Renungan Harian
Selasa, 01 Februari 2022
Bacaan I: 2Sam. 18: 9-10. 14b. 24-25a. 30-19: 3
Injil: Mrk. 5: 21-43
PETANG itu, warga kampung heboh karena seorang ibu tua ditemukan tergeletak berdarah-darah. Warga kampung berdatangan untuk menolong ibu tua itu.
Ibu tua itu tinggal bersama seorang anak laki-lakinya, tetapi warga kampung hampir tidak pernah bertemu dengan anak laki-laki ibu itu.
Menurut omongan beberapa warga, anak laki-lakinya itu tidak punya pekerjaan dan tiap hari hanya kluyuran tidak jelas. Warga berdatangan, karena teriakan pedagang keliling langganan ibu tua itu yang kebetulan menawarkan dagangannya.
Warga segera membawa ibu tua itu ke rumah sakit, sedangkan pak RT melapor ke kantor polisi. Syukur pada Allah ibu tua itu masih bisa tertolong, meskipun mengalami luka yang cukup parah.
Berdasarkan cerita pedagang keliling yang menemukan ibu tua itu pertama kali, saat dia masuk ke rumah ibu tua untuk menawarkan dagangannya, dia melihat anak laki-lakinya keluar dari rumah.
Berdasarkan keterangan pedagang keliling itu, polisi menangkap anak laki-laki ibu tua itu. Di depan polisi anak laki-laki itu mengakui bahwa dirinya menganiaya ibunya.
Menurut pengakuannya, dia menganiaya ibunya karena ibunya tidak memberi uang. Warga yang mendengar cerita alasan anaknya menganiaya ibunya karena soal uang, geram dengan kelakuan anak laki-laki itu.
Warga sudah tahu bahwa ibu tua itu beberapa kali menjual tanah peninggalan suaminya hanya untuk menuruti keinginan anak laki-lakinya.
Beberapa warga pernah menyarankan agar tidak menuruti semua permintaan anaknya; akan tetapi ibu tua itu selalu beralasan bahwa dia takut dengan anaknya.
Semua warga berharap anak laki-laki itu mendapatkan hukuman yang berat agar mendapatkan efek jera.
Namun semua warga terkejut mendengar cerita pak RT bahwa ibu tua itu meminta tolong pak RT agar mengajukan permohonan ke polisi agar anaknya tidak hukum.
Ibu itu sudah memaafkan anaknya, dan tidak merasa sakit hati atau pun dendam dengan anaknya. Ibu itu rela menanggung semua kesakitan yang sedang dideritanya, namun tidak rela kalau anaknya harus menderita di penjara.
Semua nasIhat pak RT yang mewakili warga agar membiarkan anak laki-lakinya di hukum untuk pembelajaran tidak diterima.
Ibu itu tetap mohon agar pak RT menolong membebaskan anaknya. Ibu itu mengatakan:
“apapun dia, sejahat apa pun anak itu, dia adalah anakku.”
Itulah cinta seorang ibu pada anaknya yang sering kali tidak bisa dimengerti oleh nalar.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam kitab Samuel, Daud menangisi kematian Absalom padahal Absalom mengejar-ngejar Daud untuk membunuhnya.
“Anakku Absalom, anakku. Ah, anakku Absalom, sekiranya aku boleh mati menggantikan engkau. Absalom, Absalom, anakku.”