Waktu saya masih kecil, saya sering pergi ke kebun kami yang ada di lereng gunung. Di sana ayah saya membuka ladang untuk menanam padi, jagung dan ubi jalar. Biasanya tiga jenis tanaman ini yang ditanam bersama-sama di atas satu bidang ladang yang sama. Biasanya jagung ditanam berjauhan setiap rumpunnya. Jagung biasanya dipanen lebih dulu. Panen berikutnya adalah padi dan yang terakhir adalah ubi jalar.
Masa-masa panen adalah masa yang paling menyenangkan bagi saya. Kami akan menginap di kebun sambil menikmati enaknya ibu memasak beras merah. Jenis padi yang biasa ditanam oleh ayah saya adalah padi merah. Biasanya di akhir panen padi, ibu memotong seekor ayam jantan sebagai ucapan terima kasih atas kebaikan Tuhan. Semua yang terlibat dalam panen padi itu akan mendapatkan bagian dari daging ayam jantan itu.
Suasana kekeluargaan tampak sangat dominan dalam situasi seperti itu. Semua orang bergembira ria, karena Tuhan telah memberi kebaikanNya kepada manusia. Kami saling bersenda gurau. Anak-anak berkejar-kejaran di ladang yang baru selesai dipanen. Persahabatan menjadi bagian yang kami tumbuhkan sejak kecil. Saya mengalami hidup bersaudara yang begitu membahagiakan.
Ayah saya berkata, “Kita mesti saling mencintai. Kalau kita tidak saling mencintai, untuk apa kita bekerja keras? Untuk apa saya mencangkul di lereng gunung ini? Tuhan telah memberi kita kekuatan untuk saling mengasihi.”
Rela berkorban
Sahabat, cinta tidak diraih dalam sekejap. Cinta yang tulus dan murni diraih melalui korban-korban. Seorang ayah mesti mengorbankan waktu dan tenaganya untuk kelangsungan hidup keluarganya. Seorang ibu mesti rela mengorbankan nyawanya saat melahirkan buah hatinya.
Kalau korban itu dilakukan dengan penuh iman, korban itu membahagiakan. Orang tidak merasa terpaksa dalam memberikan hidupnya bagi sesamanya. Orang merasa bahagia, karena telah memberikan hidupnya bagi orang yang mereka cintai. Orang mengalami damai dalam hidup ini.
Kisah tadi mau mengatakan bahwa hidup yang biasa-biasa menjadi semakin berguna, ketika dimaknai dengan baik dan benar. Persaudaraan dan persahabatan mesti dibangun dalam perjalanan hidup sehari-hari. Untuk memiliki persaudaraan dan persahabatan yang memiliki makna, orang mesti rela berkorban. Artinya, orang berani kehilangan dirinya untuk sesamanya yang membutuhkan kasihnya.
“Tiada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang menyerahkan hidupnya bagi sesamanya,” kata seorang guru bijaksana. Artinya, orang yang sungguh-sungguh mengasihi sesamanya mesti menampakkan kasih itu dalam perbuatan yang nyata. Tidak hanya cukup kasih itu diungkapkan lewat kata-kata yang banyak dan panjang lebar.
Mengasihi sesama dibangun dengan rela merendahkan hatinya. Artinya, hanya orang yang memiliki kerendahan hati mampu memberikan hidupnya bagi sesamanya. Mari kita bangun kasih yang tulus dalam hidup sehari-hari. Dengan demikian, hidup kita menjadi semakin bermakna. Tuhan memberkati.