Home BERITA Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

0
Ilustrasi. (Ist)

Jumat: 13 Jumat 2024

Yes. 48:17-19.
Mzm. 1:1-2,3,4,6.
Mat. 11:16-19.

ADA kalanya hati manusia menjadi sedingin es. Entah karena luka masa lalu, ketakutan akan dikhianati, atau kelelahan mencintai tanpa balasan.

Dalam kebekuan itu, kasih berubah menjadi sekadar kehadiran tanpa makna, sebuah wujud yang ada tapi tak terasa.

Hubungan terasa hambar dan kata yang keluar dari mulut kadang seperti sembilah pedang yang menyayat hati.

Namun, es yang membeku ini bisa mulai mencair ketika kehangatan cinta seseorang hadir. Ia datang tanpa pamrih, dengan sabar menawarkan cahaya dalam kegelapan.

Tapi ironisnya, tak semua kehangatan cinta mampu menembus dinginnya hati yang tertutup rapat.

Ketika kasih yang mulai mencair berubah menjadi cinta yang bertepuk sebelah tangan, di situlah rasa perih bertemu dengan kenyataan.

Seseorang yang telah memberikan segalanya, tanpa disadari, malah berdiri sendirian di tengah mimpi yang ia bangun sendiri.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak berkabung.

Karena Yohanes datang, ia tidak makan, dan tidak minum, dan mereka berkata: Ia kerasukan setan.

Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum,”

Injil hari ini menampilkan sosok Yohanes Pembaptis dan Yesus yang disebut Anak Manusia. Menghadapi orang banyak yang beragam isi hati mereka, Yesus berkata, Dengan apakah akan Kuumpamakan angkatan ini?

“Angkatan ini” yakni orang banyak yang ada di hadapan-Nya oleh Yesus diumpamakan anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada teman-temannya, Kami meniup seruling bagimu, tetapi kalian tidak menari. Kami menyanyikan kidung duka, tetapi kalian tidak berkabung.

Orang-orang tersebut tidak bergerak dan tidak tergerak sama sekali. Mereka diam. Mereka bersikap acuh tak acuh atas apa yang mereka lihat dan dengar.

Hati mereka bagaikan benda mati yang tidak mampu bereaksi dan beraksi. Mereka diam membeku.

Buktinya, Yohanes Pembaptis telah menyanyikan kidung duka, dengan menyerukan warta pertobatan, namun mereka tidak berkabung, tidak berduka atas dosa-dosa mereka.

Mereka tidak bergeming. Kalaupun mereka bereaksi, reaksi mereka cenderung negatif sebagai suatu bentuk penolakan. Hal ini terbukti, ketika Yohanes Pembaptis yang tampil sederhana dan asketis ini tidak makan dan tidak minum, mereka mencelanya dengan berkata, Ia kerasukan setan.

Bukti lain, Yesus selaku Anak Manusia meniup seruling sukacita, terutama ketika Dia menyatakan berbahagia atas mereka yang miskin, yang berdukacita, yang lemah lembut, yang lapar dan haus akan kebenaran, yang bermurah hati dan suci hatinya, namun orang-orang Yahudi tidak mau menanggapi seruan Yesus.

Mereka tidak mau membuka hati terhadap kehendak Tuhan, yang hampir selalu disuarakan Allah kepada mereka melalui peristiwa-peristiwa yang tampaknya biasa-biasa saja atau melalui orang-orang tertentu sebagai utusan-Nya.

Sikap mereka sama: Meremehkan, menyepelekan dan bahkan menyatakan sikap penolakan.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku tanggap akan suara kehendak Allah?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version