Damai di Bumi

0
Ilustrasi: Lukisan tentang peristiwa perayaan natal pertama di Greccio di mana Fransikus Assisi menghadirkan peristiwa kelahiran Yesus lengkap dengan semua kondisi waktu terjadi di Betlekem. (Fictorium N. Ginting OFMConv)

Senin, 25 Desember 2023

  • Yes 62: 11-12.
  • Maz 97:1.6.11-12.
  • Tit 3: 4-7
  • Luk 2:15-20

“KITA memimpikan dunia tanpa kekerasan, keadilan, dan harapan. Dunia yang mengulurkan tangan ke sesamanya. Sebagai simbol perdamaian dan persaudaraan”.

Kalimat di atas merupakan potongan lirik lagu berjudul The Prayer yang dinyayikan oleh Celine Dion dan Andrea Bocelli yang dirilis pada tahun 1999.

Pesan lagu perdamaian begitu kuat disampaikan secara kental dalam setiap bait lirik lagu kepada dunia.

Bahwa segala bentuk kekerasan, rasa sakit, dan penderitaan di dunia hendak dihentikan. Sehingga manusia bisa hidup berdampingan nan harmoni dalam sebuah ikatan cinta damai.

Kedamaian adalah keadaan yang didambakan oleh semua orang. Sekalipun seseorang sehari-hari terlibat pertengkaran, berselisih dengan orang lain, dan bahkan konflik berkepanjangan, sebenarnya yang bersangkutan juga tidak menyenangi kehidupan yang demikian itu. Mereka ingin hidup tenteram dan damai.

“Sudah lebih sepuluh kali perayaan Natal, saya lewatkan begitu saja tanpa mau datang dan merayakan bersama ayah saya,” kata seorang ibu. “Meski dia selalu ingin saya pulang dan merindukanmu,” sambungnya.

“Kesempatan yang indah itu saya lewatkan karena saya belum siap, saya belum bisa menerima keputusan ayah yang menikah lagi setelah ibu meninggal,” lanjutnya.

“Saya rindu ayah, apalagi di hari-hari yang penuh kenangan, hari dimana ayah sejak saya masih kecil menjadi hari yang penuh sukacita,” imbuhnya.

“Dulu ayah dan ibu selalu memberi kejutan yang sangat indah di hari natal, dengan hadiah yang selalu membuatku terpesona karena mereka memberikan hadiah yang tidak pernah bisa saya tebak, namun sesuatu yang saya inginkan,” paparnya.

“Namun semuanya tinggal kenangan, saya terpaksa pergi meninggalkan rumah dan merantau di luar kota setelah ayahku menikah lagi,” katanya.

“Tahun ini, saya ingin pulang, saya ingin memeluk ayah, saya rindu padanya,” sambungnya.

“Saya ingin damai natal merasuk dalam hatiku dan hati ayah,” tegasnya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,”Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka.”

Di malam Natal pertama, gembala mendapat kehormatan yang luar biasa. Sebab kepada merekalah kabar baik itu disampaikan untuk pertama kalinya oleh malaikat surga.

Tetapi, kenapa harus gembala? Gembala, dari dulu hingga sekarang, adalah profesi yang tidak bergengsi.

Dari segi duniawi, gembala sebenarnya tidak berhak mendapatkan kesukacitaan itu. Mereka bukan orang-orang yang berjasa kepada bangsa dan negara. Mereka adalah orang-orang lugu, sederhana, awam, yang berbicara spontan, apa adanya.

Berbeda dengan orang-orang pintar, pejabat, pemimpin, politikus, yang sering berbicara bukan lagi dengan suara hati, tapi kepalsuan.

Warta Natal disampaikan kepada para gembala, bersukacitalah mereka. Sungguh tidak pernah dibayangkan kalau berita surga akan datang pertama kali kepada mereka.

Bapa Surgawi turun ke bumi menemui mereka, memberi kehormatan luar biasa sebagai tamu pertama untuk mengunjungi perayaan Natal yang sejati, di mana bayi kudus itu datang untuk memberi keselamatan dan pengharapan bagi umat manusia.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku punya kerendahan hati seperti para gembala?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version