oksana terpilih?
“Saya direkrut langsung oleh Sang Kolonel setelah lolos audisi dari ratusan pelamar. Ketika dia bersalaman dan menatap mata saya, dia ‘jatuh hati’ dan kemudian menetapkan pilihannya,” jelas Oksana.
Tentang citarasa Papik, Oksana hanya berujar singkat: “Beliau sungguh pria punya selera!” (Bersambung)