INI kiat untuk melawan berita bohong dan hoaks.
Dalam rangka menyambut Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-55, Bapa Suci Paus Fransiskus merilis pesan pastoral. Dengan mengambil tema: “Datang, lihatlah, dan berkomunikasi dengan menjumpai orang lain apa adanya.”
Tema ini mengajak kita semua untuk berani menjadi saksi kebenaran untuk pergi, melihat dan berbagi.
Pesan ini sangat relevan, mengingat situasi bangsa dan negara kita saat ini yang seringkali terjebak dengan sajian berita hoaks.
Ini menjadi tantangan bagi kita umat beriman.
Sebagai pengikut Kristus, kita diajak untuk memiliki resep utama dalam mewartakan kebenaran.
Kita diharapkan mampu menjadi tonggak–tonggak saksi kebenaran yang otentik. Juga membawa orang lain untuk semakin mengalami keselamatan melalui kebenaran.
Dengan demikian kita akan mampu melawan berita bohong dan hoaks.
Berkomunikasi secara langsung
“Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kau katakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar juru selamat dunia.” (Yoh 4: 39-42)
Konteksnya adalah peristiwa percakapan antara perempuan Samaria dan Yesus. Ini membawa dampak sungguh menarik bagi penduduk di kota itu.
Orang-orang jadi tidak puas, karena hanya mendengarkan kesaksian si perempuan.
Mereka lalu sengaja datang menemui Yesus sendiri. Mereka minta Yesus mau mengajar mereka secara lebih mendalam.
Yesus menyanggupi permintaan mereka.
Pada akhirnya, mereka berkata pada perempuan itu, “Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juru Selamat dunia.”
Begitulah iman kristiani dimulai dan dikomunikasikan sebagai pengetahuan langsung. Lahir dari pengalaman dan bukan desas-desus.
“Datang dan lihatlah” adalah metode mengenal realitas yang sangat sederhana. Inilah verifikasi paling jujur dari setiap pernyataan.
Karena untuk mengetahui, kita harus bertemu dan membiarkan orang di depan kita berbicara. Juga membiarkan kesaksiannya sampai kepada kita.
Sikap ini sangat bagus dalam merespons kesaksian iman. Namun, sikap ini rasanya sekarang kurang terlihat.
Terutama di masa pandemi ini, ruang gerak kita menjadi terbatas, rutinitas harian banyak yang dilakukan di rumah dan melalui jejaring sosial.
Dampak pandemi adalah ini. Kita sering kali terjebak dalam situasi menjadi penonton dari luar, menjadi penikmat berita yang enggan untuk menyaksikan secara langsung momen kehidupan di dunia ini.
Hindari kabar bohong
“Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong; janganlah engkau membantu orang yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar.” (Keluaran 23:1)
Sejak zaman Perjanjian lama, dikisahkan sudah ada bibit untuk menyebarkan berita bohong. maka ditegaskan dalam kitab ini, supaya tidak menyebarkan kabar bohong atau pun membantu orang lain menjadi saksi yang tidak benar.
Baru-baru ini, kita menyaksikan berita di televisi berita hoaks mengenai babi ngepet. Ini adalah suatu peristiwa yang sering kali terjadi di mana orang dengan cepat menghakimi ornag lain tanpa mengecek dulu kebenarannya.
Hoaks babi ngepet yang terjadi di Depok ini menyebabkan kehebohan masyarakat di Indonesia, bahkan menjadi perbincangan hangat di antara warganet di media sosial.
Sebagian besar masyarakat hingga kini masih percaya pada takhyul seperti pesugihan babi ngepet.
Seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (29/4/2021), isu babi ngepet di Bedahan, Sawangan, Depok, Jawa Barat, dipastikan hasil rekayasa. “Semua yang sudah viral tiga hari sebelumnya adalah hoaks. Itu berita bohong,” kata Kapolres Metro Depok Kombes Imran Edwin Siregar.
Kita perlu waspada, mengingat kasih yang berkenan di hadapan Tuhan adalah kasih dalam kebenaran. Hanya dengan kebenaran, orang yang lemah memperoleh hak mereka.
Sementara kebohongan dan pemutarbalikan kebenaran menyebabkan orang benar menjadi kurban ketidakadilan.
Tidak ada kebohongan yang dapat ditoleransi dalam kasih yang dilandasi kebenaran.
Tujuan baik tidak membuahkan kebaikan, jika dilakukan dan dilandaskan pada cara yang keliru.
Jangan buat fitnah
“Jangan bersaksi dusta tentang sesamamu.” (Keluaran 20:16)
Sepuluh Perintah Allah adalah suatu pedoman dalam kehidupan kita sehari-hari. Semua perintah itu harus kita taati dan kita laksanakan.
Sebagai umat beriman, kita perlu paham dan mengerti akan 10 Perintah Allah ini. Kita wajib mengikuti semua Perintah Allah tanpa kecuali.
Dalam 10 Perintah Kedelapan, kita tidak boleh bersaksi dusta terhadap sesama atau mengatakan fitnah. Tuhan Allah melarang kita bersaksi dusta, karena itu hal yang merugikan orang lain.
Bahkan fitnah adalah dosa besar lebih dari pada dosa membunuh.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali terjebak dalam situasi ini.
Contoh konkret seperti ini. Sering kita menerima pesan doa berantai. Tanpa dicari tahu kebenarannya, kita langsung meneruskan berita tersebut.
Masih banyak juga pesan berantai lainnya berupa meminta bantuan yang berkedok agama. Di zaman sekarang, media sosial juga banyak menampilkan hal negatif yang membayangi penggunanya; baik secara sengaja maupun tidak.
misalnya menggunakan media sosial untuk mengancam, menghina seseorang, pornografi, sarana kejahatan dan penipuan, penyebaran kebencian, penyebaran konten hoaks dan lain sebagainya.
Menanggapi hal ini, Gereja Katolik Indonesia pun berperan aktif dalam upaya memerangi hoaks.
Sejak tahun 2017 dan dalam rangka Hari Komunikasi Sedunia ke-51 tahun 2017, melalui Pekan Komunikasi Sosial Nasional (PKSN 2017), di Purwokerto, Mgr. Vincentius Sensi Potokota (Uskup Keuskupan Agung Ende) menyerukan sikap iman Gereja yang jelas.
Harus disampaikan dalam bentuk arahan untuk berperilaku berkomunikasi yang benar dan bermartabat.
“Setiap modus berkomunikasi kita hendaknya bernada kabar baik, termasuk dalam postingan kita,” kata Mgr. Vincentius.
Berbagai diskusi, seminar tentang melawan hoaks juga bergelora di berbagai keuskupan di Indonesia.
Menindaklanjuti PKSN 2017, maka PKSN 2021 menjawab kebutuhan masyarakat dewasa ini yaitu ajakan untuk datang dan lihatlah (Yoh. 1: 46) mewartakan kebenaran, klarifikasi berita bohong dan hoaks dengan berkomunikasi dengan menjumpai orang lain apa adanya .
Paus Fransiskus dalam pesannya menegaskan: “Datang dan lihatlah”.
Karena itu, kita perlu keluar dari sikap puas diri dan mengatakan kita sudah tahu untuk mengungkapkan kebenaran hidup yang menjadi sejarah.