TERPISAH dari yang dicintai manusia bisa amat menderita. Ada pemisahan yang bisa dipersiapkan dan diterima dengan hati terbuka; rela. Ada pemisahan yang mendadak terjadi; terasa amat menyesakkan hati.
Ketika berbicara tentang Anak Manusia yang menyatakan Diri (Lukas 17: 30), Yesus menyinggung tentang pemisahan. Contohnya terjadi pada zaman Nuh dan Lot.
Pada zaman Nuh, orang-orang makan dan minum, kawin dan dikawinkan (Lukas 17: 27). Pada zaman Lot, orang makan dan minum, membeli dan menjual, menanam dan membangun, sampai pada hari Lot keluar dari Sodom (Lukas 17: 28-29).
Keduanya diwarnai dengan pemisahan. Orang dipisahkan dari segala yang dilakukan sebelumnya atau miliknya. Artinya, orang tidak bisa lagi melanjutkannya. Mereka yang di atas rumah, jangan turun mengambil barang di rumah (Lukas 17: 31). Barang siapa menyelamatkan barang-barang akan binasa (Lukas 17: 33).
Pada akhir hidupnya, manusia dipisahkan dari semua yang dicintainya selama di dunia. Suami dipisahkan dari isteri; isteri dari suami. Masing-masing mati sendiri-sendiri. Tidak ada satu harta miliknya bisa dibawa. Sahabat dan kenalan juga ditinggalkan.
Demikian pun mereka yang masuk ke dalam hidup abadi mesti dipisahkan dari hidup yang fana dan sementara di dunia. Mereka yang melekat pada benda dan hidup temporal akan kehilangan hidup kekal.
Orang dituntut melepaskan segala yang tidak lagi diperlukan. Semua ada waktunya (Pengkhotbah 3:1-8). “Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam (Pengkhotbah 3: 2).
Mereka yang telah melatih diri hidup pada waktu dan cara yang tepat, bebas dan tidak terikat secara sukarela melepaskan semua yang tidak lagi diperlukan.
Untuk memasuki hidup abadi orang mesti ikhlas melepas yang di dunia ini. Mereka yang tidak melatih diri dalam hal ini bisa mengalami derita akibat pemisahan.
Jumat, 11 November 2022
Peringatan Santo Martinus dari Tours, uskup
