Ia menulis pengalamannya dalam buku “Finding your guardian spirit” pada tahun 1992 dan diterbitkan di Indonesia tahun 1995 dengan judul “Manusia tidak Mati”. Wanita yang kedua bernama Mary Agate Simma, yang lebih populer dikenal sebagai Maria Simma. Ia adalah salah satu mistikus Gereja Katolik, lahir di Sonntag, Austria, pada tahun 1915, yang mampu melihat dan berkomunikasi dengan arwah-arwah di Api Penyucian.
Kedua wanita yang tidak saling mengenal itu juga disebut sebagai seorang perantara komunikasi antara keluarga yang masih hidup di dunia ini dengan roh keluarga mereka.
Sejak lahir Aiko Gibo memiliki “cacat”, mata kirinya buta, dan telinga kanannya tuli. Tapi justru dari indera yang “cacat” itulah, dia bisa melihat, mendengar dan berkomunikasi dengan roh-roh yang sudah meninggal. Sejak kecil ia mengaku sudah mampu berhubungan dengan roh-roh yang sudah meninggal.
Pengalamannya bertahun – tahun berhubungan roh-roh membuatnya yakin bahwa kita yang masih hidup perlu selalu menghormati roh dari para saudara kita yang sudah meninggal. Ia pun yakin dan mengajak setiap orang untuk bersikap baik terhadap sesama agar kelak kita tidak hidup menderita di dunia roh.
Rekening cinta
Layaknya transfer uang, kitapun dapat mengirim ke rekening orang yang sudah wafat dengan cinta. Aiko menulis,”Mereka (roh-roh yang sudah meninggal) merasa bersyukur kepada keluarga mereka atas setiap pelayanan kecil yang dilakukan keluarga bagi mereka, bahkan jika itu hanya berupa ucapan sepotong doa sederhana atau seporsi kecil makanan kesukaan mereka di pinggir meja keluarga.”
Lebih lanjut ia juga mengatakan,”Orang-orang yang sanak saudaranya memberikan perhatian baik kepada mereka dan membuat mereka merasa dicintai serta dihargai, selalu akan tampak tersenyum dan senang ketika mereka saya lihat dengan mata kiri saya yang rabun.”
Senada dengan pengalaman Aiko, Maria Simma mengatakan,”Ada cara-cara lain, sangat bermanfaat, untuk menolong jiwa-jiwa yang sudah meninggal, yakni mempersembahkan penderitaan-penderitaan kita, penitensi kita, misalnya berpuasa, pengorbanan-pengorbanan pribadi lainnya – dan tentunya penderitaan yang tidak disengaja seperti penyakit.”
Ia menambahkan bahwa tindakan yang melawan cinta kasih pada akhirnya akan membuat roh-roh tidak hidup damai. Tindakan-tindakan itu antara lain hati yang keras, kekejaman, penolakan terhadap beberapa orang tertentu yang tidak kita sukai, penolakan kita untuk berdamai, penolakan kita untuk mengampuni serta segala sikap kebencian di dalam diri kita, memfitnah dan mengumpat.
Cinta merupakan transfer yang tidak mengenal ruang dan waktu, bahkan untuk mereka yang sudah wafat. Berdoa, berpuasa, “menderita” bagi saudara-suadara yang kita cintai, melalukan tindakan baik dengan maksud bagi yang sudah wafat merupakan “transfer” kita kepada “rekening” mereka.
Pada saat yang sama, cinta yang kita pupuk di dunia ini sekaligus merupakan bekal kita untuk “nantinya”. So, cinta memang tidak ada matinya.
Yth. Bp. Mispan, perkenalkan nama saya Yanuar, Katolik, 44th. 3 bulan y.l pasangan hidup sy meninggal dunia karena Leukemia, sy sangat terpukul dan sampai sekarang sulit untuk bisa menerima. Sy tertarik membaca artikel ini, karena sy masih ingin membahagiakan pasangan sy. Apakah nantinya ada harapan bagi sy untuk bertemu kembali dgn pasangan sy di alam roh?
Salam damai dan terima kasih,
Yanuar
Dear Bapak Yanuar, apakah nanti bapak akan bertemu di alam roh, kita tidak pernah tahu. Namun dalam iman, kita meyakini bahwa akan ada kebangkitan badan nantinya. Yang penting sebenarnya adalah bagaimana kita tetap berusaha membahagiakan orang yang kita cintai, kendati sudah wafat. Ini bisa ditempuh dengan mendoakannya dan atau melakukan “laku tapa” (misalnya puasa dan pantang) yang ditujukan untuk pasangan Bapak.