Home BERITA Derita Kaum Urban, Betapa Susahnya Mendapatkan Rumah

Derita Kaum Urban, Betapa Susahnya Mendapatkan Rumah

1
Ilustrasi: Gubug Romo Mangun di bibir Pantai Grigak Gunung Kidul kurun waktu 1986-1990 --Ist

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.

Jumat, 31 Desember 2021.

Tema: Kemah manusia.

Bacaan

  • 1 Yoh. 2: 18-21.
  • Yoh. 1: 1-18.

Di gang yang sempit dan becek, sebuah keluarga tinggal. Mereka berbahagia baru melahirkan anaknya yang pertama.

Di situlah satu-satunya rumah yang mampu dia sewa untuk kehidupan keluarganya. Hanya satu unit sepeda motor yang bisa masuk gang itu. Sebuah gang padat penduduk.

Saya sedikit heran, saat berkunjung. Suara tetangga terdengar.

“Beginilah Romo tempat kami tinggal sementara. Kami hanya bisa menyewa di tempat ini. Mumpung si kecil masih baru, kami bisa menabung untuk ke depannya. Yang penting rumah tidak bocor dan tidak banjir, bila musim hujan.”

Saya mencoba mendengarkan. Saya belajar memahami pergulatan hidup mereka. Mereka tidak terlampau sedih atau kecewa atas keadaan yang dialami.

Mereka aktif di paroki dan termasuk keluarga yang terlibat. Saya pun mendengar bahwa Sie Sosial Ekonomi paroki pun turut membantu.

“Kami berusaha tidak merepotkan siapa pun.  Bahkan saudara-saudari kami sendiri,” jelasnya.

“Kami belajar hidup berkeluarga dari nol. Tidak menggantungkan siapa pun. Kami sepakat untuk hidup sesuai dengan situasi ekonomi. Kami tidak mau membebani keluarga kami yang lain.

Kami berjanji, begitu kami nikah, kami akan mandiri. Kami berusaha sesulit apa pun. Bagi kami, hidup itu sebuah perjuangan. Namun di balik itu, kami percaya tentu Tuhan menyertai.

Hanya mohon maaf, Romo. Malam Natal tahun ini kami tidak bisa ke gereja. Situasi tidak memungkinkan. Kami rindu bernyanyi dan berada ditengah-tengah umat saat lagu Malam Kudus. Sebuah pujian dan syukur; sebuah penyembahan hati.

Tetangga kami ada yang meninggal. Saya lebih banyak membantu mereka. Saya merasa perlu membantu.

Kami hanya merayakan Natal kecil-kecilan, di rumah sendiri. Kami berdoa bersama dan menyanyikan beberapa lagu saja.”

“Apa yang dirasakan saat itu?”

Bersyukur. Kami bisa menyewa rumah ini. Tidak seperti yang dialami keluarga kudus. Kami bersyukur, tiga bulan sebelum anak kami lahir kami sudah menyewa rumah ini.

Pohon Natal pun sederhana. Tidak ada lampu kelap-kelip. Kami hanya menghias sedikit tanaman cemara mini yang ada di dalam pot. Kami hanya menyalakan lilin.

“Ada maksud?”

“Suasana terasa lebih alami. Lilin menyala di tengah kegelapan. Yesus datang sebagai terang yang mengusir kegelapan. Ia memberi cahaya dan kehangatan. Maka, saya dan isteri memutuskan ketika berdoa semua lampu dimatikan. Hanya lilin yang menyala.”

“Sudah adakah keluarga yang datang menjenguk?”

“Sudah.”

“Apa yang menarik Natal tahun ini?”

“Iya, kami mengalami sendiri bagaimana dengan kekuatan keuangan, kami harus mencari rumah. Tidak gampang. Banyak pertimbangan. Kemampuan ekonomilah akhirnya yang menentukan. Ada rasa rasa malu. Gimana ya, sebagai keluarga baru yang  terbatas kami harus mandiri. Tidak mau merepotkan.

Dan yang menarik, kami mencari berdua saat isteri hamil. Memutuskan bersama. Kami satu-satunya yang Katolik.

Saya bisa membayangkan apa yang dialami oleh Keluarga Kudus.

Mencari rumah ini tidak gampang. Hampir lima bulan. Dan baru dapat setelah kehamilan isteri saya masuk bulan yang ke-8.

Kami meyakinkan diri, ini hanya sementara. Saya akan berjuang keras atas cita-cita untuk membeli tanah. Mungkin agak jauh. Tetapi yang penting lingkungan lebih alami, tidak begitu padat.

Kami mengalami ada keterbatasan. Ada ketidakberdayaan. Tapi anak harus mendapat tempat yang baik.

Semoga Tuhan sudi tinggal di rumah kami. Di gubug kami. Di kemah kami yang sementara.”

Saya mengakhiri kunjungan dengan sebuah keyakinan: Tuhan menyertai, melindungi dan membimbing umat-Nya yang percaya atas firman kebesaran-Nya.

Yohanes meneguhkan, “Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi Kasih Karunia.” ay 16.

1 COMMENT

  1. Maria melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan kain lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version